Perubahan iklim bukan lagi isu lingkungan semata, tetapi ancaman multidimensi yang mempengaruhi stabilitas ekonomi, sosial, dan pembangunan jangka panjang. Dalam konteks Indonesia—sebuah negara kepulauan besar dengan kerentanan tinggi—dampak perubahan iklim semakin terasa dari tahun ke tahun. Realitas ini menuntut perubahan mendasar dalam strategi pembangunan nasional, dengan ekonomi sirkular menjadi salah satu pendekatan yang dinilai paling efektif untuk menciptakan ketahanan jangka panjang.
Materi kebijakan yang disampaikan pada forum nasional menunjukkan gambaran lengkap mengenai risiko yang dihadapi Indonesia serta urgensi untuk mengalihkan arah pembangunan menuju model yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Perubahan Iklim sebagai Megatren Global 2045
Dalam proyeksi megatren 2045, perubahan iklim ditempatkan sejajar dengan faktor besar lain seperti kemajuan teknologi, urbanisasi, pertumbuhan penduduk, dinamika geopolitik, hingga transformasi ekonomi global. Posisi ini menggambarkan bahwa perubahan iklim akan menentukan seperti apa struktur perekonomian dunia terbentuk beberapa dekade ke depan.
Indonesia, dengan target menuju negara maju pada 2045, tidak dapat mengabaikan megatren ini. Tanpa respons kebijakan yang kuat, risiko yang muncul bukan hanya berupa kerusakan lingkungan, tetapi hambatan besar terhadap pencapaian visi pembangunan jangka panjang.
Tingkat Kerentanan Indonesia yang Sangat Tinggi
Data pada materi memperlihatkan bahwa Indonesia berada dalam kondisi risiko yang serius, mulai dari air, pangan, ekosistem darat maupun laut, hingga kesehatan masyarakat.
Beberapa indikator utama yang memperkuat tingginya kerentanan tersebut:
-
Kenaikan suhu 0,45–0,75°C dalam beberapa dekade terakhir, mendorong cuaca ekstrem dan perubahan pola musim.
-
Perubahan pola curah hujan ±2,5 mm/hari, menciptakan frekuensi banjir dan kekeringan yang meningkat.
-
Kenaikan permukaan laut 0,8–1,2 cm/tahun yang mengancam permukiman pesisir, infrastruktur pelabuhan, dan mata pencaharian masyarakat pesisir.
-
18.000 km garis pantai berada pada tingkat kerentanan tinggi, membuka risiko banjir rob, erosi, hingga kehilangan lahan.
-
Luas 5,8 juta km² wilayah laut berbahaya bagi kapal kecil, yang dapat menurunkan produktivitas perikanan dan menambah risiko keselamatan.
Selain itu, produksi padi—sebagai basis ketahanan pangan—diprediksi mengalami penurunan di sejumlah wilayah akibat anomali iklim. Dampak ini dapat mengganggu rantai pasok pangan domestik.
Frekuensi dan Intensitas Bencana Hidrometeorologi yang Meningkat
Indonesia mengalami lebih dari 5400 bencana hidrometeorologi pada 2021, angka yang termasuk yang tertinggi sepanjang satu dekade. Banjir, tanah longsor, angin kencang, badai, dan puting beliung menjadi bencana paling sering terjadi.
Fakta bahwa 99% bencana Indonesia adalah hidrometeorologi menandakan bahwa perubahan iklim telah memperparah kerentanan struktural yang sudah ada:
-
perubahan tutupan lahan,
-
urbanisasi cepat,
-
degradasi lingkungan,
-
sistem drainase yang tidak memadai.
Selain kerugian materi, bencana ini berdampak pada kesehatan masyarakat, mengganggu mobilitas, memicu kerusakan aset produktif, dan memperlambat aktivitas ekonomi harian.
4. Peningkatan Risiko Ekonomi: Ancaman bagi Pertumbuhan Nasional
Dampak perubahan iklim bukan hanya kerusakan fisik, tetapi juga muncul dalam bentuk kerugian ekonomi yang besar. Pemodelan ekonomi menunjukkan:
-
Potensi kerugian 0,66%–3,45% dari PDB pada 2030 jika tidak ada intervensi.
-
Kerugian dipicu oleh penurunan produktivitas pertanian, kerusakan pesisir, penurunan ketersediaan air, hingga penyakit tropis seperti demam berdarah.
Studi jangka menengah menunjukkan bahwa pada periode 2020–2024:
-
kerugian ekonomi dapat mencapai Rp 544 triliun,
-
dan dengan intervensi kebijakan ketahanan iklim, potensi kerugian dapat ditekan menjadi Rp 57 triliun.
Angka-angka ini menunjukkan betapa pentingnya kebijakan adaptasi dan mitigasi sebagai instrumen yang bukan hanya menyelamatkan lingkungan, tetapi juga menjaga stabilitas ekonomi nasional.
5. Bukti Ilmiah: Pemanasan Global Dipicu Aktivitas Manusia
Grafik dan visual pada materi memperlihatkan beberapa fakta penting:
-
Suhu global telah naik 1,09°C dibanding periode pra-industri.
-
90% pencairan gletser sejak 1990-an berasal dari aktivitas manusia.
-
Kenaikan permukaan laut saat ini hampir tiga kali lipat dibanding awal abad ke-20.
Dengan kata lain, pemanasan global bukan fenomena alam biasa. Kondisi ini memperkuat urgensi untuk mengubah pola produksi, konsumsi, dan pengelolaan sumber daya.
Mengapa Ekonomi Sirkular Menjadi Kebutuhan Mendesak?
Ekonomi sirkular menawarkan pendekatan baru yang dapat menjadi jawaban atas tantangan tersebut. Indonesia selama ini masih mengandalkan model ekonomi linier: produksi → konsumsi → limbah. Model ini rentan terhadap gejolak sumber daya, tidak efisien, dan mempercepat degradasi lingkungan.
Ekonomi sirkular mengubah paradigma tersebut melalui:
-
desain produk yang tahan lama dan mudah didaur ulang,
-
pengurangan penggunaan material primer,
-
maksimalisasi penggunaan kembali material,
-
optimalisasi daur ulang,
-
pengurangan emisi dan limbah secara signifikan.
Bagi Indonesia, ekonomi sirkular bukan hanya strategi lingkungan, tetapi fondasi pertumbuhan baru. Penerapannya dapat:
-
mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam,
-
menurunkan emisi gas rumah kaca,
-
membuka peluang investasi baru,
-
menciptakan lapangan kerja ramah lingkungan,
-
memperkuat ketahanan ekonomi.
Dengan sumber daya besar dan populasi produktif, Indonesia memiliki potensi menjadi pemain utama dalam ekonomi sirkular jika kebijakan yang tepat diterapkan.
Arah Kebijakan: Mempercepat Transisi Berkelanjutan
Materi kebijakan menegaskan bahwa keberhasilan transisi membutuhkan sinergi kuat antara pemerintah pusat, daerah, pelaku industri, peneliti, hingga masyarakat.
Fokus utamanya mencakup:
-
Penguatan kerangka regulasi untuk mengintegrasikan ekonomi sirkular dalam rencana pembangunan nasional.
-
Investasi pada teknologi hijau, manajemen sampah, pengolahan air, dan energi terbarukan.
-
Transformasi industri menuju supply chain rendah karbon.
-
Pengembangan riset dan inovasi, termasuk pemodelan risiko iklim.
-
Edukasi dan partisipasi publik dalam perubahan pola konsumsi.
Pendekatan ini menjadi kunci untuk memastikan bahwa Indonesia tidak hanya beradaptasi, tetapi juga memanfaatkan peluang ekonomi baru yang muncul dari transisi global menuju ekonomi hijau.
Kesimpulan: Momentum Transformasi untuk Indonesia 2045
Dampak perubahan iklim tidak bisa dihindari, tetapi dapat diminimalkan. Saat risiko terus meningkat, Indonesia perlu bergerak dari respon reaktif menuju strategi transformasional. Dengan ekonomi sirkular sebagai pilar utama, Indonesia dapat membangun pertumbuhan yang tangguh, rendah karbon, dan berkelanjutan.
Penerapan ekonomi sirkular bukan sekadar solusi teknis, tetapi arah baru pembangunan nasional. Langkah ini bukan hanya mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim, tetapi juga memperkuat fondasi ekonomi menuju 2045—tahun ketika Indonesia menargetkan diri menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Daftar Pustaka
Materi “Strategi Kebijakan Pembangunan Nasional di Bidang Ekonomi Sirkular,” Amalia Adininggar Widyasanti, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, FGD PPI Seri 2, 12 September 2023.