Pesatnya pertumbuhan sektor konstruksi di Indonesia dalam satu dekade terakhir menandai babak baru dalam pembangunan infrastruktur nasional. Sejak tahun 2014, pembangunan jalan tol, jembatan, sistem transportasi massal seperti LRT, hingga kawasan pemukiman terus digenjot oleh pemerintah. Dalam konteks percepatan pembangunan ini, pentingnya efisiensi proyek menjadi krusial. Sayangnya, data menunjukkan bahwa 38% proyek konstruksi di Indonesia mengalami keterlambatan dan 15% lainnya mengalami pemborosan waktu dan biaya. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi canggih seperti Building Information Modeling (BIM) menjadi sangat relevan. Artikel yang ditulis oleh Abdi Suryadinata Telaga dalam IOP Conference Series: Materials Science and Engineering menyajikan tinjauan literatur yang tajam dan mendalam mengenai perkembangan, penerapan, serta tantangan BIM di Indonesia.
Konteks dan Pentingnya BIM
BIM merupakan metode permodelan digital tiga dimensi yang terintegrasi dengan berbagai informasi proyek konstruksi, mulai dari desain, perencanaan, estimasi biaya, hingga operasional bangunan. Di banyak negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Korea Selatan, BIM telah menjadi standar baku untuk proyek konstruksi besar. BIM menawarkan efisiensi dalam komunikasi antarpihak, deteksi dini konflik desain, manajemen waktu, hingga estimasi biaya yang lebih akurat. Namun, meskipun potensinya besar, adopsi BIM di Indonesia tergolong lambat dan sporadis.
Penulis melakukan kajian literatur dengan pendekatan deskriptif, menelusuri artikel berbahasa Inggris maupun Indonesia yang membahas penerapan BIM di Indonesia. Hasil awal pencarian di database ilmiah internasional seperti ScienceDirect dan Google Scholar menghasilkan hanya tujuh artikel relevan hingga tahun 2017. Data ini menunjukkan bahwa kajian ilmiah mengenai BIM di Indonesia masih minim. Dari ketujuh artikel tersebut, sebagian besar berasal dari jurnal nasional atau prosiding lokal. Dengan demikian, riset BIM di Indonesia masih dalam tahap embrionik dan memerlukan dorongan kuat dari akademisi serta praktisi.
Temuan Kunci dan Studi Kasus
Penulis mengelompokkan hasil kajian menjadi tiga dimensi utama berdasarkan kerangka kerja Jung dan Jo, yaitu dimensi teknologi, perspektif (sudut pandang), dan manajemen konstruksi. Sebanyak 71,43% artikel fokus pada aspek teknologi, menandakan ketertarikan awal pada manfaat praktis BIM.
Salah satu studi yang menarik adalah perbandingan proyek bangunan 20 lantai menggunakan metode BIM dan konvensional. Hasilnya menunjukkan efisiensi waktu perencanaan meningkat hingga 50%, penghematan tenaga kerja sebesar 26,66%, dan penurunan biaya SDM mencapai 52,25%. Ini membuktikan bahwa BIM bukan hanya tren, tetapi membawa dampak konkret dalam efisiensi sumber daya dan pengendalian biaya.
Studi lainnya mengungkap bahwa penerapan BIM dalam tahap prapembangunan mampu memperkirakan kebutuhan logistik dan ruang gerak di lapangan dengan lebih akurat. Hal ini penting mengingat banyak proyek konstruksi di perkotaan menghadapi kendala ruang yang sempit dan lalu lintas padat.
Tantangan Implementasi BIM
Meskipun manfaatnya nyata, adopsi BIM di Indonesia menghadapi beberapa hambatan serius. Tantangan internal mencakup minimnya tenaga kerja yang memiliki keahlian BIM, resistensi teknologi dari manajemen senior, dan kurangnya pemahaman terhadap potensi strategis BIM. Sementara itu, tantangan eksternal meliputi rendahnya permintaan BIM dari pemilik proyek, mahalnya biaya lisensi perangkat lunak, serta ketidakcocokan antara berbagai platform BIM.
Penelitian juga mencatat bahwa perusahaan konstruksi kecil dan menengah (UKM) paling rentan terhadap hambatan ini. Investasi awal BIM dinilai terlalu tinggi jika dibandingkan dengan skala proyek yang cenderung sederhana. Sementara di sisi akademik, meskipun kesadaran terhadap BIM tinggi (sekitar 70%), tingkat implementasinya masih rendah (38%). Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara pemahaman teoritis dan praktik lapangan.
Tingkat Kematangan BIM di Indonesia
Dalam studi ini, penulis menggunakan kerangka maturitas BIM berdasarkan klasifikasi dari Succar (2009). Mayoritas perusahaan konstruksi Indonesia masih berada di tingkat 0 dan 1. Tingkat 0 adalah fase pra-BIM, di mana dokumen proyek masih dalam format 2D dan informasi biaya serta spesifikasi disusun terpisah. Tingkat 1 menunjukkan bahwa perusahaan sudah mulai menggunakan objek 3D untuk visualisasi, namun belum mengintegrasikan informasi biaya, waktu, dan pemeliharaan. Saat ini, sebagian besar perusahaan Indonesia baru sebatas menggunakan BIM untuk modeling dan presentasi visual, bukan sebagai alat manajemen proyek menyeluruh.
Implikasi dan Rekomendasi Strategis
Berdasarkan hasil kajian, penulis menyarankan beberapa langkah strategis agar adopsi BIM di Indonesia meningkat. Pertama, perlu adanya integrasi pelatihan BIM dalam kurikulum pendidikan teknik sipil dan arsitektur di tingkat universitas. Langkah ini penting untuk menciptakan tenaga kerja siap pakai yang mampu mengoperasikan dan mengimplementasikan BIM secara menyeluruh. Kedua, asosiasi industri bersama pemerintah perlu mendorong adanya subsidi atau insentif lisensi perangkat lunak BIM untuk UKM. Ketiga, diperlukan kebijakan nasional yang mewajibkan penggunaan BIM untuk proyek-proyek pemerintah di atas nilai tertentu, seperti yang telah dilakukan oleh Singapura dan Inggris.
Penulis juga menekankan perlunya kerjasama antara akademisi dan industri untuk menciptakan riset terapan yang bisa mengatasi tantangan spesifik di lapangan. Kolaborasi ini juga dapat meningkatkan jumlah publikasi ilmiah internasional tentang BIM dari Indonesia yang saat ini masih sangat rendah (hanya tiga artikel internasional sejak 2013).
Penutup
Secara keseluruhan, artikel ini memberikan kontribusi signifikan dalam menggambarkan kondisi aktual implementasi BIM di Indonesia. Meskipun adopsi BIM masih dalam tahap awal dan menghadapi berbagai kendala, manfaat nyata dalam efisiensi proyek menunjukkan bahwa BIM layak untuk terus didorong. Dengan strategi yang tepat dan dukungan kebijakan yang kuat, BIM berpotensi menjadi game changer dalam industri konstruksi Indonesia.
Artikel ini juga menegaskan bahwa masa depan pembangunan infrastruktur nasional tidak bisa hanya mengandalkan metode konvensional. Transformasi digital melalui BIM harus menjadi bagian integral dari proses pembangunan jika Indonesia ingin bersaing di tingkat global dan mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
Sumber asli:
Telaga, Abdi Suryadinata. 2018. A review of BIM (Building Information Modeling) implementation in Indonesia construction industry. IOP Conf. Series: Materials Science and Engineering, 352(1): 012030.