Pendahuluan: Energi Terbarukan dan Tantangan Investasi di Indonesia
Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam memenuhi target pengurangan emisi karbon dan transisi menuju energi bersih. Dengan 87,4% pembangkit listrik masih bergantung pada bahan bakar fosil, pengembangan pembangkit listrik tenaga energi baru terbarukan (PLT-EBT) menjadi kunci menuju kemandirian dan keberlanjutan energi nasional.
Namun, pengembangan PLT-EBT bukan perkara mudah. Tingginya biaya awal, risiko bisnis tinggi, dan minimnya jaminan bagi investor membuat proyek PLT-EBT cenderung stagnan. Untuk mengatasi ini, pemerintah Indonesia mengeluarkan Permen ESDM No. 4 Tahun 2020, yang membuka pintu bagi skema kerja sama Build-Own-Operate (BOO). Skema ini memungkinkan pihak swasta membangun, memiliki, dan mengoperasikan pembangkit listrik tanpa keharusan menyerahkan asetnya kembali ke negara—berbeda dengan skema sebelumnya, yaitu Build-Operate-Transfer (BOOT).
Apa Itu Skema BOO dan Mengapa Jadi Kontroversial?
Definisi Singkat
-
BOO (Build-Own-Operate): Investor membangun, memiliki, dan mengoperasikan aset infrastruktur secara permanen.
-
BOOT (Build-Operate-Transfer): Investor membangun dan mengoperasikan, namun harus menyerahkan aset ke pemerintah di akhir masa konsesi.
Dengan skema BOO, investor dapat menjaminkan aset ke bank karena status kepemilikan penuh, yang meningkatkan bankability proyek. Namun, di sinilah letak polemiknya: apakah menyerahkan kontrol sepenuhnya ke swasta tidak bertentangan dengan Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945, yang menegaskan bahwa cabang produksi penting harus dikuasai negara?
Urgensi Skema BOO: Menarik Investasi, Mengurangi Risiko Finansial
Data dan Fakta
-
Pada 2020, konsumsi listrik Indonesia mencapai 1,09 MWh per kapita dan terus meningkat setiap tahun.
-
Emisi karbon dunia akibat PLTU fosil mencapai 33,1 miliar ton CO₂. Indonesia berkomitmen menurunkan emisi 29–41% pada 2030.
-
Realisasi investasi energi terbarukan naik dari USD 1,36 miliar (2020) menjadi USD 1,55 miliar (2021), berkat regulasi baru.
Skema BOO sebagai Solusi Finansial
Sebelum Permen ESDM No. 4/2020, proyek PLT-EBT menggunakan skema BOOT yang dinilai tidak menarik bagi investor karena:
-
Aset harus diserahkan ke negara di akhir proyek.
-
Bank menilai proyek ini tidak bankable karena tidak ada jaminan.
Dengan skema BOO, aset tetap milik investor sehingga bisa digunakan sebagai agunan pinjaman. Hal ini menurunkan risiko dan membuka peluang pembiayaan lebih besar.
Skema BOO di Indonesia: Efisien atau Menyalahi Konstitusi?
Masalah Konstitusionalitas
Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945:
“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”
Pembangkit listrik jelas masuk kategori ini. Maka muncul pertanyaan: apakah jika investor memiliki dan mengoperasikan PLT-EBT secara penuh, negara tetap "menguasai"?
Penafsiran “Dikuasai oleh Negara”
Penulis menjelaskan bahwa “penguasaan oleh negara” tidak selalu berarti kepemilikan langsung. Negara tetap dapat menjalankan fungsi penguasaan melalui:
-
Regulasi.
-
Pengawasan.
-
Penetapan kebijakan.
Dalam skema BOO, negara tetap mengatur tarif, jenis teknologi, jaminan pasokan, dan pelaksanaan proyek. Dengan demikian, BOO dianggap tidak melanggar prinsip penguasaan negara.
Kritik dan Tantangan: Risiko Politik dan Pengawasan Lemah
Kekurangan BOO
-
Risiko hilangnya kontrol negara: Jika aset vital sepenuhnya dimiliki swasta, negara berisiko kehilangan kontrol strategis.
-
Minimnya transfer teknologi: Tanpa tahap transfer, pelatihan dan alih ilmu dari investor ke tenaga lokal bisa terabaikan.
-
Ketergantungan pada swasta: Bisa terjadi risiko politik seperti kasus proyek nuklir Akkuyu di Turki yang dihentikan karena konflik politik dengan Rusia.
Opini dan Rekomendasi: Jalan Tengah Melalui BOO Hybrid?
Dari sudut pandang praktis, BOO terbukti mempercepat pembangunan EBT. Namun, untuk menjaga amanat konstitusi, penulis menyarankan:
Rekomendasi Strategis:
-
Buat BOO bersyarat
Misalnya, aset tetap milik swasta, tapi negara punya hak intervensi jika pasokan terancam. -
Perketat pengawasan pemerintah
Bentuk badan independen untuk memantau operasional PLT-EBT milik swasta. -
Wajibkan program transfer teknologi
Investor diwajibkan mendidik SDM lokal agar kelak bisa mengelola sendiri. -
Batasi durasi kepemilikan swasta
Setelah masa tertentu (misal 30 tahun), aset bisa dialihkan melalui opsi pembelian negara.
Kesimpulan: BOO Layak Digunakan, Asalkan Diatur Ketat
Skema Build-Own-Operate dalam Permen ESDM No. 4 Tahun 2020 adalah respons terhadap kebutuhan investasi yang mendesak di sektor energi terbarukan. Skema ini:
-
Meningkatkan bankability proyek.
-
Menarik investor internasional.
-
Meningkatkan kapasitas energi bersih Indonesia.
Namun, negara harus bijak dalam menjaga prinsip konstitusional tentang penguasaan negara atas cabang produksi penting. Regulasi dan pengawasan menjadi kunci agar BOO tidak berujung pada liberalisasi total sektor energi.
Sumber:
Rachim, F.R.A., Wishnumurti, A., & Suryoputro, I. (2022). Peninjauan Skema Build-Own-Operate (BOO) Pembangkit Listrik Tenaga Energi Baru Terbarukan dalam Permen ESDM No. 4 Tahun 2020 Berdasarkan UUD 1945. Jurnal Rechtsvinding, 11(3), 335–355.
Dapat diakses di: https://rechtsvinding.bphn.go.id.