Teknologi Informasi dan Industri 4.0 sebagai Fasilitator Internasionalisasi dan Kinerja Bisnis

Dipublikasikan oleh Hansel

30 Oktober 2025, 03.17

freepik.com

Pendahuluan: Pertemuan Teknologi dan Globalisasi

Di era globalisasi, perusahaan dihadapkan pada tekanan kompetitif yang semakin intens. Perubahan cepat dalam teknologi digital, integrasi ekonomi global, serta tuntutan konsumen membuat perusahaan tidak lagi cukup hanya mengandalkan strategi lokal. Paper ini menyoroti sebuah pertanyaan penting: apakah penggunaan Teknologi Informasi (TI) dan adopsi teknologi Industri 4.0 benar-benar berpengaruh terhadap internasionalisasi serta kinerja bisnis?

Pertanyaan tersebut relevan karena banyak perusahaan, khususnya di negara berkembang, menghadapi dilema: apakah investasi dalam TI dan teknologi baru benar-benar menghasilkan nilai lebih, atau sekadar mengikuti tren? Dengan mengambil 168 perusahaan di Bogotá, Kolombia sebagai sampel, penulis mencoba memberikan jawaban empiris sekaligus menyusun kerangka konseptual mengenai peran teknologi dalam strategi global.

 

Kerangka Teoretis: Teknologi Sebagai Enabler

Teknologi Informasi dalam Perspektif Strategi

Dalam literatur manajemen, TI sudah lama dipandang sebagai infrastruktur strategis. Paper ini menekankan bahwa TI berperan melampaui fungsi administratif. Ia memungkinkan:

  • Integrasi proses bisnis lintas unit organisasi.
  • Akses informasi global yang mempercepat pengambilan keputusan.
  • Pengurangan biaya transaksi dalam aktivitas lintas batas.

Secara konseptual, penulis menghubungkan peran TI dengan teori resource-based view (RBV). Menurut pandangan ini, keunggulan kompetitif lahir dari sumber daya yang bernilai, langka, sulit ditiru, dan sulit digantikan. TI, bila diimplementasikan dengan baik, memenuhi kriteria tersebut.

Industri 4.0 sebagai Paradigma Baru

Sementara TI dipandang sebagai fondasi, Industri 4.0 dianggap sebagai lompatan paradigma. Teknologi seperti Internet of Things (IoT), big data, cloud computing, dan kecerdasan buatan bukan hanya meningkatkan efisiensi, tetapi menciptakan model bisnis baru.

Paper ini memosisikan Industri 4.0 sebagai transisi dari otomatisasi (era TI tradisional) menuju otonomi. Mesin tidak hanya menjalankan instruksi manusia, tetapi juga mampu menganalisis data, berkomunikasi, dan mengambil keputusan.

Internasionalisasi sebagai Strategi Pertumbuhan

Internasionalisasi dalam penelitian ini tidak hanya diartikan sebagai ekspor, melainkan strategi menyeluruh untuk memasuki pasar global. Hambatan klasik berupa liability of foreignness—seperti keterbatasan informasi, jarak budaya, dan tingginya biaya koordinasi—dapat dikurangi melalui pemanfaatan TI.

 

Hasil dan Temuan Empiris

Perbedaan Penggunaan TI antara Perusahaan Lokal dan Internasional

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang berorientasi internasional memiliki tingkat penggunaan TI lebih tinggi (rata-rata 3,91) dibanding perusahaan lokal (3,36).

Refleksi: Angka ini menegaskan bahwa TI bukan sekadar “pelengkap” melainkan prasyarat untuk bersaing di pasar global. Tanpa infrastruktur TI yang kuat, perusahaan cenderung hanya mampu bermain di pasar lokal.

TI dan Internasionalisasi

Analisis regresi mengungkap bahwa penggunaan TI mampu menjelaskan 9,6% variabilitas dalam internasionalisasi perusahaan dengan signifikansi tinggi (p = 0,008).

Interpretasi konseptual: meskipun angkanya terlihat kecil, hal ini penting karena internasionalisasi adalah fenomena multifaktor. TI di sini berfungsi sebagai jembatan untuk mengurangi hambatan jarak dan informasi. Tanpa TI, strategi global akan sangat terbatas.

TI dan Kinerja Bisnis

Hubungan TI dengan kinerja terbukti lebih kuat:

  • Korelasi positif r = 0,422 (p = 0,000).
  • Kontribusi regresi: 25,6% variabilitas kinerja dijelaskan oleh penggunaan TI.

Refleksi teoretis: angka seperempat ini menegaskan bahwa TI memiliki peran strategis dalam meningkatkan kinerja, baik melalui efisiensi operasional, pengurangan biaya, maupun peningkatan layanan pelanggan. Namun, fakta bahwa 74,4% kinerja dijelaskan oleh faktor lain juga menjadi pengingat bahwa TI hanyalah satu dari sekian banyak faktor.

Adopsi Teknologi Industri 4.0

Menariknya, tingkat adopsi teknologi Industri 4.0 masih rendah:

  • Rata-rata keseluruhan hanya 1,90 dari skala 5.
  • Cloud computing menjadi teknologi dengan adopsi tertinggi (3,1).
  • Robot otonom (1,25) dan 3D printing (1,33) menjadi yang terendah.

Refleksi: rendahnya adopsi menunjukkan bahwa banyak perusahaan di negara berkembang masih berada pada tahap awal transformasi digital.

Industri 4.0 dan Kinerja Bisnis

Meskipun tingkat adopsinya rendah, dampak Industri 4.0 terhadap kinerja justru lebih kuat:

  • Korelasi positif r = 0,500 (p = 0,000).
  • Kontribusi regresi: 30,2% variabilitas kinerja dijelaskan oleh teknologi Industri 4.0.

Refleksi konseptual: hasil ini menunjukkan potensi performance leap. Artinya, meskipun sedikit perusahaan yang berinvestasi di teknologi ini, mereka yang melakukannya cenderung mengalami peningkatan kinerja yang signifikan.

 

Kritik Metodologis

  1. Keterbatasan Geografis
    Penelitian hanya dilakukan di Bogotá, Kolombia. Hal ini membatasi generalisasi, karena infrastruktur digital, budaya, dan regulasi berbeda di tiap negara.
  2. Pengukuran Subjektif
    Tingkat penggunaan teknologi diukur dengan skala Likert (1–5). Ini rawan bias persepsi karena hanya berdasarkan penilaian responden, bukan data objektif seperti nominal investasi atau intensitas penggunaan teknologi.
  3. Korelasi vs Kausalitas
    Penelitian menunjukkan adanya korelasi, tetapi tidak membuktikan kausalitas. Bisa jadi perusahaan yang lebih sukseslah yang lebih mampu berinvestasi dalam teknologi, bukan sebaliknya.
  4. Kurangnya Dimensi Organisasional
    Penulis fokus pada hubungan teknologi dengan kinerja, tetapi tidak menggali bagaimana budaya organisasi, kepemimpinan, atau strategi inovasi berinteraksi dengan teknologi.

 

Refleksi Konseptual Mendalam

TI sebagai Infrastruktur Globalisasi

Data empiris menunjukkan TI lebih berperan dalam internasionalisasi daripada Industri 4.0. Refleksi ini masuk akal: TI menyediakan bahasa komunikasi global melalui e-mail, platform digital, ERP, hingga e-commerce. Tanpa TI, perusahaan akan sulit membangun jaringan internasional.

Industri 4.0 sebagai Mesin Inovasi

Industri 4.0, meski adopsinya rendah, memiliki pengaruh lebih besar terhadap kinerja. Hal ini menegaskan bahwa Industri 4.0 bukan sekadar perpanjangan TI, melainkan paradigma baru yang mampu menghasilkan inovasi produk, layanan, dan model bisnis.

Data sebagai Faktor Produksi Baru

Baik TI maupun Industri 4.0 berpusat pada data. Jika revolusi industri sebelumnya digerakkan oleh energi, maka revolusi keempat ini digerakkan oleh data. Dalam kerangka ekonomi, data kini berperan sebagai faktor produksi baru yang setara dengan modal dan tenaga kerja.

Mesin sebagai Aktor Otonom

Industri 4.0 memperkenalkan ide bahwa mesin bukan sekadar alat, tetapi aktor organisasi dengan kapasitas otonom. Konsep ini menantang teori organisasi tradisional yang selalu menempatkan manusia sebagai pusat pengambilan keputusan.

 

Implikasi Ilmiah

  1. Kontribusi pada Teori Internasionalisasi
    Penelitian ini menunjukkan bahwa TI berperan sebagai enabler untuk menembus pasar global. Hal ini memperkaya teori internasionalisasi yang sebelumnya lebih menekankan faktor modal dan strategi pemasaran.
  2. Kontribusi pada Teori Resource-Based View
    TI dan Industri 4.0 terbukti memberikan nilai strategis yang berkontribusi langsung pada kinerja bisnis, sehingga dapat dipandang sebagai sumber daya yang bernilai dalam kerangka RBV.
  3. Paradigma Baru dalam Organisasi
    Temuan tentang pengaruh Industri 4.0 membuka jalan bagi teori baru tentang organisasi di mana mesin dan algoritma diperlakukan sebagai bagian integral dari ekosistem pengambilan keputusan.

 

Kesimpulan: Potensi dan Tantangan

Paper ini berhasil menunjukkan bahwa:

  • TI mendorong internasionalisasi dengan kontribusi 9,6%.
  • TI meningkatkan kinerja bisnis dengan kontribusi 25,6%.
  • Industri 4.0 berkontribusi lebih besar (30,2%) terhadap kinerja meskipun tingkat adopsinya masih rendah.

Secara konseptual, penelitian ini memperkuat pemahaman bahwa TI dan Industri 4.0 adalah instrumen strategis dalam era globalisasi. Namun, keterbatasan metodologi dan konteks geografis membuat hasilnya perlu diuji ulang di sektor dan negara lain.

Refleksi akhir: kontribusi utama paper ini adalah memperlihatkan transformasi teknologi dari sekadar alat operasional menjadi sumber daya strategis yang membentuk arah internasionalisasi dan kinerja organisasi. Secara ilmiah, penelitian ini membuka ruang bagi teori baru tentang peran data, teknologi otonom, dan ekosistem digital dalam membentuk daya saing global di abad ke-21.

 

Sumber Artikel:

http://dx.doi.org/10.15446/ing.investig.v40n3.81696