Strategi Air Baku di Desa Pantilang: Kunci Ketahanan Air dari Pegunungan Luwu

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda

16 Mei 2025, 08.05

pixabay.com

Pendahuluan: Krisis Air di Tengah Sumber Melimpah

Desa Pantilang, Kecamatan Basse Sangtempe Utara, Kabupaten Luwu, menyimpan sebuah ironi yang akrab dijumpai di banyak daerah Indonesia: air berlimpah, namun sulit diakses. Terletak di kaki pegunungan, desa ini memiliki sumber air yang potensial, tetapi warga masih bergantung pada jaringan distribusi sederhana berupa pipa dan selang. Penelitian oleh Riska Wijaya, Indrajaya, dan Haerianti (2024) berupaya merumuskan strategi pengembangan air baku di desa tersebut, menggunakan pendekatan analisis SWOT dan metode kualitatif yang mengedepankan wawancara serta observasi lapangan.

Permasalahan Utama: Distribusi Tak Merata, Kualitas Tak Terjamin

Meski dikelilingi sumber mata air pegunungan yang melimpah, Desa Pantilang menghadapi tiga masalah pokok:

  1. Jaringan air bersih tidak memadai — Infrastruktur masih sangat sederhana, rawan kerusakan.
  2. Distribusi belum merata — Sebagian warga belum terjangkau sistem perpipaan.
  3. Kualitas air menurun saat hujan — Air keruh, berpotensi terkontaminasi, dan tidak sesuai standar Permenkes No. 32 Tahun 2017.

Hal ini berdampak langsung pada kualitas hidup warga, terutama dalam konteks kesehatan, produktivitas, dan sanitasi. Padahal, Luwu adalah wilayah dengan potensi air permukaan dan bawah tanah yang tinggi.

Metodologi: Analisis SWOT dan Skor Strategis

Penelitian dilakukan pada Maret 2024, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara informan kunci seperti aparat desa dan pengguna air. Instrumen utama adalah pendekatan SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) yang kemudian dianalisis menggunakan skema IFAS dan EFAS:

  • IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) mengukur kekuatan dan kelemahan internal
  • EFAS (External Strategic Factors Analysis Summary) menganalisis peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal

Hasil penjumlahan skoring menunjukkan bahwa:

  • Skor kekuatan (S): 3,79, kelemahan (W): 2,64, selisih = 1,15
  • Skor peluang (O): 3,55, ancaman (T): 2,53, selisih = 1,02

Koordinat SWOT berada pada Kuadran I → strategi S-O: optimasi kekuatan untuk memanfaatkan peluang.

Temuan Utama: Faktor Internal dan Eksternal

Kekuatan (Strengths)

  • Sumber air berasal dari pegunungan → alami & berkelanjutan
  • Ketersediaan air cukup tinggi
  • Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
  • Iuran bulanan air sangat terjangkau

Kelemahan (Weaknesses)

  • Jaringan perpipaan belum memadai
  • Pendistribusian tidak merata
  • Akses ke sumber sulit (topografi berat)
  • Penurunan kualitas air saat musim hujan

Peluang (Opportunities)

  • Dukungan pemerintah daerah dalam pembangunan air baku
  • Peluang kerja sama dengan pihak swasta
  • Inovasi teknologi pengolahan air
  • Pendanaan dari program nasional sanitasi/perdesaan

Ancaman (Threats)

  • Degradasi lingkungan sumber air (erosi, sampah)
  • Biaya operasional dan pemeliharaan yang tinggi
  • Penyalahgunaan air (kebocoran, pemakaian ilegal)
  • Pembangunan infrastruktur tanpa analisis dampak lingkungan

Strategi Prioritas: SO sebagai Pilar Tindakan

Strategi S-O (Kekuatan + Peluang)

  • Kembangkan sistem air baku dengan dana pemerintah daerah
  • Libatkan masyarakat & swasta dalam operasional dan pemeliharaan
  • Gunakan teknologi filtrasi murah seperti biosand atau membran UV
  • Bangun unit pengelola air desa (BUMDes Air) sebagai bentuk keberlanjutan

Strategi W-O (Kelemahan + Peluang)

  • Perbaiki jaringan distribusi dengan anggaran pemerintah pusat
  • Edukasi masyarakat tentang hemat air & kebersihan saluran
  • Pelatihan teknis warga untuk mandiri perawatan instalasi

Strategi S-T dan W-T (Mengantisipasi Risiko)

  • Penguatan kelembagaan desa untuk regulasi distribusi
  • Penyusunan masterplan air desa berbasis pemetaan sumber dan risiko

Studi Banding: Apa yang Bisa Dipelajari dari Tempat Lain?

  • Desa Sanankerto, Malang sukses dengan model BUMDes Air Tirta Kencana yang menyuplai air bersih ke 700 KK dari sumber mata air alami
  • Nusa Tenggara Timur (NTT) mengembangkan teknologi pemurnian air berbasis tenaga surya untuk mengatasi krisis air di wilayah terpencil

Model-model ini menunjukkan bahwa teknologi dan kemauan politik bisa menjawab tantangan geografis dan infrastruktur terbatas.

Opini & Kritik

Penelitian ini memberi gambaran konkret kondisi air baku di desa yang masih tertinggal secara infrastruktur. Namun, ada beberapa poin yang dapat diperkuat:

  • Belum ada analisis biaya investasi dan pemeliharaan
  • Minim data kuantitatif debit, kualitas air, atau proyeksi populasi
  • Perlu uji coba skema pembiayaan mikro seperti tarif progresif atau subsidi silang

Meski begitu, pendekatan berbasis partisipasi warga dan pemanfaatan kekuatan lokal menjadi nilai lebih dari riset ini.

Rekomendasi Lanjutan

  1. Lakukan studi teknis lanjut: pengukuran debit, pemetaan jaringan, estimasi kebutuhan jangka panjang
  2. Bangun sistem SCADA mini untuk monitoring kualitas air real-time
  3. Integrasikan dengan program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)
  4. Dorong model usaha sosial air bersih berbasis kelembagaan lokal
  5. Kolaborasi dengan universitas atau LSM untuk peningkatan kapasitas warga

Kesimpulan: Air untuk Hidup, Strategi untuk Masa Depan

Desa Pantilang punya modal besar: air yang melimpah dan masyarakat yang siap terlibat. Tapi tanpa strategi tepat, modal itu bisa terbuang. Penelitian ini menunjukkan bahwa melalui pendekatan SWOT, desa dapat merancang strategi realistis dan berkelanjutan. Dengan mengoptimalkan kekuatan dan peluang yang ada, serta mengantisipasi kelemahan dan ancaman, Desa Pantilang bisa menjadi contoh pengelolaan air baku berbasis komunitas di Indonesia.

Sumber:
Wijaya, R., Indrajaya, & Haerianti. (2024). Strategi Pengembangan Air Baku Desa Pantilang Kecamatan Basse Sangtempe Utara Kabupaten Luwu. Jurnal Ilmiah Ecosystem, 24(1), 80–87.