"Seleksi Metode dalam Industri Konstruksi Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP)" oleh P Z Razi dkk.

Dipublikasikan oleh Anisa

27 Mei 2025, 10.01

Unplash.com

Industri konstruksi adalah sektor yang dinamis dan kompleks, di mana setiap keputusan dapat memiliki dampak besar pada keberhasilan proyek. Salah satu keputusan paling krusial adalah pemilihan metode konstruksi. Artikel "Selection of Method in Construction Industry by using Analytical Hierarchy Process (AHP)" oleh P Z Razi dkk., yang dipublikasikan dalam IOP Conference Series: Materials Science and Engineering pada tahun 2020, menawarkan analisis mendalam tentang bagaimana metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat digunakan untuk membuat keputusan yang lebih baik dalam pemilihan metode konstruksi di Malaysia. Artikel ini tidak hanya membahas pentingnya pemilihan metode yang tepat, tetapi juga memberikan kerangka kerja sistematis untuk mengevaluasi opsi-opsi yang ada, menjadikannya sumber daya berharga bagi praktisi dan akademisi di bidang konstruksi.

Mengapa Pemilihan Metode Konstruksi Penting?

Pemilihan metode konstruksi yang tepat adalah fondasi keberhasilan proyek. Metode yang tidak tepat dapat menyebabkan penundaan, peningkatan biaya, penurunan kualitas, dan bahkan masalah keselamatan. Razi dkk. menyoroti tiga metode utama yang umum digunakan dalam industri konstruksi: metode tradisional, design and build (D&B), dan industrial building system (IBS).

  • Metode Tradisional (TM): Metode ini melibatkan pemisahan tanggung jawab yang jelas antara klien, arsitek, dan kontraktor. Arsitek bertanggung jawab atas desain, sementara kontraktor melaksanakan pekerjaan konstruksi. Metode tradisional dikenal dengan proses pemasangan bekisting kayu atau plywood serta baja tulangan di lokasi proyek, yang dilakukan secara konvensional. Keuntungan utama metode ini adalah klien memiliki kendali penuh terhadap desain, dan risiko desain sepenuhnya ditanggung oleh arsitek. Namun, ini bisa menyebabkan kurangnya integrasi antara tim desain dan konstruksi.
     

  • Design and Build (D&B): Dalam metode D&B, kontraktor bertanggung jawab atas sebagian atau seluruh pekerjaan desain dan konstruksi. Pendekatan ini sering kali mempromosikan entitas tunggal atau konsorsium yang mengambil tanggung jawab penuh atas proyek dengan penawaran harga tetap. D&B menjadi populer karena menjanjikan pengiriman proyek yang lebih terintegrasi dan tepat waktu. Namun, klien memiliki kendali yang lebih sedikit terhadap isu-isu desain, dan perubahan besar bisa menjadi resisten.
     

  • Industrial Building System (IBS): IBS adalah sistem konstruksi yang menggunakan komponen pra-fabrikasi. Komponen-komponen ini diproduksi di luar lokasi konstruksi, di pabrik atau fasilitas produksi, dan kemudian dikirim ke lokasi untuk dipasang. IBS dianggap sangat ekonomis, mengurangi waktu konstruksi, dan meminimalkan jumlah pekerja di lokasi. Meskipun demikian, implementasinya masih menghadapi tantangan, terutama bagi kontraktor kecil, karena masalah keuangan, kurangnya pengetahuan, dan keahlian dalam analisis struktur untuk desain pra-fabrikasi.
     

Peran Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam Pengambilan Keputusan

Mengingat banyaknya pilihan metode yang tersedia, pemilihan yang tepat menjadi tantangan. Di sinilah metode AHP berperan. AHP adalah alat pengambilan keputusan multi-kriteria (MCDM) yang pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Saaty pada tahun 1980-an. Metode ini membantu praktisi konstruksi membuat keputusan cepat dan sistematis dengan menyusun hierarki keputusan yang terdiri dari tujuan, faktor, dan alternatif.

Proses AHP melibatkan beberapa langkah kunci:

  1. Struktur Hierarki: Membangun struktur hierarki yang mencakup tujuan utama (misalnya, pemilihan metode terbaik), faktor-faktor yang memengaruhi keputusan, dan alternatif yang tersedia (metode konstruksi).

  2. Kuesioner Perbandingan Berpasangan: Menggunakan kuesioner perbandingan berpasangan dengan skala linguistik sembilan poin untuk mengumpulkan penilaian dari praktisi konstruksi. Ini melibatkan membandingkan setiap pasangan faktor atau alternatif untuk menentukan preferensi relatifnya.

  3. Matriks Perbandingan Berpasangan: Merekam semua penilaian dalam matriks perbandingan berpasangan (A=(aij​)n×n​).

  4. Perhitungan Bobot Parameter: Menggunakan metode eigenvector untuk mendapatkan bobot parameter dari matriks perbandingan berpasangan.

  5. Perhitungan Rasio Konsistensi (CR): Menghitung rasio konsistensi (CR=RICI​) untuk mengukur tingkat inkonsistensi antara perbandingan berpasangan. Tingkat inkonsistensi yang dapat diterima biasanya kurang dari atau sama dengan 0.10 (CR≤0.10).

  6. Agregasi Penilaian Kelompok: Untuk pengambilan keputusan kelompok, metode rata-rata geometris digunakan untuk menggabungkan penilaian individu menjadi satu penilaian bersama.

  7. Analisis dengan Perangkat Lunak: Perangkat lunak seperti 'Expert Choice' sering digunakan untuk memfasilitasi proses analisis data yang kompleks ini.

Temuan dan Diskusi

Penelitian Razi dkk. melibatkan 30 responden dari industri konstruksi di Malaysia. Sebagian besar responden adalah pria (70%), dengan profesi bervariasi seperti insinyur situs, desainer, dan insinyur. Pengalaman responden juga beragam, dengan sebagian besar (44%) memiliki pengalaman kurang dari 5 tahun. Menariknya, mayoritas responden (73%) berasal dari kontraktor, menunjukkan fokus penelitian pada perspektif kontraktor.

Hasil analisis AHP menunjukkan bahwa metode tradisional adalah yang paling diprioritaskan oleh kontraktor di Malaysia, dengan bobot 0.695. Metode D&B menempati posisi kedua dengan bobot 0.258, dan IBS berada di posisi terakhir dengan bobot 0.047. Tingkat inkonsistensi yang dicapai dalam analisis adalah 0.06, yang berada di bawah ambang batas yang direkomendasikan sebesar 0.10, menunjukkan bahwa penilaian yang terkumpul cukup konsisten.

Mengapa kontraktor lebih memilih metode tradisional? Penulis berpendapat bahwa ini mungkin karena kontraktor tidak termotivasi oleh kendala keuangan untuk beralih ke IBS. Selain itu, selama beberapa dekade, sebagian besar kontraktor telah terbiasa dan teredukasi dalam sistem bangunan konvensional, ditambah lagi dengan ketersediaan pekerja asing yang murah di Malaysia. Kurangnya pengetahuan, paparan, dan keahlian dalam IBS juga menjadi hambatan signifikan. Kontraktor kecil khususnya, merasa enggan mengadopsi IBS dan memilih untuk tetap menggunakan metode konvensional karena mereka merasa teknologi yang ada sudah sesuai untuk proyek skala kecil. Tantangan finansial untuk membangun fasilitas manufaktur IBS dengan investasi modal yang tinggi juga menjadi penghalang besar.

Namun, analisis sensitivitas memberikan wawasan penting. Kontraktor Grade 7 (G7), yang diasumsikan memiliki kapasitas finansial yang lebih tinggi, cenderung mendominasi dalam mengadopsi teknologi IBS dan D&B daripada metode konvensional. Sebaliknya, kontraktor low-grade (G1) menunjukkan tingkat kesiapan yang rendah untuk mengadopsi teknologi terbaru, lebih memilih metode konvensional daripada D&B dan IBS. Hal ini mengindikasikan bahwa kapasitas finansial dan skala proyek sangat memengaruhi preferensi kontraktor terhadap metode konstruksi.

Nilai Tambah dan Implikasi Praktis

Artikel ini memberikan nilai tambah yang signifikan melalui penggunaan AHP sebagai alat pengambilan keputusan yang sistematis. Alih-alih hanya mengandalkan intuisi atau pengalaman semata, AHP memungkinkan evaluasi yang terstruktur berdasarkan berbagai kriteria dan pandangan dari para ahli. Ini adalah langkah maju dalam meningkatkan objektivitas dalam pemilihan metode konstruksi.

Temuan bahwa metode tradisional masih menjadi preferensi utama di Malaysia, terutama bagi kontraktor kecil, adalah cerminan realitas industri di banyak negara berkembang. Ketergantungan pada praktik yang sudah mapan, biaya awal yang tinggi untuk teknologi baru, dan kurangnya keterampilan adalah hambatan universal. Namun, analisis sensitivitas yang menunjukkan bahwa kontraktor dengan kapasitas finansial yang lebih besar lebih terbuka terhadap IBS dan D&B memberikan harapan. Ini menunjukkan bahwa adopsi teknologi maju mungkin akan terjadi secara bertahap, dimulai dari perusahaan yang lebih besar dan kemudian menyebar ke yang lebih kecil seiring dengan penurunan biaya dan peningkatan familiaritas.

Penting untuk dicatat bahwa meskipun biaya adalah faktor kunci dalam keputusan kontrak design and build, faktor lain seperti durasi, reputasi tim, dan kualitas juga harus dipertimbangkan. Pemilihan nilai terbaik, yang mempertimbangkan faktor biaya dan faktor subjektif seperti manajemen proyek, kontrol kualitas, dan reputasi tim, semakin populer karena kemampuannya untuk memperhitungkan semua faktor relevan yang memengaruhi proposal desain.

Kritik dan Perbandingan dengan Penelitian Lain

Meskipun penelitian ini memberikan kontribusi yang berarti, beberapa poin dapat menjadi fokus kritik atau diskusi lebih lanjut. Skala sampel 30 responden, meskipun memadai untuk studi AHP, mungkin tidak sepenuhnya merepresentasikan seluruh spektrum kontraktor di Malaysia. Penelitian di masa depan dapat mempertimbangkan ukuran sampel yang lebih besar atau studi kasus mendalam untuk setiap grade kontraktor.

Selain itu, penelitian ini menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mempromosikan IBS melalui forum, berbagi informasi, dan portal online. Ini sejalan dengan banyak penelitian lain yang menyoroti peran kebijakan pemerintah dalam mendorong inovasi di sektor konstruksi. Misalnya, studi oleh Alinaitwe et al. (2016) tentang industrialisasi konstruksi di Uganda juga menggarisbawahi perlunya dukungan institusional untuk adopsi metode baru.

Perbandingan dengan studi sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Ling (2014) yang menunjukkan penurunan proyek D&B di Malaysia dari Maret 2012 hingga Maret 2014, semakin menegaskan bahwa metode D&B dan IBS masih menghadapi tantangan dalam penerimaan dan implementasi. Hal ini menekankan perlunya pemahaman yang lebih dalam tentang hambatan spesifik yang dihadapi kontraktor dalam mengadopsi metode ini.

Kesimpulan

Kesimpulannya, artikel oleh P Z Razi dkk. ini memberikan kerangka kerja yang kuat menggunakan AHP untuk mengevaluasi dan memilih metode konstruksi yang paling sesuai. Meskipun metode tradisional masih menjadi pilihan utama bagi kontraktor di Malaysia, terutama karena faktor familiaritas dan kendala finansial, ada indikasi bahwa kontraktor dengan kapasitas lebih tinggi lebih cenderung mengadopsi metode yang lebih modern seperti IBS dan D&B.

Penelitian ini menggarisbawahi perlunya pendekatan holistik dalam pemilihan metode, tidak hanya berfokus pada biaya tetapi juga pada faktor-faktor subjektif seperti manajemen proyek, kontrol kualitas, dan reputasi tim. Untuk mendorong adopsi IBS, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan praktisi industri sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, dan mengatasi kendala finansial. Dengan demikian, industri konstruksi dapat terus berinovasi dan meningkatkan produktivitas serta efisiensi secara keseluruhan.

Sumber Artikel: P Z Razi et al 2020 IOP Conf. Ser.: Mater. Sci. Eng. 712 012015. DOI: 10.1088/1757-899X/712/1/012015. Artikel ini dapat diakses secara daring melalui IOP Conference Series: Materials Science and Engineering.