Sungai sebagai Urat Nadi Kehidupan yang Terancam
Sungai Martapura, yang membelah kota Banjarmasin di Kalimantan Selatan, bukan hanya sekadar aliran air. Sungai ini adalah bagian vital dari kehidupan warga Banjar, menjadi sumber air untuk mandi, mencuci, irigasi, hingga transportasi. Namun, penelitian terbaru yang dilakukan oleh Ishak dan rekan-rekannya tahun 2022 menunjukkan fakta yang memprihatinkan: air Sungai Martapura mengandung logam berat dalam kadar yang melampaui ambang batas baku mutu nasional.
Penelitian ini penting, karena memberikan bukti ilmiah tentang pencemaran logam berat dan sekaligus mengusulkan urgensi intervensi dari semua pihak—pemerintah, industri, dan masyarakat.
Studi Kasus: Sungai Martapura dan Potensi Pencemaran Terhadap Warga
Sungai Martapura memiliki panjang sekitar 36,5 km dan merupakan anak Sungai Barito. Daerah sekitarnya padat aktivitas, mulai dari pemukiman, pertanian, hingga industri skala kecil dan besar. Ini menyebabkan potensi masuknya limbah cair maupun padat ke dalam badan air sangat tinggi.
Untuk menguji kualitas air, tim peneliti mengambil sampel dari empat stasiun strategis:
- Stasiun I (Hulu) – Kawasan Bincau Muara
- Stasiun II (Tengah) – Daerah dengan permukiman padat dan aktivitas pertanian
- Stasiun III (Dekat pemukiman urban)
- Stasiun IV (Hilir) – Dekat muara sungai ke Barito
Pengujian dilakukan menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) dan standar SNI ISO/IEC 17025:2017.
Temuan Penting: Tiga Logam Berat Melebihi Baku Mutu
1. Besi (Fe)
Besi terlarut ditemukan melebihi ambang batas (0,3 mg/L) di semua lokasi:
- Stasiun I: 1,261 mg/L
- Stasiun II: 2,096 mg/L
- Stasiun III: 0,865 mg/L
- Stasiun IV: 1,998 mg/L
Ini artinya, kadar Fe di air Sungai Martapura mencapai 7 kali lipat dari batas aman. Logam ini dapat berasal dari limbah industri logam, pipa besi berkarat, serta limbah domestik seperti kaleng bekas.
2. Mangan (Mn)
Tercatat melebihi baku mutu (0,1 mg/L) hanya di Stasiun II:
- Mn = 0,127 mg/L
Meskipun hanya satu titik yang melampaui ambang batas, hal ini tetap menjadi alarm karena Stasiun II berada di dekat permukiman dan lahan pertanian—dua aktivitas yang sering membuang limbah langsung ke sungai.
3. Tembaga (Cu)
Ditemukan melebihi ambang batas (0,02 mg/L) di semua titik:
- Cu = 0,039 mg/L (Stasiun I & III), 0,042 mg/L (Stasiun II & IV)
Tembaga berasal dari limbah rumah tangga, bahan bangunan, kendaraan, hingga pestisida dari pertanian.
Parameter Fisik: Suhu dan pH Masih Normal
Selain logam berat, penelitian juga mencatat data suhu dan pH sebagai parameter fisik dasar:
- Rata-rata suhu: 29,25°C
- Rata-rata pH: 7,3
Nilai ini masih dalam batas wajar (6–9 untuk pH dan ±29°C untuk suhu tropis), sehingga tidak langsung berdampak pada kesehatan. Namun, suhu tinggi dapat mempercepat reaksi kimia dan meningkatkan kelarutan logam dalam air.
Dampak Pencemaran: Dari Endapan Logam hingga Ancaman Kesehatan
Efek Biologis
Logam berat seperti Fe, Mn, dan Cu bila terakumulasi dalam tubuh manusia bisa menimbulkan berbagai masalah:
- Fe berlebih dapat menyebabkan kerusakan hati dan penyakit hemokromatosis.
- Mn dalam kadar tinggi bisa berdampak pada sistem saraf.
- Cu yang berlebihan menyebabkan gangguan ginjal dan saluran pencernaan.
Bagi ekosistem air, logam berat bisa mengganggu sistem reproduksi ikan, menurunkan kadar oksigen, dan menyebabkan kematian biota.
Endapan di Dasar Sungai
Konsentrasi logam berat tidak hanya mengendap di air, tetapi juga di sedimen sungai. Penelitian sebelumnya di Sungai Martapura juga mencatat adanya logam berat di sedimen—yang artinya bahaya tidak hanya mengintai di permukaan, tetapi bisa bertahan lama di dasar sungai.
Apa Penyebab Utama Masuknya Logam Berat?
Berdasarkan observasi lapangan dan kajian literatur, ada beberapa penyebab utama:
- Industri kecil dan besar yang membuang limbah tanpa pengolahan.
- Permukiman padat di bantaran sungai yang membuang sampah dan air cucian langsung ke sungai.
- Pertanian intensif yang menggunakan pestisida dan pupuk berbahan logam.
- Transportasi air dan tambang, yang turut menyumbang polusi logam berat.
Bagaimana Solusi Jangka Panjangnya?
1. Penegakan Regulasi
PP RI No. 22 Tahun 2021 sudah jelas mengatur baku mutu air, tetapi implementasinya masih lemah. Pemerintah daerah perlu meningkatkan pengawasan terhadap industri dan rumah tangga di sepanjang sungai.
2. Instalasi Pengolahan Limbah
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) wajib dimiliki industri dan kelompok warga di pinggir sungai. Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan, baik secara teknis maupun finansial.
3. Edukasi dan Partisipasi Masyarakat
Masyarakat harus diedukasi bahwa membuang limbah ke sungai tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga kembali ke tubuh mereka melalui air dan ikan.
4. Monitoring Berbasis Komunitas
Sistem pemantauan partisipatif bisa menjadi alternatif murah namun efektif. Misalnya, melibatkan pelajar, mahasiswa, atau karang taruna untuk melakukan uji kualitas air secara berkala.
Bandingkan dengan Studi Lain: Apakah Ini Masalah Nasional?
Ya. Kasus Sungai Martapura bukan satu-satunya di Indonesia:
- Sungai Mahap di Kalbar juga tercemar berat oleh Fe dan COD.
- Sungai Jaing di Kalimantan Selatan menunjukkan IP (Indeks Pencemaran) 5–7, masuk kategori tercemar sedang hingga berat.
- Sungai Winongo di Yogyakarta terpapar logam berat Cu, Cr, dan Mn melebihi ambang.
Artinya, banyak sungai di Indonesia kini mengalami nasib serupa. Studi ini memberi cermin penting bagi daerah lain yang memiliki karakteristik geografis dan aktivitas masyarakat yang serupa.
Kesimpulan: Air Sungai Bukan Tempat Sampah
Studi oleh Ishak dkk. menjadi bukti kuat bahwa Sungai Martapura berada dalam tekanan ekologis akibat logam berat, khususnya Fe, Mn, dan Cu. Meskipun suhu dan pH masih dalam ambang wajar, keberadaan logam berat yang melampaui baku mutu menandakan bahwa sungai ini sedang dalam kondisi darurat lingkungan.
Jika tidak ada tindakan nyata dalam beberapa tahun ke depan, Sungai Martapura bisa kehilangan fungsinya sebagai sumber kehidupan dan berubah menjadi sumber penyakit.
Solusi yang dibutuhkan bukan hanya teknologi dan regulasi, tetapi juga perubahan perilaku masyarakat, dukungan pemerintah daerah, dan peran aktif dari akademisi serta komunitas lingkungan. Kita perlu bertindak sekarang, sebelum terlalu terlambat.
Sumber Asli Artikel:
Nuning Irnawulan Ishak, Mahmudah, Kasman, Ermayanti Ishak, Irwan Junaidi Effendy, dan Latifa Fekri. Analisis Kandungan Logam Berat Pada Air Sungai Martapura, Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2022. Jurnal Sains dan Inovasi Perikanan, Vol. 7, No. 1, Januari 2023.