Latar Belakang Teoretis
Penelitian ini berakar pada sebuah paradoks dalam pembangunan perkotaan di negara-negara berkembang. Permukiman informal (IS)—dicirikan oleh proses pembangunan mandiri, kemiskinan ekstrem, dan ketidakstabilan hukum —merupakan bentuk utama perumahan yang terjangkau. Di kota-kota seperti Lima, hunian ini mengalami proses "konsolidasi" bertahap, bertransformasi dari hunian sementara (misalnya, dari anyaman jerami) menjadi bangunan beton dan bata permanen selama beberapa dekade.
Meskipun proses konsolidasi ini secara signifikan meningkatkan kelayakhunian (habitability), penelitian ini mengangkat masalah krusial: dampak lingkungan yang terwujud (embodied environmental impacts) dari proses ini meningkat secara eksponensial. Walaupun praktik penggunaan kembali (reuse) dan daur ulang (recycling) sudah ada karena kelangkaan material, praktik tersebut tidak selaras dengan pertimbangan keberlanjutan jangka panjang. Hipotesis utama dari studi ini adalah bahwa penerapan strategi sirkular—khususnya dekonstruksi selektif dan daur ulang material—pada tahap akhir masa pakai (End-of-Life - EoL) dari hunian yang dibangun sendiri dapat secara signifikan mengurangi dampak lingkungan dibandingkan dengan praktik pembuangan ke TPA (landfilling) konvensional.
Metodologi dan Kebaruan
Studi ini mengadopsi metodologi Penilaian Siklus Hidup (Life Cycle Assessment - LCA) kuantitatif dengan pendekatan "cradle-to-grave" (dari awal hingga akhir). Proses metodologisnya melibatkan beberapa langkah kunci:
-
Pengembangan Model: Sebuah "model rata-rata perumahan informal" dikembangkan menggunakan Building Information Modeling (BIM) (khususnya Autodesk REVIT) untuk menghasilkan daftar material (Bill of Materials - BOM) yang lengkap.
-
Pengumpulan Data Primer: Model BIM ini didasarkan pada data empiris yang dikumpulkan melalui survei dan wawancara terstruktur dengan 24 pemilik rumah di tiga distrik di Lima pada tahun 2020, yang memetakan empat tahap konsolidasi yang berbeda.
-
Analisis Skenario: Studi ini mengevaluasi dampak lingkungan dari tiga skenario EoL yang berbeda: S1 (Dekonstruksi Selektif) untuk penggunaan kembali dan daur ulang bernilai tinggi, S2 (Daur Ulang), dan S3 (Landfill/TPA), yang menjadi skenario dasar.
-
Simulasi: Analisis LCA dilakukan menggunakan perangkat lunak GaBi dengan basis data Ecoinvent v3.8. Pendekatan "beban yang dihindari" (avoided burden) digunakan untuk memberikan "kredit" lingkungan pada material yang didaur ulang.
Kebaruan dari karya ini terletak pada kuantifikasi rigor dari proses yang seringkali dianggap tidak terstruktur. Dengan menerapkan LCA dan BIM pada perumahan informal, penelitian ini memberikan data konkret mengenai dampak lingkungan dari proses konsolidasi dan potensi nyata dari ekonomi sirkular di konteks Global South.
Temuan Utama dengan Kontekstualisasi
Analisis LCA menghasilkan serangkaian temuan yang jelas mengenai di mana dan bagaimana dampak lingkungan terjadi.
-
Konsolidasi Meningkatkan Dampak: Temuan utama mengonfirmasi bahwa setiap tahap konsolidasi—beralih dari material ringan ke material permanen seperti batu bata tanah liat bakar, beton, dan baja—menyebabkan "peningkatan signifikan dalam dampak lingkungan terwujud".
-
Sumber Emisi: Mayoritas dampak di semua skenario terjadi selama fase awal siklus hidup, yaitu pengadaan material dan manufaktur. Secara spesifik, rakitan beton dan bata menyumbang 93% dari total penggunaan sumber daya fosil.
-
Potensi Strategi Sirkular: Temuan paling signifikan adalah potensi transformatif dari strategi EoL. Dibandingkan dengan skenario dasar TPA (S3), skenario S1 (Dekonstruksi Selektif) mengurangi emisi GHG sebesar 60%, dan skenario S2 (Daur Ulang) menguranginya sebesar 30%.
-
Trade-off Kelayakhunian vs. Dampak: Studi ini secara kritis menyoroti adanya trade-off. Tahap-tahap awal perumahan informal memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah karena penggunaan material yang ringan dan sementara. Namun, hunian ini sering kali gagal memenuhi standar dasar daya tahan, keamanan, dan kenyamanan. Sebaliknya, fase konsolidasi selanjutnya berhasil meningkatkan kelayakhunian, tetapi dengan biaya lingkungan yang sangat tinggi.
Keterbatasan dan Refleksi Kritis
Penulis secara transparan mengakui keterbatasan utama dari penelitian ini. Pertama, keterbatasan pengambilan sampel; model ini didasarkan pada 24 kasus di tiga distrik, yang mungkin tidak mewakili semua tipologi permukiman informal di Lima atau Amerika Latin, sehingga membatasi generalisasi temuan.
Kedua, dan yang paling penting, studi ini secara eksplisit menyatakan bahwa penilaian kelayakhunian (habitability) dan ekonomi berada di luar cakupan. Ini berarti bahwa trade-off krusial antara kinerja lingkungan, kualitas hunian, dan efektivitas biaya—faktor-faktor yang sangat penting bagi penduduk berpenghasilan rendah—tidak dianalisis.
Implikasi Ilmiah di Masa Depan
Secara praktis, temuan ini memberikan peta jalan yang jelas bagi pembuat kebijakan. Untuk mewujudkan potensi pengurangan emisi ini, diperlukan intervensi yang ditargetkan. Rekomendasi utama meliputi:
-
Memprioritaskan penciptaan pusat pemulihan dan daur ulang material lokal.
-
Mendorong insentif finansial dan regulasi, seperti keringanan pajak, subsidi yang ditargetkan, dan program sertifikasi sukarela untuk perumahan informal yang berkelanjutan.
-
Pemerintah dapat mempromosikan fasilitas yang bertindak sebagai pusat terpusat untuk menyimpan dan menyortir material bekas guna memfasilitasi praktik dekonstruksi selektif.
Untuk penelitian di masa depan, langkah berikutnya yang paling logis adalah mengatasi keterbatasan utama studi ini: yaitu, untuk menyelidiki trade-off antara kinerja lingkungan, kualitas hunian, dan efektivitas biaya.
Sumber
Sarmiento-Pastor, J., Lira-Chirif, A., Rondinel-Oviedo, D. R., Keena, N., Dyson, A., Raugei, M., & Acevedo-De-los-Ríos, A. (2025). Implications of circular strategies on energy, water, and GHG emissions in informal housing in Lima. Energy & Buildings, 344, 115949.