Pendahuluan: Menyatukan Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial dalam Konstruksi Modern
Dalam dunia yang makin digerakkan oleh tuntutan keberlanjutan, industri konstruksi, yang selama ini dikenal sebagai sektor dengan jejak karbon dan dampak sosial-ekonomi besar, dihadapkan pada tantangan mendasar: bagaimana bertransformasi menjadi lebih berkelanjutan secara holistik?
Aleksandar Mitic, melalui tesisnya, mencoba menjawab tantangan tersebut dengan menyelidiki peran modal sosial (social capital) dalam mendukung transformasi menuju corporate sustainability di industri konstruksi Denmark. Studi ini menggabungkan pendekatan teoretis dan praktis untuk menunjukkan bahwa hubungan antarmanusia dan jaringan kepercayaan bukan hanya pelengkap, melainkan pendorong utama dalam membentuk keberlanjutan korporasi.
Kerangka Teoretis: Corporate Sustainability dan Modal Sosial
Corporate Sustainability sebagai Kerangka Tiga Dimensi
Penulis mendefinisikan keberlanjutan korporasi (CS) sebagai integrasi ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup dalam praktik bisnis. Tujuannya bukan semata-mata pertumbuhan ekonomi jangka pendek, tetapi penciptaan nilai jangka panjang yang seimbang bagi pemangku kepentingan.
Tiga dimensi yang menjadi dasar CS menurut penulis adalah:
-
Dimensi Lingkungan: pengurangan emisi, efisiensi sumber daya, konstruksi ramah lingkungan.
-
Dimensi Sosial: keselamatan kerja, kesejahteraan karyawan, partisipasi komunitas.
-
Dimensi Ekonomi: profitabilitas, efisiensi proses, dan daya saing jangka panjang.
Social Capital: Hubungan Sebagai Aset Strategis
Social capital didefinisikan sebagai “resources embedded in social networks” — sumber daya yang muncul dari hubungan interpersonal, kepercayaan, dan norma bersama. Penulis membagi modal sosial ke dalam tiga kategori:
-
Bonding social capital: keterikatan internal dalam kelompok yang homogen (misalnya antarpekerja)
-
Bridging social capital: hubungan antar kelompok berbeda dalam organisasi (misalnya manajer dan pekerja lapangan)
-
Linking social capital: koneksi vertikal antara organisasi dengan institusi (misalnya pemerintah, regulator)
📌 Refleksi teoretis: Dalam konteks konstruksi, relasi yang sehat antaraktornya bukan hanya menciptakan efisiensi, tapi menjadi landasan implementasi praktik keberlanjutan yang konsisten.
Metodologi: Studi Kualitatif Berbasis Studi Kasus
Penelitian ini mengadopsi metode kualitatif, khususnya multiple case studies pada beberapa perusahaan konstruksi di Denmark. Data dikumpulkan melalui:
-
Wawancara semi-terstruktur dengan 19 narasumber dari berbagai perusahaan
-
Observasi terhadap praktik internal
-
Analisis dokumen internal dan laporan keberlanjutan
Alasan Pemilihan Denmark:
Denmark dikenal sebagai pelopor dalam kebijakan lingkungan dan memiliki industri konstruksi yang cukup maju dan terbuka terhadap inovasi sosial dan teknologi.
Hasil dan Analisis: Modal Sosial Sebagai Pengungkit Transformasi
1. Modal Sosial Meningkatkan Komitmen Terhadap Keberlanjutan
Mitic menemukan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi antarindividu lebih cenderung melakukan inovasi keberlanjutan. Ini termasuk penerapan material ramah lingkungan dan sistem kerja yang fleksibel.
📌 Makna teoritis: Ketika hubungan didasarkan pada kepercayaan, perubahan tidak dipaksakan oleh kebijakan, tetapi tumbuh dari inisiatif dan kesepakatan internal.
2. Bridging Capital Memfasilitasi Kolaborasi Lintas Fungsi
Studi menunjukkan bahwa tim lintas departemen yang memiliki komunikasi terbuka dapat menjembatani perbedaan tujuan antara aspek teknis dan strategis keberlanjutan. Proyek yang melibatkan teknisi dan manajer lingkungan secara aktif sejak awal lebih sukses mencapai target sustainability.
3. Linking Capital Meningkatkan Kepatuhan dan Inovasi
Hubungan baik antara perusahaan dengan pemerintah dan LSM membuka ruang untuk akses terhadap insentif, kemitraan proyek hijau, dan legitimasi publik. Beberapa perusahaan bahkan terlibat dalam proyek percontohan konstruksi nol-emisi.
Data Studi: Angka yang Menegaskan Relasi
-
85% responden menyatakan bahwa hubungan interpersonal memengaruhi komitmen individu terhadap agenda keberlanjutan.
-
Perusahaan dengan tim keberlanjutan terintegrasi lebih sering mencatat peningkatan efisiensi energi >10% dalam dua tahun terakhir.
-
14 dari 19 responden menekankan pentingnya forum informal (kopi pagi, diskusi mingguan) sebagai pemicu ide-ide berkelanjutan.
📌 Refleksi teoritis: Praktik kecil seperti ruang percakapan informal ternyata memainkan peran besar dalam membangun budaya keberlanjutan yang bukan top-down.
Narasi Argumentatif: Relasi sebagai Infrastruktur Tak Kasat Mata
Penulis menyusun argumen bahwa keberlanjutan tidak hanya ditentukan oleh teknologi atau kebijakan perusahaan, tetapi didorong secara fundamental oleh jaringan sosial yang mendukungnya. Infrastruktur fisik dalam konstruksi membutuhkan infrastruktur sosial berupa komunikasi, kepercayaan, dan kerja sama.
Dalam narasinya, Mitic menyampaikan bahwa fokus pada aspek relasional memungkinkan perusahaan untuk:
-
Meningkatkan ketahanan terhadap perubahan
-
Mengurangi resistensi internal
-
Membentuk budaya keberlanjutan yang melekat
Daftar Poin Utama: Apa yang Dipelajari dari Studi Ini
-
Social capital memperkuat keberlanjutan melalui hubungan antar individu dan institusi.
-
Fungsi informal dalam perusahaan sama pentingnya dengan sistem formal dalam mendukung agenda hijau.
-
Keberlanjutan bukan sekadar output teknis, melainkan hasil dari proses sosial yang panjang.
-
Perusahaan dengan social capital tinggi memiliki keunggulan adaptif dan inovatif.
-
Keterlibatan lintas departemen harus dirancang sejak tahap perencanaan proyek.
Kritik terhadap Pendekatan Penulis
Kekuatan:
-
Pemilihan tema yang unik dan relevan
-
Pendekatan multi-perspektif dari sisi manajemen, teknik, dan sosial
-
Penggabungan teori yang kuat dengan data empiris
Kelemahan:
-
Jumlah responden terbatas (19 orang) dan tidak ada data kuantitatif lanjutan
-
Fokus hanya pada perusahaan Denmark, membuat generalisasi hasil sulit untuk konteks lain
-
Tidak ada eksplorasi mendalam mengenai gender atau keberagaman dalam social capital
📌 Opini: Meskipun studi ini kuat dari sisi kualitatif, akan sangat menarik jika diikuti oleh studi kuantitatif jangka panjang untuk melihat dampak ekonomi dari social capital terhadap ROI proyek berkelanjutan.
Potensi Ilmiah dan Praktis
Ilmiah:
-
Mendorong pendekatan lintas-disiplin dalam studi keberlanjutan
-
Memberi bukti bahwa aspek relasional penting dalam keberhasilan inisiatif lingkungan
-
Memperkaya literatur tentang peran modal sosial dalam sektor teknis
Praktis:
-
Menyediakan kerangka kerja yang bisa digunakan perusahaan untuk membangun budaya kolaboratif
-
Memberi dasar bagi kebijakan HR dan CSR dalam merancang pelatihan dan insentif berbasis hubungan
-
Menjadi acuan untuk regulator dalam mendesain program kemitraan publik-swasta
Kesimpulan: Membangun Keberlanjutan Dimulai dari Membangun Kepercayaan
Melalui tesis ini, Mitic menyampaikan pesan kuat bahwa keberlanjutan tidak akan berhasil tanpa relasi yang kuat. Dalam industri konstruksi, yang sering kali dikuasai oleh logika efisiensi dan struktur hierarkis, pendekatan berbasis modal sosial membawa perspektif segar: bahwa relasi manusia adalah fondasi dari transformasi berkelanjutan.
Ke depan, perusahaan konstruksi yang ingin bertahan bukan hanya perlu mengadopsi teknologi hijau, tapi juga harus menumbuhkan budaya kerja yang saling percaya, terbuka, dan kolaboratif.