Pernahkah Anda merasakan ini? Anda baru saja keluar dari sebuah sesi training seharian. Penuh semangat. Buku catatan Anda penuh dengan ide-ide cemerlang dan kutipan inspiratif. Anda merasa siap menaklukkan dunia, atau setidaknya, menaklukkan tumpukan pekerjaan di meja Anda dengan cara yang baru dan lebih baik. Tapi kemudian, seminggu berlalu. Lalu dua minggu. Perlahan tapi pasti, kebiasaan lama kembali merayap masuk. Buku catatan itu tergeletak di laci, dan energi transformatif dari ruang training itu terasa seperti kenangan yang jauh.
Ini bukan salah Anda. Ini juga bukan salah trainernya. Ini adalah sebuah paradoks yang saya sebut sebagai "jurang antara tahu dan melakukan" (knowing-doing gap), sebuah fenomena yang menghantui banyak ruang rapat dan program pengembangan di seluruh dunia. Kita tahu apa yang harus dilakukan, tapi entah kenapa, hal itu tidak terwujud dalam tindakan sehari-hari.
Baru-baru ini, saya tidak sengaja menemukan sebuah paper penelitian yang, meskipun topiknya sangat spesifik, ternyata menyimpan petunjuk untuk memecahkan teka-teki universal ini. Paper ini bukan tentang startup teknologi di Silicon Valley atau bank investasi di New York. Ini adalah studi tentang para pekerja di sebuah perusahaan rekayasa dan konstruksi besar di Selangor, Malaysia, bernama Eversendai Corporation Berhad. Para peneliti ingin tahu: apa yang benar-benar mendorong performa keselamatan kerja? Apakah pelatihan yang intensif? Atau ada faktor lain yang lebih tersembunyi?
Membaca paper ini terasa seperti mengikuti sebuah cerita detektif. Ada data, ada petunjuk, dan ada sebuah "Aha!" momen yang mengejutkan. Dan di dalamnya, saya menemukan jawaban yang bergema jauh melampaui lantai pabrik. Jawaban ini relevan bagi siapa saja yang memimpin tim, mengelola proyek, atau sekadar ingin menjadi lebih efektif dalam hidup.
Jadi, mari kita selami bersama. Jika training yang hebat saja tidak cukup untuk menjamin performa yang hebat, lalu apa kepingan puzzle yang hilang?
Babak Pertama: Fondasi yang Kokoh, Namun Bangunan yang Rawan
"Kami Dilatih dengan Sangat Baik" — Ketika Centang di Kotak Sudah Terpenuhi
Hal pertama yang ditemukan para peneliti di Eversendai Corporation Berhad adalah kabar baik. Ketika para pekerja ditanya tentang kualitas pelatihan keselamatan yang mereka terima, jawabannya sangat positif. Dari skala 5, tingkat pelatihan keselamatan secara keseluruhan dinilai "Tinggi", dengan skor rata-rata yang mengesankan, yaitu 3.73.
Ini bukan sekadar angka. Ini adalah cerminan dari sebuah organisasi yang serius dalam menjalankan tanggung jawabnya. Mari kita lihat lebih dalam:
-
Pernyataan "Pekerja mendapatkan pelatihan kesehatan dan keselamatan yang ekstensif dari organisasi" mendapat skor tertinggi, yaitu 3.85 dari 5.
-
Pernyataan "Pekerja dilatih dengan tepat untuk bereaksi terhadap krisis di tempat kerja" juga mendapat skor sangat tinggi, yaitu 3.84 dari 5.
Bayangkan Anda seorang koki yang baru bergabung di sebuah restoran bintang lima. Di hari pertama, Anda diberi buku resep paling tebal dan paling detail di dunia. Setiap teknik dijelaskan, setiap bahan diukur dengan presisi, setiap prosedur terdokumentasi dengan sempurna. Anda punya semua pengetahuan yang Anda butuhkan secara teori untuk menciptakan mahakarya. Inilah yang dilakukan Eversendai. Mereka telah berhasil mentransfer pengetahuan. Mereka telah mencentang semua kotak dalam daftar "pelatihan yang baik".
Namun, di sinilah letak nuansanya. Model ini, meskipun sangat penting dan fundamental, pada dasarnya adalah model kepatuhan dan instruksi. Ini adalah aliran informasi satu arah, dari atas ke bawah. Manajemen memberikan pengetahuan, dan karyawan diharapkan untuk menyerap dan mematuhinya. Karyawan diposisikan sebagai penerima informasi yang pasif.
Ini adalah fondasi yang kokoh, tidak diragukan lagi. Tanpa pengetahuan dasar, tidak akan ada performa. Tapi seperti yang akan kita lihat, fondasi saja tidak cukup untuk membangun gedung pencakar langit. Ada satu elemen penting yang hilang, sebuah elemen yang membuat seluruh struktur menjadi rapuh.
Babak Kedua: Domino yang Hilang di Tengah Rantai
Angka yang Membuat Saya Berhenti dan Berpikir Dalam
Di tengah semua data yang positif tentang pelatihan, ada satu set angka yang menonjol—dan membuat saya benar-benar berhenti sejenak. Ketika para peneliti mengukur Partisipasi Pekerja, hasilnya jauh berbeda. Tingkat partisipasi hanya dinilai "Sedang", dengan skor rata-rata 3.45.
Kontras ini saja sudah menarik. Perusahaan sangat pandai dalam "memberi tahu", tetapi tampaknya kurang pandai dalam "mendengarkan". Untuk memahami betapa dalamnya masalah ini, kita perlu melihat "barang bukti" yang paling memberatkan. Dari semua pertanyaan dalam survei, ada satu pernyataan yang mendapat skor paling rendah, sebuah angka yang menurut saya adalah inti dari seluruh cerita ini.
Pernyataan itu adalah: "Pekerja didesak untuk mengembangkan cara-cara baru untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan."
Skor rata-ratanya? Hanya 2.72 dari 5.
Mari kita proses angka ini. Skor 3.0 berarti "Netral". Skor 2.72 berada di bawah netral, lebih condong ke arah "Tidak Setuju". Ini bukan hanya berarti para pekerja merasa tidak didorong untuk berinovasi; ini berarti mereka secara aktif merasa bahwa mereka tidak didorong untuk menyumbangkan ide-ide mereka sendiri.
Buku resep yang tebal dan sempurna itu telah diberikan kepada mereka, tetapi tidak ada yang pernah bertanya, "Hei, sebagai orang yang setiap hari berada di dapur, apakah kamu punya ide bagaimana kita bisa membuat resep ini lebih baik, lebih efisien, atau lebih aman?"
Inilah jurang yang sebenarnya. Ini bukan sekadar masalah komunikasi. Ini adalah gejala dari budaya organisasi. Ketika karyawan tidak merasa didorong untuk memberikan masukan tentang sesuatu yang sangat fundamental dan personal seperti keselamatan diri mereka sendiri, kecil kemungkinannya mereka akan merasa diberdayakan untuk berinovasi di area lain—baik itu efisiensi operasional, kualitas produk, atau layanan pelanggan.
Budaya yang tercipta adalah budaya "kerjakan tugasmu", bukan "tingkatkan pekerjaan kita". Akibatnya? Performa keselamatan secara keseluruhan juga hanya berada di level "Sedang" dengan skor rata-rata 3.62. Performa mereka seolah-olah menabrak langit-langit tak terlihat yang diciptakan oleh kurangnya kepemilikan kolektif.
Mengapa "Mendengar" Lebih Kuat Daripada "Menginstruksikan"
Jika tabel di atas adalah petunjuknya, maka analisis korelasi dalam paper ini adalah pengakuannya. Para peneliti tidak hanya mengukur level masing-masing variabel; mereka juga mengukur seberapa kuat hubungan antara variabel-variabel tersebut. Hasilnya adalah "Aha!" momen yang sesungguhnya.
Dalam statistik, koefisien korelasi (dilambangkan dengan '$r$') mengukur kekuatan hubungan antara dua hal, dengan skala dari -1 hingga 1. Semakin dekat ke 1, semakin kuat hubungan positifnya.
-
Hubungan antara Pelatihan Keselamatan dan Performa Keselamatan memiliki skor korelasi '$r = 0.572$'. Ini adalah hubungan positif yang kuat.1 Artinya, pelatihan yang lebih baik memang cenderung menghasilkan performa yang lebih baik. Ini masuk akal.
-
Namun, hubungan antara Partisipasi Pekerja dan Performa Keselamatan memiliki skor korelasi '$r = 0.672$'. Ini adalah hubungan positif yang lebih kuat lagi.1
Pesan dari data ini sangat jelas dan tak terbantahkan: Meskipun memberi instruksi itu penting, melibatkan orang secara aktif ternyata memiliki dampak yang lebih besar pada hasil akhir. Mendengarkan lebih kuat daripada sekadar berbicara.
Paper ini menyebutkan sebuah teori klasik bernama Teori Domino Heinrich, yang menganalogikan kecelakaan kerja seperti serangkaian domino yang jatuh berurutan.1 Pelatihan yang baik adalah seperti memastikan semua domino tersusun rapi dan para pekerja tahu cara kerjanya. Tapi partisipasi? Partisipasi adalah ketika seorang pekerja melihat susunan itu dan berkata kepada rekannya, "Tunggu sebentar, saya lihat ada cara yang lebih baik untuk menyusun ini agar tidak ada yang jatuh." Partisipasi adalah intervensi manusia yang proaktif, yang mengubah rantai peristiwa dari potensi bencana menjadi kesuksesan yang terkendali.
Tanpa partisipasi, yang Anda miliki hanyalah sederet domino yang terinformasi dengan baik, menunggu untuk jatuh.
Babak Ketiga: Menerjemahkan Riset Menjadi Aksi Nyata Hari Ini
Baiklah, kita sudah membedah masalahnya. Kita tahu bahwa partisipasi adalah kunci yang hilang. Sekarang, pertanyaan terpenting: apa yang bisa kita lakukan dengan pengetahuan ini? Bagaimana kita bisa menerapkan wawasan dari sebuah pabrik di Malaysia ke dalam pekerjaan kita besok pagi?
Tiga Wawasan yang Bisa Anda Terapkan Besok Pagi
Berikut adalah tiga pelajaran praktis yang saya tarik dari studi ini, yang saya yakini relevan untuk tim mana pun, di industri apa pun.
-
🚀 Hasilnya Bukan Penjumlahan, Tapi Perkalian
Pelajaran terbesar dari data ini bukanlah memilih antara partisipasi atau pelatihan. Keduanya penting. Namun, hubungan keduanya bukanlah penjumlahan, melainkan perkalian. Coba pikirkan: Pelatihan Tinggi (skor 3.73) dikalikan Partisipasi Sedang (skor 3.45) menghasilkan Performa Sedang (skor 3.62). Apa yang terjadi jika partisipasi juga tinggi? Hasilnya tidak akan naik sedikit, tapi akan melompat secara eksponensial. Bagi seorang pemimpin, ini berarti aktivitas dengan daya ungkit tertinggi (highest-leverage activity) bukanlah mengadakan satu sesi training lagi, melainkan berfokus untuk menaikkan skor partisipasi. Tanyakan pada diri Anda: "Apa satu hal yang bisa saya lakukan minggu ini untuk membuat tim saya merasa lebih didengar?"
-
🧠Inovasinya Adalah Pergeseran dari Monolog ke Dialog
Ingat skor 2.72 yang menyedihkan itu? Itu adalah bendera merah untuk budaya monolog. Inovasi yang paling dibutuhkan bukanlah teknologi baru atau prosedur yang lebih rumit, melainkan pergeseran budaya yang fundamental. Dari model siaran ("Ini aturannya, patuhi.") ke model jaringan ("Apa yang kita semua pelajari? Bagaimana kita bisa menjadi lebih baik bersama?"). Ini berarti menciptakan saluran formal dan informal untuk umpan balik. Ini berarti seorang manajer secara eksplisit dan konsisten bertanya: "Apa yang kamu lihat dari posisimu yang tidak saya lihat?" dan "Apa ide gilamu untuk membuat ini 10% lebih baik?" Membangun budaya dialog yang tulus ini adalah sebuah keahlian kepemimpinan yang mendalam. Ini bukan sekadar memasang kotak saran. Jika Anda ingin serius mengasah kemampuan untuk memfasilitasi tim yang partisipatif, program seperti (https://www.diklatkerja.com/course/manajemen-tim-efektif/) bisa menjadi panduan terstruktur yang sangat berharga.
-
💡 Pelajaran: Ciptakan Ruang, Bukan Hanya Aturan
Aturan dan prosedur menciptakan kepatuhan. Ruang yang aman (psychological safety) menciptakan keterlibatan. Bagi para manajer, pelajaran dari studi ini adalah untuk secara sadar dan aktif menciptakan ruang di mana orang merasa aman untuk menyuarakan ide, mengajukan pertanyaan bodoh, mengakui kesalahan, dan menantang status quo dengan hormat. Bagi karyawan, pelajarannya adalah memiliki keberanian untuk melangkah ke dalam ruang itu. Seringkali, manajemen tidak mendengar bukan karena mereka tidak mau, tetapi karena tidak ada yang berbicara. Dan seringkali, karyawan tidak berbicara bukan karena mereka tidak punya ide, tetapi karena mereka tidak yakin apakah ide mereka akan diterima atau justru menjadi bumerang. Seseorang harus memulai lebih dulu.
Refleksi Akhir: Sebuah Kritik Halus dan Pertanyaan untuk Kita
Apa yang Tidak Diceritakan oleh Paper Ini
Sebelum kita menyimpulkan, penting untuk bersikap adil. Saya sangat mengapresiasi studi ini karena kejelasan dan kekuatan pesan utamanya. Ia memberikan konfirmasi berbasis data yang elegan untuk sesuatu yang mungkin dirasakan oleh banyak pemimpin secara intuitif.
Namun, seperti semua penelitian, studi ini memiliki keterbatasan, dan para penulisnya pun mengakuinya.1 Pertama, data ini didasarkan pada persepsi. Para pekerja melaporkan bagaimana perasaan mereka tentang pelatihan dan partisipasi. Apakah persepsi ini selalu cocok dengan kenyataan, misalnya, dengan data angka kecelakaan yang sebenarnya? Mungkin, tapi kita tidak bisa 100% yakin.
Kedua, ini adalah potret dari satu perusahaan, dalam satu industri, di satu negara. Meskipun pelajarannya terasa universal, kita harus berhati-hati untuk tidak menggeneralisasikannya secara berlebihan. Ini adalah petunjuk yang sangat kuat, bukan hukum universal.
Tapi ada satu lapisan lagi yang saya temukan ketika melihat data demografi responden, sebuah lapisan yang tidak dibahas oleh paper ini tetapi bisa memberikan konteks yang sangat kaya.
Ternyata, tenaga kerja di sana cukup unik. Sebanyak 59.0% adalah pekerja non-Malaysia, dan mayoritas besar (73.7%) baru bekerja di perusahaan itu selama 1 hingga 5 tahun.1
Sekarang, coba kita pikirkan implikasinya. Sebuah tim yang sebagian besar terdiri dari pekerja asing yang relatif baru mungkin menghadapi tantangan tersembunyi dalam hal partisipasi. Mungkin ada kendala bahasa. Mungkin ada perbedaan budaya dalam cara berkomunikasi dengan atasan (misalnya, budaya yang lebih menghormati otoritas dan enggan untuk menantang). Mungkin ada rasa tidak aman terkait pekerjaan yang membuat mereka ragu untuk "membuat masalah" dengan menyarankan perbaikan.
Jadi, "jurang partisipasi" ini mungkin bukan hanya karena manajemen gagal bertanya. Bisa jadi, ini juga merupakan hasil dari hambatan sistemik yang membuat karyawan merasa tidak aman atau tidak nyaman untuk menjawab, bahkan jika ditanya. Ini menambah nuansa yang mendalam pada analisis kita dan menjadi pengingat penting bagi siapa pun yang memimpin tim yang beragam: menciptakan ruang untuk partisipasi berarti memahami dan membongkar hambatan-hambatan yang tidak terlihat ini.
Penutup: Sekarang Giliran Anda Menggerakkan Domino Berikutnya
Jika ada satu hal yang bisa kita bawa pulang dari studi di Eversendai Corporation Berhad, itu adalah ini: Pelatihan memberi tim Anda sebuah peta. Ia menunjukkan jalan, bahaya, dan tujuan. Itu sangat penting.
Tetapi hanya partisipasi yang memungkinkan tim Anda untuk ikut menulis perjalanan itu. Partisipasi memungkinkan mereka menemukan jalan pintas yang tidak ada di peta, melihat bahaya sebelum muncul, dan bahkan mendefinisikan kembali tujuan menjadi sesuatu yang lebih besar. Potensi sejati sebuah tim tidak terbuka melalui instruksi, tetapi melalui kepemilikan.
Jadi, saya ingin meninggalkan Anda dengan sebuah pertanyaan. Lihatlah tim Anda, lingkungan kerja Anda, atau bahkan diri Anda sendiri. Inisiatif brilian apa, ide sederhana apa, atau kekhawatiran penting apa yang selama ini hanya tersimpan di kepala, menunggu sebuah undangan untuk disuarakan?
Mungkin hari ini adalah saatnya Anda yang memulai dialog itu. Mungkin Anda yang akan menggerakkan domino berikutnya.
Kalau kamu tertarik dengan detail metodologi dan data lengkapnya, saya sangat merekomendasikan untuk membaca paper aslinya.