A. Pendahuluan Kritis: Mengurai Gap Implementasi K3RS
Rumah sakit secara inheren merupakan lingkungan kerja dengan kompleksitas risiko tinggi, yang tidak hanya mengancam sumber daya manusia (SDM) rumah sakit—termasuk perawat dan tenaga kesehatan lainnya—tetapi juga pasien, pendamping pasien, dan pengunjung. Mengutip data global, kawasan Asia Selatan dan Tenggara menghadapi perkiraan 5 juta kecelakaan kerja per tahun. Oleh karena itu, penerapan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) yang optimal, efektif, dan berkesinambungan adalah mandat wajib yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 66 Tahun 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran deskriptif mengenai implementasi K3RS di RSUD Lapatarai Kabupaten Barru, sebuah fasilitas kesehatan tipe C yang telah memenuhi standar akreditasi Paripurna. Menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif, penelitian ini mensurvei sampel sebanyak 47 karyawan dari total populasi 142 karyawan. Fokus studi adalah menganalisis kinerja rumah sakit dalam lima elemen kunci Sistem Manajemen K3RS (SMK3RS), yaitu Penetapan Kebijakan, Perencanaan, Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi, serta Pemantauan dan Peningkatan Kinerja.
Meskipun secara struktural RSUD Lapatarai telah memenuhi prasyarat formal—dengan terbentuknya Tim K3RS yang didukung oleh SK Direktur—temuan akhir penelitian menyimpulkan bahwa implementasi K3RS secara keseluruhan masih "belum maksimal". Jalur logis temuan secara eksplisit menunjukkan adanya kesenjangan signifikan antara komitmen formal kebijakan dan efektivitas fungsional sistem, dengan titik disfungsi utama terpusat pada aspek evaluasi dan akuntabilitas.
B. Analisis Kuantitatif Temuan Kunci dan Titik Krisis Fungsional
Data yang diperoleh dari lima variabel kunci SMK3RS menyajikan gambaran kontras yang penting bagi pengembangan riset di masa depan. Hasil penelitian menunjukkan kinerja yang "cukup baik" (melampaui 50% respons positif) pada empat dari lima variabel: Penetapan Kebijakan, Manajemen Perencanaan, Pelaksanaan Rencana, dan Pemantauan serta Peningkatan Kinerja.
Pada aspek Manajemen Perencanaan, misalnya, ditemukan bahwa sejumlah 93.6% responden menyatakan keyakinan bahwa penerapan Manajemen K3 dapat secara efektif mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja.
Temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara keyakinan karyawan terhadap efikasi K3 dan kesadaran penerapan K3—sebuah indikator yang menunjukkan potensi kuat untuk program pelatihan atau intervensi berbasis komunikasi yang bertujuan memperkuat kepatuhan sukarela. Lebih lanjut, pada aspek Pelaksanaan Rencana, didapatkan data bahwa 85.1% tenaga kerja melaporkan dapat mengaplikasikan peraturan K3 yang telah ditetapkan. Angka-angka ini menegaskan bahwa pada tingkat kesadaran dan kepatuhan operasional, sistem berjalan cukup baik.
Titik Kegagalan Kritis: Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3RS
Variabel yang bertindak sebagai titik kritis kegagalan fungsional adalah Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3RS. Variabel ini adalah satu-satunya yang menghasilkan skor "kurang baik" karena terdapat satu kriteria pertanyaan yang belum mencapai atau ≤50%.
Kegagalan ini terkonsentrasi pada fungsi akuntabilitas dan tindak lanjut. Secara spesifik, 34.0% dari 47 karyawan responden (yaitu 16 karyawan) melaporkan bahwa Rumah Sakit tidak melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan SMK3. Persentase yang menunjukkan ketidakpercayaan lebih dari sepertiga tenaga kerja terhadap fungsi akuntabilitas ini adalah quantitative proxy terhadap disfungsi internal. Kegagalan untuk memastikan tindak lanjut berarti bahwa meskipun kebijakan dan perencanaan sudah ada, proses koreksi dan pembelajaran (fase Check dan Act dalam model PDCA) tidak berjalan, berpotensi menciptakan siklus risiko yang tidak terputus.
C. Kontribusi Utama terhadap Bidang
Penelitian deskriptif ini memberikan kontribusi yang signifikan dengan mengalihkan fokus riset K3RS dari sekadar kepatuhan regulasi (yang umumnya tercapai di RS terakreditasi) ke isu efektivitas fungsional dan struktural.
- Identifikasi Disconnect Formalitas-Fungsionalitas: Kontribusi krusial adalah validasi empiris bahwa komitmen kebijakan formal (ditunjukkan oleh skor tinggi pada Penetapan Kebijakan dan Perencanaan) dapat eksis secara independen dari akuntabilitas fungsional dan evaluasi. Hal ini menantang asumsi bahwa pembentukan tim K3RS secara otomatis menjamin kinerja sistem.
- Penentuan Akar Masalah Struktural SDM: Penelitian ini secara eksplisit mengidentifikasi akar penyebab kegagalan fungsional ini, yaitu rangkap jabatan pada personel Tim K3RS. Fenomena rangkap jabatan ini menyebabkan setiap personel tidak fokus dalam melakukan tugas K3RS. Defisit struktural ini diperparah oleh fakta bahwa personel tim
tidak memiliki pendidikan khusus mengenai K3, yang menunjukkan adanya gap kompetensi yang menghambat pelaksanaan tugas M&E yang kompleks.
- Menyoroti Data Denial Kultural: Kontribusi yang berwawasan ke depan adalah penemuan bahwa Tim K3RS tidak melakukan pencatatan dan pelaporan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) karena merasa hal tersebut tidak penting untuk dicatat dan dilaporkan. Temuan ini membuka area riset baru yang berfokus pada hambatan budaya, kognitif, atau data denial dalam manajemen risiko, bukan hanya hambatan prosedural semata.
D. Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Sebagai penelitian kuantitatif deskriptif, keterbatasan inherennya terletak pada ketidakmampuannya untuk membangun hubungan kausal yang definitif. Penelitian ini berhasil memetakan apa yang terjadi (M&E buruk), tetapi penjelasan mengenai mengapa (hubungan kausal antara rangkap jabatan dan kualitas M&E) masih bersifat inferensial dan kualitatif.
Keterbatasan Utama:
- Metodologi Non-Kausal: Tidak dapat menetapkan secara statistik hubungan sebab-akibat antara faktor struktural SDM (rangkap jabatan) dan hasil kinerja (evaluasi yang buruk).
- Ketiadaan Data Outcome yang Kuat: Kegagalan pelaporan KAK/PAK yang handal membatasi kemampuan penelitian untuk mengukur dampak nyata kegagalan sistem K3RS terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja. Hal ini menyulitkan analisis epidemiologi pekerjaan.
Pertanyaan Terbuka untuk Agenda Riset Mendatang:
- Bagaimana Indeks Beban Kerja Ganda personel K3RS memengaruhi validitas, reliabilitas, dan ketepatan waktu pelaporan Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3RS?
- Apa faktor psikososial dan budaya organisasi (misalnya, budaya menyalahkan) yang menyebabkan persepsi bahwa data risiko "tidak penting" sehingga menghambat kepatuhan pelaporan wajib?
- Apakah terdapat perbedaan signifikan dalam efektivitas sistem M&E K3RS antara Rumah Sakit Tipe C (yang mungkin memiliki keterbatasan SDM) dan Rumah Sakit Tipe A/B, dan bagaimana temuan ini harus diintegrasikan ke dalam regulasi nasional?
E. 5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan
Rekomendasi riset berikut ini dirancang untuk mengkonversi temuan kualitatif dan hipotesis struktural dari paper ini menjadi agenda riset analitis dan intervensi yang dapat didanai oleh hibah riset.
1. Riset Analitik Kausal: Memodelkan Beban Kerja Struktural dan Kualitas Audit K3RS
Justifikasi Ilmiah: Temuan menunjukkan M&E adalah fungsi yang paling terdegradasi akibat rangkap jabatan Tim K3RS. Penelitian lanjutan harus secara kausal menguji hipotesis ini.
Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Diperlukan studi kuantitatif analitik, idealnya menggunakan analisis jalur atau regresi berganda, yang melibatkan sampel rumah sakit regional.
- Variabel Independen: Indeks Beban Kerja Ganda Tim K3RS, diukur berdasarkan persentase jam kerja yang didedikasikan untuk tugas K3 versus tugas inti lainnya.
- Variabel Dependen: Skor Kualitas Evaluasi Kinerja (diukur dari metrik ketepatan waktu, kelengkapan item audit M&E, dan presentase penyelesaian tindak lanjut, secara spesifik menargetkan responden yang melaporkan kurangnya tindak lanjut (34.0%)).
Kebutuhan Penelitian Lanjutan: Penelitian ini akan memberikan model prediktif yang dapat digunakan oleh regulator dan manajemen rumah sakit untuk merasionalisasi alokasi SDM, memastikan bahwa kinerja K3RS secara langsung terkait dengan kapasitas sumber daya manusia.
2. Studi Kualitatif-Etnografi: Menjelajahi Budaya Data Denial KAK/PAK
Justifikasi Ilmiah: Penolakan untuk mencatat KAK/PAK karena "merasa tidak penting" adalah hambatan budaya mendasar terhadap manajemen risiko berbasis bukti. Mengatasi masalah ini memerlukan pemahaman mendalam tentang budaya organisasi.
Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Pendekatan kualitatif-etnografi mendalam (misalnya, Wawancara Mendalam dan Observasi Partisipan) terhadap Tim K3RS dan pimpinan RS.
- Fokus: Mengidentifikasi persepsi risiko, budaya menyalahkan (blame culture), insentif/disinsentif pelaporan, dan faktor psikososial yang menyebabkan personil mengabaikan kewajiban pelaporan data KAK/PAK.
Kebutuhan Penelitian Lanjutan: Hasilnya akan menjelaskan akar budaya dan kognitif mengapa kepatuhan prosedural formal gagal diterjemahkan menjadi kepatuhan data. Informasi ini krusial untuk merancang intervensi perubahan budaya yang efektif dalam sektor kesehatan.
3. Riset Intervensi: Efikasi Pelatihan K3 Spesialis terhadap Kompetensi Audit
Justifikasi Ilmiah: Ketiadaan pendidikan khusus K3 bagi personel tim menunjukkan adanya defisit kompetensi yang mungkin menjadi penyebab M&E yang tidak efektif.
Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Desain kuasi-eksperimental (Pre-test/Post-test Control Group Design) pada personel K3RS yang saat ini memegang rangkap jabatan.
- Intervensi: Program pelatihan K3 tersertifikasi yang berfokus pada metodologi audit internal, analisis data risiko, dan teknik pelaporan.
- Variabel Dependen: Peningkatan skor objektif dalam studi kasus evaluasi kinerja dan peningkatan kelengkapan Laporan Evaluasi Kinerja K3RS pasca-intervensi, dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Kebutuhan Penelitian Lanjutan: Intervensi berbasis pendidikan ini akan memberikan bukti empiris mengenai efikasi investasi dalam peningkatan kompetensi SDM sebagai solusi langsung untuk menutup gap fungsional yang teridentifikasi, mengarahkan pendanaan riset pada solusi yang teruji.
4. Analisis Komparatif Multi-Level: Kinerja K3RS Berdasarkan Tipe Rumah Sakit
Justifikasi Ilmiah: Kegagalan struktural SDM (rangkap jabatan) dan M&E yang kurang efektif mungkin lebih dominan pada RS Tipe C atau regional karena keterbatasan alokasi sumber daya. Standar implementasi yang seragam (PMK 66/2016) mungkin tidak realistis untuk semua kategori RS.
Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Penelitian komparatif cross-sectional yang melibatkan sampel rumah sakit dengan tipe berbeda (A, B, dan C) dalam satu wilayah operasional.
- Fokus: Membandingkan secara statistik korelasi antara Indeks Beban Kerja K3RS dengan Skor Pemantauan & Evaluasi Kinerja di berbagai tipe RS.
Kebutuhan Penelitian Lanjutan: Penelitian ini sangat penting untuk menentukan apakah standar alokasi SDM K3RS harus didiferensiasi berdasarkan klasifikasi rumah sakit, memastikan bahwa implementasi K3RS efektif dan realistis sesuai dengan konteks dan kapasitas fasilitas kesehatan.
5. Penelitian Longitudinal Prospektif: Evaluasi Kebijakan Reduksi Beban Kerja K3RS
Justifikasi Ilmiah: Mengatasi masalah rangkap jabatan secara langsung dengan mengukur dampak kebijakan alokasi sumber daya penuh waktu.
Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Studi kohort prospektif dengan intervensi kebijakan.
- Intervensi: Pengenalan kebijakan di tingkat manajemen yang mewajibkan dedikasi waktu minimum (misalnya, >80% waktu kerja) untuk personel inti Tim K3RS.
- Pengukuran Outcome: Memantau perubahan tingkat pelaporan KAK/PAK yang terverifikasi, penurunan insiden kecelakaan kerja, dan peningkatan skor Pemantauan dan Evaluasi (M&E) selama periode pengamatan 12–24 bulan.
Kebutuhan Penelitian Lanjutan: Studi ini akan memberikan bukti kausal yang menghubungkan manajemen SDM struktural secara langsung dengan outcome keselamatan kerja, yang merupakan informasi yang sangat dibutuhkan oleh pembuat kebijakan di tingkat Kementerian Kesehatan.
F. Potensi Jangka Panjang dan Implikasi Kebijakan
Temuan kritis dari penelitian ini, yaitu kegagalan fungsi Pemantauan dan Evaluasi (di mana 34.0% responden melaporkan tidak adanya tindak lanjut) , menandakan bahwa risiko jangka panjang di RSUD Lapatarai tidak hanya berasal dari bahaya fisik, tetapi juga dari kegagalan sistem governance dan akuntabilitas data.
Kegagalan sistematis dalam mencatat dan menindaklanjuti insiden (KAK/PAK) menciptakan lingkungan di mana bahaya di tempat kerja terus berulang karena proses korektif tidak pernah diinisiasi atau didokumentasikan secara formal. Kondisi ini sangat berbahaya dalam konteks rumah sakit, mengingat tingginya risiko paparan biologis, ergonomis, dan psikososial.
Penelitian lanjutan yang diusulkan—berfokus pada kausalitas struktural SDM dan hambatan budaya pelaporan—sangat penting untuk mentransformasi standar K3RS di Indonesia. Tujuannya adalah memastikan bahwa standar K3RS bergeser dari sekadar kepatuhan prosedural (yang telah dicapai oleh RSUD Lapatarai) menjadi manajemen risiko berbasis kinerja yang didukung oleh alokasi sumber daya yang optimal dan budaya keselamatan yang kuat. Implikasi kebijakan jangka panjang adalah perlunya merevisi standar akreditasi dan audit K3RS, dengan memberikan bobot yang jauh lebih besar pada indikator outcome (pelaporan KAK/PAK yang valid) dan efektivitas fungsional tim K3RS, daripada sekadar kepatuhan formalitas.
G. Ajakan Kolaboratif dan Referensi Utama
Kami mengajak komunitas akademik, khususnya peneliti di bidang Kesehatan Masyarakat, Epidemiologi Pekerjaan, Ergonomi, dan Manajemen Rumah Sakit, untuk segera merespons defisit kritis yang ditemukan dalam fungsi Pemantauan dan Evaluasi K3RS.
Penelitian lebih lanjut harus melibatkan Institusi Pendidikan Tinggi (Fakultas Kesehatan Masyarakat/K3) untuk pengembangan program pelatihan bersertifikat bagi Tim K3RS yang rangkap jabatan, Kementerian Kesehatan RI dan Lembaga Akreditasi RS Nasional untuk mengintegrasikan temuan defisit M&E ke dalam standar akreditasi yang lebih ketat, dan Asosiasi Rumah Sakit Daerah se-Indonesia untuk memastikan validitas dan keberlanjutan hasil melalui studi komparatif lintas regional dan tipe rumah sakit.
Baca Selengkapnya di: Gambaran Penerapan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) di RSUD Lapatarai Kabupaten Barru . (2023). Window of Public Health Journal, 4(2), 172-178. https://doi.org/10.33096/woph.v4i2.630