Tinjauan Kritis dan Agenda Riset Masa Depan: Model Berbagi Pengetahuan Enam Langkah dalam Pelatihan Keamanan Pangan

Dipublikasikan oleh Raihan

02 Oktober 2025, 14.07

ilustrasi Kegiatan di Instalasi Gizi rumah sakit (foto : rsu karsa husada batu)

Penyakit bawaan makanan merupakan krisis kesehatan masyarakat global yang persisten dan berskala masif. Data menunjukkan sekitar 600 juta penyakit terjadi setiap tahun di seluruh dunia, dengan perkiraan 1 dari 6 orang Amerika (atau 48 juta individu) jatuh sakit setelah mengonsumsi makanan yang tidak aman.1 Menanggapi ancaman ini, sumber daya yang signifikan—termasuk modal manusia dan finansial senilai ratusan juta dolar—telah dialokasikan untuk mengembangkan dan menyelenggarakan program pelatihan bagi penjamah makanan.1 Namun, terdapat paradoks yang mengkhawatirkan: terlepas dari investasi besar ini, hanya ada sedikit bukti empiris yang mendokumentasikan efektivitas program-program tersebut. Sebuah tinjauan sistematis bahkan menilai sebagian besar bukti yang ada berada pada kategori "buruk hingga sedang".

Kegagalan sistemik ini, sebagaimana diuraikan dalam ulasan oleh Yeargin, Gibson, dan Fraser, berakar pada asumsi dasar yang keliru yang mendasari sebagian besar kurikulum pelatihan saat ini: bahwa praktik tidak aman disebabkan oleh kurangnya pengetahuan.1 Akibatnya, pelatihan cenderung berfokus pada transfer informasi secara pasif, dengan harapan bahwa peningkatan pengetahuan secara otomatis akan mengubah perilaku. Pendekatan ini mengabaikan jurang pemisah yang signifikan antara konteks pelatihan yang terkontrol dan konteks implementasi di lingkungan kerja yang dinamis dan penuh tekanan. Ulasan ini menyajikan argumen kuat bahwa kegagalan untuk menjembatani kesenjangan ini bukanlah masalah kecil, melainkan indikasi perlunya perubahan paradigma yang mendesak. Model berbagi pengetahuan enam langkah yang diusulkan dalam paper ini bukan sekadar penyesuaian metodologis, melainkan sebuah kerangka kerja konseptual baru yang dirancang untuk mengatasi kompleksitas transfer pengetahuan dari penelitian ke praktik nyata.

Analisis Model Berbagi Pengetahuan Enam Langkah: Sebuah Kerangka Kerja Sistemik

Model yang diusulkan oleh Yeargin et al. menyajikan proses transfer pengetahuan sebagai sebuah sistem yang terstruktur dan saling berhubungan, bergerak melampaui pendekatan linear sederhana. Model ini diorganisir ke dalam enam langkah yang terbagi dalam dua dyad atau pasangan interaksi utama, yang secara kolektif memetakan perjalanan pengetahuan dari penciptaan hingga penggunaan praktis.1

 

Dyad 1: Transfer antara Peneliti dan Pendidik (Fase "Menciptakan")

Fase pertama ini berfokus pada bagaimana pengetahuan ilmiah dikumpulkan, diolah, dan disiapkan untuk disebarluaskan.

  1. Generation (Generasi Pengetahuan): Langkah ini melibatkan akumulasi dan evaluasi data secara sistematis, terutama dari studi empiris. Paper ini menekankan pentingnya Systematic Literature Reviews (SLR) untuk menyaring dan mensintesis bukti berkualitas tinggi dari volume publikasi ilmiah yang terus meningkat, memastikan bahwa dasar pelatihan adalah ilmu pengetahuan yang kokoh.1
  2. Adaptation (Adaptasi Pengetahuan): Di sini, pengetahuan ilmiah yang kompleks diterjemahkan menjadi pesan-pesan praktis yang dapat ditindaklanjuti. Ini bukan sekadar penyederhanaan, melainkan proses untuk memastikan pesan tersebut relevan, dapat didemonstrasikan, dan mempertimbangkan konteks aplikasi. Pesan yang efektif harus mencakup "apa" yang harus dilakukan dan "bagaimana" cara melakukannya dengan benar.1
  3. Dissemination (Diseminasi Pengetahuan): Langkah ini berkaitan dengan perencanaan strategis tentang bagaimana pengetahuan yang telah diadaptasi akan disampaikan kepada para pendidik. Pemilihan moda penyampaian—baik tatap muka, e-learning, atau campuran—harus mempertimbangkan audiens target dan tujuan pembelajaran untuk memaksimalkan pemahaman dan keterlibatan.1

Dyad 2: Transfer antara Pendidik dan Penjamah Makanan (Fase "Menggunakan")

Fase kedua ini berfokus pada bagaimana penjamah makanan menerima, memproses, dan pada akhirnya menerapkan pengetahuan dalam pekerjaan mereka.

4. Reception (Penerimaan Pengetahuan): Ini adalah momen kontak pertama peserta dengan materi pelatihan. Keberhasilan langkah ini sangat bergantung pada metode pengajaran. Paper ini menganjurkan pendekatan yang berakar pada teori pembelajaran orang dewasa (andragogy), seperti Problem-Based Learning (PBL), yang bersifat kolaboratif dan berpusat pada pemecahan masalah dunia nyata.

5. Adoption (Adopsi Pengetahuan): Setelah menerima informasi, individu melalui proses kognitif untuk mengevaluasi dan memutuskan apakah akan mengadopsi pengetahuan baru tersebut. Paper ini memperkenalkan konsep adopsi "kuat" (untuk penggunaan segera), "lemah" (diarsipkan untuk masa depan), atau "samar" (dianggap tidak relevan). Sering kali, penjamah makanan menunjukkan adopsi kuat terhadap ide (misalnya, "kuman itu berbahaya") tetapi adopsi lemah atau samar terhadap proses (misalnya, "mengintegrasikan cuci tangan 20 detik ke dalam alur kerja yang sibuk").

6. Implementation (Implementasi Pengetahuan): Langkah terakhir adalah penerapan pengetahuan dalam praktik sehari-hari. Keberhasilan implementasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal di luar kendali individu, seperti budaya perusahaan, ketersediaan sumber daya (waktu, fasilitas), dan kebijakan manajemen.

Struktur dyadik ini secara implisit menempatkan pendidik sebagai komponen paling kritis dalam keseluruhan sistem. Mereka berfungsi sebagai jembatan, menerima pengetahuan yang telah diadaptasi dalam Dyad 1 dan kemudian menyebarkannya dalam Dyad 2. Kegagalan pada titik mana pun yang melibatkan pendidik—baik karena adaptasi yang buruk dari peneliti atau keterampilan diseminasi yang tidak efektif—akan menyebabkan kegagalan sistem secara keseluruhan, terlepas dari kualitas sains atau motivasi penjamah makanan. Hal ini menyoroti urgensi untuk memfokuskan penelitian dan intervensi pada kompetensi dan kredibilitas pendidik, sebuah area yang diakui oleh penulis paper sebagai kurang dieksplorasi secara signifikan.1

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Ulasan oleh Yeargin et al. memberikan beberapa kontribusi fundamental yang berpotensi membentuk kembali lanskap penelitian dan praktik dalam pelatihan keamanan pangan.

Pertama, paper ini secara definitif menggeser paradigma dari model "defisit pengetahuan" yang terlalu sederhana ke kerangka kerja "implementasi pengetahuan" yang sistemik dan komprehensif. Dengan mengkritik secara langsung model Pengetahuan, Sikap, dan Praktik (Knowledge, Attitude, and Practice - KAP) yang terbukti tidak efektif dalam menghasilkan perubahan perilaku yang berkelanjutan, paper ini menawarkan alternatif yang lebih bernuansa.1 Kerangka kerja enam langkah ini memaksa para peneliti dan praktisi untuk melihat pelatihan bukan sebagai peristiwa tunggal, melainkan sebagai proses ekologis yang kompleks.

Kedua, kontribusi signifikan terletak pada integrasi multidisiplin ilmu. Model ini secara cerdas mensintesis konsep-konsep dari ilmu implementasi, teori perubahan perilaku, teori pembelajaran orang dewasa (andragogy), dan literatur transfer pelatihan ke dalam satu model koheren yang disesuaikan untuk keamanan pangan. Hal ini sangat penting, mengingat temuan dari tinjauan lain yang dikutip dalam paper bahwa hanya 3 dari 23 studi intervensi keamanan pangan yang melaporkan penggunaan teori perilaku.1 Integrasi ini menyediakan landasan teoritis yang jauh lebih kaya untuk merancang intervensi yang efektif.

Ketiga, paper ini menempatkan "konteks implementasi" sebagai determinan utama keberhasilan pelatihan, bukan sebagai faktor sekunder. Faktor-faktor seperti budaya organisasi, kebijakan manajemen, ketersediaan sumber daya, dan tata letak fisik fasilitas kerja diidentifikasi sebagai elemen krusial yang harus dipertimbangkan sejak tahap adaptasi pengetahuan.1 Sebagian besar program pelatihan saat ini mengabaikan variabel-variabel kontekstual ini, yang menjelaskan mengapa pengetahuan yang diperoleh di ruang kelas sering kali gagal diterapkan di dapur komersial yang sibuk. Lebih jauh lagi, model ini dapat berfungsi sebagai

kerangka kerja diagnostik yang kuat untuk menganalisis kegagalan sistem. Ketika terjadi insiden keamanan pangan, model ini memungkinkan penyelidik untuk melacak akar penyebab di luar "kesalahan manusia" pada tahap Implementasi. Kegagalan tersebut mungkin berasal dari Adopsi (pelatihan tidak memperhitungkan norma sosial), Penerimaan (metode pengajaran tidak efektif), Adaptasi (pedoman tidak praktis), atau bahkan Generasi (ilmu yang mendasarinya lemah).

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun model ini menawarkan kerangka kerja yang kuat, penting untuk mengakui keterbatasan dan area yang memerlukan eksplorasi lebih lanjut. Penulis secara eksplisit mengakui dua keterbatasan utama. Pertama adalah pengecualian kerangka kerja evaluasi. Paper ini menyatakan bahwa evaluasi adalah topik kompleks yang "memerlukan diskusi terpisah," yang berarti bahwa efektivitas model enam langkah di dunia nyata saat ini masih bersifat teoretis dan belum terbukti secara empiris.1 Kedua, peran

kredibilitas pendidik yang belum dieksplorasi. Penulis mencatat bahwa "tidak ada studi yang dipublikasikan yang telah meneliti hubungan antara kredibilitas pendidik keamanan pangan dan hasil pelatihan," menyoroti kesenjangan kritis dalam literatur.1

Di luar keterbatasan yang diakui, terdapat beberapa batasan implisit. Model ini disajikan secara linear, meskipun penulis secara singkat menyebutkan adanya "umpan balik konstan" yang tidak dieksplorasi lebih lanjut.1 Realitas transfer pengetahuan sering kali lebih dinamis dan berulang daripada yang digambarkan oleh alur satu arah. Selain itu, paper ini tidak membahas secara mendalam

intensitas sumber daya yang mungkin diperlukan untuk menerapkan model yang ketat ini, menimbulkan pertanyaan tentang kelayakan dan skalabilitasnya, terutama untuk organisasi kecil dengan anggaran terbatas.

Lebih dalam lagi, kerangka kerja ini memiliki titik buta terhadap dinamika kekuasaan organisasi dan insentif yang tidak selaras. Model ini mengasumsikan aliran pengetahuan yang kooperatif dan rasional. Namun, model ini tidak secara eksplisit memperhitungkan skenario di mana seorang manajer, yang didorong oleh metrik kinerja seperti kecepatan layanan atau biaya tenaga kerja, mungkin secara aktif atau pasif menghalangi praktik yang aman (misalnya, menekan karyawan untuk tidak menghabiskan waktu mencuci tangan). Faktor-faktor seperti "budaya perusahaan" dan "kebijakan" yang disebutkan pada tahap Implementasi bukan hanya penghalang pasif; mereka bisa menjadi kekuatan perlawanan aktif yang dimotivasi oleh insentif yang bertentangan dengan tujuan keamanan pangan. Ini menunjukkan adanya elemen yang hilang terkait "Penyelarasan Pemangku Kepentingan dan Insentif," yang harus diatasi agar model ini efektif dalam praktik.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan justifikasi ilmiah)

Berdasarkan analisis kontribusi dan keterbatasan model, agenda riset berikut diusulkan untuk memvalidasi, menyempurnakan, dan memperluas kerangka kerja yang menjanjikan ini. Setiap rekomendasi dirancang untuk menjawab kesenjangan spesifik yang diidentifikasi dalam paper dan memiliki potensi untuk menghasilkan dampak signifikan pada kebijakan dan praktik pelatihan keamanan pangan.

1. Validasi Empiris Model Enam Langkah Melalui Studi Intervensi Longitudinal

  • Dasar dari Paper: Paper mengusulkan model teoretis tetapi secara eksplisit mengecualikan kerangka kerja evaluasi.1
  • Metodologi yang Diusulkan: Studi kuasi-eksperimental multi-situs (kelompok intervensi vs. kontrol) selama 12 bulan.
  • Variabel/Konteks Baru: Intervensi itu sendiri; ukuran hasil termasuk perilaku yang diamati dan data mikrobiologis.
  • Justifikasi & Potensi Dampak: Memberikan bukti empiris pertama tentang kemanjuran model, yang penting untuk adopsi dan pendanaan yang lebih luas.

2. Mengukur Dampak Kredibilitas Pendidik terhadap Adopsi Praktik

  • Dasar dari Paper: Paper secara eksplisit menyatakan kurangnya penelitian tentang dampak kredibilitas pendidik terhadap hasil.1
  • Metodologi yang Diusulkan: Uji coba terkontrol secara acak dengan profil kredibilitas pendidik yang dimanipulasi (misalnya, ilmuwan vs. koki berpengalaman).
  • Variabel/Konteks Baru: Variabel independen: kredibilitas pendidik. Variabel dependen: keterlibatan peserta, niat perilaku.
  • Justifikasi & Potensi Dampak: Mengkuantifikasi pentingnya peran pendidik, berpotensi merevolusi program sertifikasi dan pengembangan pelatih.

3. Analisis Intervensi yang Menargetkan Adopsi 'Proses' vs. 'Ideasional'

  • Dasar dari Paper: Perbedaan dalam paper antara adopsi ideasional yang kuat dan adopsi proses yang lemah.1
  • Metodologi yang Diusulkan: Studi metode campuran yang membandingkan modul berbasis pengetahuan tradisional dengan modul berbasis simulasi dan pemecahan masalah.
  • Variabel/Konteks Baru: Modalitas pelatihan (fokus ideasional vs. proses) dalam konteks dapur komersial bervolume tinggi.
  • Justifikasi & Potensi Dampak: Secara langsung mengatasi "kesenjangan adopsi ideasional-proses" dan dapat mengarah pada kurikulum baru berbasis simulasi yang sangat efektif.

4. Pengembangan Model Dinamis dengan Umpan Balik (Feedback Loops)

  • Dasar dari Paper: Paper mengakui tetapi tidak mengeksplorasi "umpan balik konstan" dalam proses berbagi pengetahuan.1
  • Metodologi yang Diusulkan: Penelitian tindakan kualitatif, merancang bersama dan menyempurnakan model secara berulang dalam suatu organisasi.
  • Variabel/Konteks Baru: Mekanisme umpan balik itu sendiri dan dampaknya terhadap adaptasi model.
  • Justifikasi & Potensi Dampak: Mengubah model dari kerangka kerja statis dan linear menjadi siklus perbaikan berkelanjutan yang realistis dan dinamis.

5. Analisis Biaya-Manfaat dan Skalabilitas Model untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

  • Dasar dari Paper: Keterbatasan yang tersirat bahwa model ini padat sumber daya dan mungkin tidak layak untuk semua.1
  • Metodologi yang Diusulkan: Analisis ekonomi yang membandingkan total biaya dan manfaat yang dimodelkan (pengurangan risiko) dari model vs. pelatihan standar.
  • Variabel/Konteks Baru: Konteks usaha makanan kecil hingga menengah dengan sumber daya terbatas.
  • Justifikasi & Potensi Dampak: Menjawab pertanyaan kritis tentang kelayakan praktis, menginformasikan pengembangan versi yang dapat diskalakan untuk dampak yang luas.

Kesimpulan: Ajakan Kolaboratif untuk Memvalidasi Kerangka Kerja Masa Depan

Model berbagi pengetahuan enam langkah yang diusulkan oleh Yeargin, Gibson, dan Fraser menyajikan kerangka kerja yang kuat secara teoretis dan sangat dibutuhkan untuk mengatasi inefektivitas pelatihan keamanan pangan yang telah berlangsung lama. Model ini menjauhkan bidang ini dari asumsi yang terlalu sederhana dan mengarahkannya menuju pemahaman sistemik tentang bagaimana pengetahuan ilmiah dapat secara efektif diubah menjadi praktik yang melindungi kesehatan masyarakat. Namun, seperti yang telah diuraikan, potensi penuh dari model ini hanya dapat direalisasikan melalui upaya penelitian yang terpadu, multidisiplin, dan ketat.

Kerangka kerja ini saat ini berada pada tahap konseptual. Untuk memajukannya menjadi alat yang terbukti dan dapat diterapkan, diperlukan sebuah agenda penelitian kolaboratif. Penelitian lebih lanjut harus melibatkan kemitraan strategis antara institusi akademik untuk memimpin desain penelitian dan validasi empiris; badan kesehatan masyarakat (seperti dinas kesehatan dan lembaga pengawas makanan) untuk memfasilitasi implementasi dan menyediakan data pengawasan; serta mitra industri (dari perusahaan besar hingga UKM) untuk menyediakan lingkungan pengujian di dunia nyata dan memastikan relevansi praktis. Hanya melalui upaya bersama ini kita dapat memvalidasi, menyempurnakan, dan pada akhirnya menerapkan model ini untuk memastikan bahwa investasi besar dalam pelatihan keamanan pangan menghasilkan hasil yang terukur: pengurangan signifikan dalam beban penyakit bawaan makanan.

Baca Selengkapnya di https://doi.org/10.4315/JFP-21-146