Teori Baru Arsitektur, "Stonehenge" Struktur Bangunan Dua Lantai

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta

04 Maret 2022, 12.02

Sarah Ewbank menunjukkan teorinya bahwa Stonehenge adalah batu-batu bekas bangunan rumah bundar di Zaman Perunggu. (Kompas.com)

Mungkinkah situs megalitikum yang tersohor, Stonehenge, menopang sebuah rumah bundar dua lantai dari kayu yang digunakan misalnya untuk pesta atau untuk musisi? Teori tersebut diungkapkan seorang arsitek lanskap Inggris. Ia merancang sebuah model kecil dari gambaran rumah yang dia bayangkan.

Saat ini, ia tengah mencari dana untuk membangun model tersebut dengan skala struktur 1:10. Sarah Ewbank mengatakan fakta bahwa dia bukanlah seorang arkeolog telah membebaskan dia dari praduga dan memungkinkannya untuk mendekati masalah ini dengan cara lain.

Ewbank punya visi khusus terhadap Stonehenge yakni sebuah ruang oval besar dikelilingi oleh galeri. "Menariknya, tingkat atas dibuat berjenjang, ketinggian bagian yang berbeda mencerminkan ketinggian trilithon (dua kayu tegak yang menyangga satu batu datar seperti meja) yang berbeda," kata Ewbank.

Mempertimbangkan balai dan galeri terisi, memungkinkan banyak orang berkumpul untuk mendengarkan pembicara, atau mungkin mengadakan pesta di galeri dengan orang-orang menari di bawahnya.

Menurut Ewbank, seperti sebuah bangunan indah yang sering digunakan, struktur ini mirip Albert Hall di London yang berfungsi mengakomodasi setiap jenis pertemuan.

 Batu-batu Stonehenge di Inggris

Ewbank percaya, nenek moyang zaman Perunggu menggunakan Stonehenge setiap kali diperlukan. Nenek moyang zaman Perunggu adalah orang-orang yang cerdas dengan kebutuhan mirip dengan kita hari ini.

"Lupakan kain pinggang berbulu dan hal-hal ritual pengorbanan lainnya, itu salah," tutur Ewbank. Dia menerangkan, teori ini telah dibahas dengan para ahli. Beberapa dari mereka setuju dengan interpretasinya terkait penggunaan bangunan. Namun para ahli lain sangat tidak setuju dan sependapat untuk tampilan tradisionalnya.

Ewbank berspekulasi, sisi rumah terbuat dari kayu oak dan atap jerami. Tentu saja, kayu atau jerami tersebut sangat tidak mungkin akan bertahan ribuan tahun seiring keberadaan Stonehenge saat ini. Dengan demikian, menemukan bukti fisik untuk teori selain tata letak batu sendiri adalah hal yang tidak mungkin.

Bahkan, dia mengatakan, banyak orang telah bertanya apakah ada bukti atas keberadaan atap itu sendiri. Ewbank menunjukkan, biara berusia 500 tahun saja telah kehilangan atap. "Jadi jangan berharap untuk menemukan struktur kayu yang tergeletak di sekitar situs yang berdiri setelah 4.000 tahun," katanya. Penguatan teori Ewbank pun membuat daftar beberapa alasan untuk menguatkan teorinya.

Alasan pertama, adanya salah satu batu yang disebut "ambang pintu".

Kedua, batu-batu biru memiliki alur di dalamnya untuk tujuan struktural.

Alasan ketiga, jarak trilithon tepat untuk mendukung empat kerangka atap. Perbedaan tinggi antara trilithon memungkinkan peningkatan dari kerangka tersebut. Untuk membentuk kerangka besar, hanya dibutuhkan delapan kayu oak berkuran 16 meter.

Usia perunggu ek sangat mungkin lebih tua dan lebih baik daripada yang tersedia saat ini. Hal tersebut dapat dilihat dari bangunan kapal di waktu lampau yang dibuat menggunakan pohon oak, memiliki ukuran yang besar.

"Jika orang-orang zaman Perunggu mampu menggali, bergerak dan membentuk batu yang beratnya 20 sampai 50 ton, mereka juga membentuk atap dengan pohon oak," sebut Ewbank. Ia menambahkan, para arkeolog sangat terobsesi dengan penentuan tangga dan makna dari Stonehenge. Ewbank berpikir hal tersebut sebagai kehancuran.

Dengan kemampuan desain, ia bisa bekerja di luar dari apa yang telah dipikirkan selama ini. Jika merunut kembali ke Zaman Perunggu, saat itu masih penghujan. Menurut dia, tidak masuk akal jika memindahkan 75 batu besar saja untuk bisa menari di sekitarnya selama dua kali dalam setahun. "Jika Anda menempatkan atap di atasnya, Anda dapat menggunakannya sepanjang tahun," jelas Ewbank.

Sementara itu, orang-orang kuno rupanya memindahkan batu tersebut dengan jarak cukup jauh. Arkeolog mengumumkan pada bulan Desember tahun 2015 bahwa mereka menemukan lubang yang berada tepat di tonjolan batu di Wales dari batu asal Stonehenge. Hal ini mengungkapkan bahwa batu ini digali 500 tahun sebelum mereka dirakit menjadi lingkaran batu terkenal yang masih berdiri hari ini di Wiltshire, Inggris. Penemuan dramatis tersebut menunjukkan bahwa beberapa batu yang membentuk monumen kuno pertama kali didirikan sebagai struktur di Wales dan kemudian dibongkar, diangkut, dan disusun kembali lebih dari 140 mil jauhnya di Salisbury Plain.

Sumber Artikel: Kompas.com