Terhenti Ekspor Nikel Mentah, Industri Pengolahan dan Smelter Siap Menggeliat Kembali

Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja

24 April 2024, 08.13

Sumber: republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu tumbuhnya industri pengolahan dan pemurnian (smelter). Hal itu karena sejalan dengan kebijakan hilirisasi guna meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri.

Langkah strategis ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pemerintah akan menghentikan ekspor bahan mentah minerba secara bertahap. “Bapak Presiden Jokowi menekankan, kita akan stop ekspor bahan mentah nikel, kemudian tahun depan untuk bauksit, selanjutnya tembaga, emas, dan timah. Artinya, kita harus mendirikan industri smelternya di tanah air dalam rangka meningkatkan nilai tambah raw material tersebut,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (28/12).

Kemarin, Senin (27/12), Kepala Negara didampingi sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju, antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menperin Agus meresmikan pabrik smelter bijih nikel PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) yang berlokasi di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Acara peresemian tersebut digelar di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Menperin menjelaskan, PT GNI merupakan industri smelter yang akan menghasilkan feronikel dengan kapasitas produksi mencapai 1,8 juta ton per tahun. 

Perusahaan ini memberikan nilai tambah yang tidak sedikit, dari bijih nikel yang diolah menjadi feronikel, nilai tambahnya meningkat sebesar 14 kali lipat. Apabila dari bijih nikel diolah menjadi billet stainless steel, nilai tambahnya meningkat 19 kali lipat.

“Oleh karenanya, dengan penambahan investasi oleh PT GNI ini, program hilirisasi mineral berbasis sumber daya alam di tanah air bisa semakin cepat pencapaiannya. Hal ini melengkapi lini produksi yang dilakukan oleh pabrik smelter PT Obsidian Stainless Steel di Konawe, Sulawesi Tenggara,” jelas Agus.

PT Obsidian Stainless Steel merupakan industri smelter penghasil feronikel dengan kapasitas sebesar 1,2 juta ton per tahun, dan memproduksi billet stainless steel dengan kapasitas 1 juta ton per tahun. Selain itu, terdapat PT Virtue Dragon Nickel Industry, yang juga merupakan pabrik smelter penghasil feronikel dengan kapasitas mencapai 1 juta ton per tahun.

“PT GNI, PT Obsidian Stainless Steel, PT Virtue Dragon Nickel Industry, merupakan satu group yang telah dan akan menjadi bagian dari rencana besar pemerintah Indonesia untuk mendorong hilirisasi industri dalam peningkatan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri,” jelas Menperin. Total investasi dari ketiga industri smelter tersebut mencapai 8 miliar dolar AS, dengan target penyerapan tenaga kerja sebanyak 27 ribu orang. 

Dari perusahaan yang beroperasi, sudah mampu menyumbang kepada penerimaan negara berupa pajak sebesar Rp1,03 triliun sejak 2019 hingga 2021. Secara keseluruhan, nilai realisasi investasi pabrik smelter nikel yang ada di Indonesia sampai saat ini sudah menembus 15,7 miliar dolar AS. 

Selanjutnya, ekspor produk feronikel setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini memberikan dampak positif terhadap penambahan devisa. “Pada 2020, ekspor feronikel mencapai 4,7 miliar dolar AS dan pada periode Januari hingga Oktober 2021 tercatat sebesar 5,6 miliar dolar AS,” kata dia.

Merujuk data World Top Export, Indonesia menempati peringkat ke-1 di dunia sebagai negara pengekspor produk berbasis nikel (stainless steel slab, stainless billet dan stainless steel coil), dengan total ekspor senilai USD 1,63 miliar pada tahun 2020. Agus melanjutkan, keberhasilan dari kebijakan hilirisasi industri ini juga berkontribusi pada peningkatan serapan jumlah tenaga kerja. 

Selain itu, berkembangnya industri smelter di dalam negeri, memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional dan wilayah setempat yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Sebagai ilustrasi, kalau biasanya Kabupaten Konawe ini pertumbuhan ekonominya sekitar 5-6% sebelum ada investasi datang, selama dua tahun terakhir ini pertumbuhannya sudah di angka belasan persen,” tutur dia.

Efek positif yang luas dari aktivitas industri tersebut, bahkan mampu mengurangi angka kemiskinan. “Hal ini membuktikan adanya kemitraan yang saling menguntungkan antara industri dengan masyarakat guna membawa kemajuan bersama, termasuk tumbuhnya wirausaha di lingkungan pabrik serta dapat meningkatkan infrastruktur sosial yang dibutuhkan masyarakat,” tutur Menperin.

Sementara, Direktur Utama PT GNI Wisma Bharuna mengatakan, saat ini di Indonesia sudah muncul beragam produk turunan dari stainless steel, yang antara lain digunakan untuk memproduksi panci, sendok, dan sebagainya. Ia berharap, dengan adanya hilirisasi, semua produk bisa didapatkan di dalam negeri, akan ada alih teknologi, dan semuanya bisa mensejahterakan rakyat.

“Segala macam itu harus dari sini semua sehingga sudah tidak lagi ke luar negeri, semuanya dipakai untuk kita, barangnya barang kita, kemudian nanti untuk menyejahterakan semuanya. Nanti ada alih teknologinya, metalurginya, anak-anak lebih pintar, semua lapangan pekerjaan ya semua Indonesia kaya, semua ada disini,” ujar Wisma.

Sumber:  ekonomi.republika.co.id