Saya Hampir Gagal Total, Lalu Sebuah Paper dari Yordania Mengubah Cara Saya Bekerja

Dipublikasikan oleh Melchior Celtic

15 Oktober 2025, 15.16

Saya Hampir Gagal Total, Lalu Sebuah Paper dari Yordania Mengubah Cara Saya Bekerja

Saat Proyek Impian Saya Hampir Karam di Tengah Jalan

Saya ingat betul perasaan itu. Perut melilit, jantung berdebar kencang, dan pikiran kosong. Proyek yang sudah saya siapkan selama enam bulan, yang saya yakini akan menjadi karya terbaik saya, tiba-tiba berada di ambang kehancuran. Semua berjalan sempurna di atas kertas. Tim solid, anggaran disetujui, timeline realistis. Kami merasa tak terkalahkan.

Lalu, badai datang. Tiga hari sebelum peluncuran, vendor utama kami mengabarkan bahwa mereka tidak bisa mengirimkan komponen krusial. Di saat yang sama, salah satu anggota tim kunci harus mengambil cuti darurat karena urusan keluarga. Rencana sempurna kami hancur berkeping-keping. Kepanikan melanda. Kami begadang, menelepon ke sana-sini, dan mencoba menambal lubang di kapal yang bocor deras.

Risiko. Kata itu terdengar begitu korporat, begitu kering. Sesuatu yang dibicarakan dalam rapat dewan direksi sambil menyeruput kopi. Tapi saat itu, saya menyadari risiko bukanlah angka di spreadsheet. Risiko adalah detak jantung yang bertambah cepat saat Anda sadar rencana Anda baru saja meledak. Risiko adalah perasaan tak berdaya ketika sesuatu yang tidak pernah Anda bayangkan terjadi.

Kami berhasil menyelamatkan proyek itu, meski dengan susah payah dan hasil yang jauh dari sempurna. Tapi pengalaman itu meninggalkan bekas. Saya terobsesi dengan satu pertanyaan: Bagaimana caranya agar kita tidak hanya jago memadamkan api, tapi juga mampu membangun struktur yang tahan api sejak awal?

Anehnya, petunjuk terbaik yang saya temukan bukan berasal dari buku bisnis terlaris di Silicon Valley atau seminar motivasi yang mahal. Saya menemukannya di sebuah paper penelitian akademis sepanjang 28 halaman dari Yordania. Dan apa yang saya baca di sana benar-benar mengubah cara saya memandang bisnis, produktivitas, dan bahkan karier saya sendiri.

Mengapa Sebuah Paper dari Yordania Mengubah Cara Saya Melihat Bisnis

Judulnya tidak terdengar seksi: "Factors Affecting Risk Management in Industrial Companies in Jordan". Penulisnya adalah sekelompok akademisi: Nadia Abu Kwaik, Rateb J. Sweis, Baraa Allan, dan Ghaleb Sweis. Mereka tidak mencoba menjual buku atau kursus. Mereka hanya mencoba menjawab satu pertanyaan fundamental: Di tengah dunia yang penuh ketidakpastian, apa yang benar-benar membuat sebuah perusahaan tetap kokoh?  

Konteksnya sangat spesifik. Yordania adalah negara dengan sumber daya alam terbatas. Perekonomiannya sangat bergantung pada sektor industri, yang menyumbang sekitar 24% dari PDB negara itu. Jadi, bagi perusahaan-perusahaan di sana, manajemen risiko bukanlah sekadar latihan teoretis; ini adalah soal bertahan hidup.  

Awalnya saya ragu. Apa relevansinya pabrik di Yordania dengan pekerjaan saya? Tapi semakin saya membaca, saya sadar bahwa prinsip-prinsip yang mereka temukan bersifat universal. Risiko adalah risiko, entah Anda mengelola pabrik baja di Amman, startup teknologi di Jakarta, agensi kreatif di Bali, atau bahkan karier Anda sebagai seorang freelancer.

Yang membuat studi ini begitu kuat adalah metodenya. Para peneliti ini tidak hanya duduk di menara gading dan berteori. Mereka turun ke lapangan. Mereka menyusun kuesioner dan menyebarkannya ke 56 perusahaan industri besar. Mereka berhasil mendapatkan jawaban dari 242 manajer, mulai dari CEO dan dewan direksi hingga manajer departemen di level bawah. Mereka bertanya langsung kepada orang-orang di garis depan: "Menurut Anda, apa faktor terpenting yang menjaga perusahaan ini dari kehancuran?"  

Ini adalah "kebenaran dari lapangan" (ground truth). Ini bukan apa yang seharusnya penting menurut seorang konsultan, tetapi apa yang dirasakan penting oleh orang-orang yang menghadapi ketidakpastian setiap hari. Dan jawaban mereka, setelah diolah secara statistik, menghasilkan sebuah peta harta karun yang mengejutkan.

12 Kunci Rahasia: Peringkat Faktor yang Membuat Perusahaan Tetap Kokoh

Setelah menganalisis semua data, para peneliti mengidentifikasi 12 faktor utama yang memengaruhi manajemen risiko. Tapi yang paling menarik bukanlah daftar itu sendiri, melainkan urutannya. Peringkat ini, bagi saya, seperti cetak biru yang menunjukkan di mana kita seharusnya memfokuskan energi kita untuk membangun ketahanan.

  • 🚀 Hasilnya luar biasa: Peringkat ini menunjukkan bahwa fondasi (ukuran perusahaan, kemampuan beradaptasi, dan tata kelola) jauh lebih krusial daripada alat bantu (seperti teknologi) atau proses internal (seperti pelatihan SDM).

  • 🧠 Inovasinya: Ini adalah pandangan holistik. Manajemen risiko bukanlah tugas satu departemen saja. Ia adalah hasil dari 12 elemen yang saling terkait, dari struktur organisasi hingga budaya kepercayaan.  

  • 💡 Pelajaran: Jangan mudah terjebak pada solusi yang sedang tren (misalnya, membeli software terbaru). Fokuslah pada fundamental yang terbukti kokoh dari waktu ke waktu.

Tiga Teratas yang Bikin Saya Melongo: Karakter, Adaptasi, dan... Auditor?

Mari kita bedah tiga faktor teratas, karena di sinilah pelajaran paling berharga tersembunyi.

Peringkat 1: Karakteristik Perusahaan - Ternyata Ukuran Itu Penting

Faktor nomor satu yang dianggap paling penting oleh para manajer adalah "Karakteristik Perusahaan," terutama ukurannya. Paper ini menjelaskan bahwa "perusahaan besar kemungkinan akan mengadopsi manajemen risiko perusahaan karena kebutuhan mereka akan strategi manajemen risiko yang komprehensif".  

Analogi terbaik untuk ini adalah kapal. Bayangkan sebuah kapal pesiar raksasa dan sebuah perahu nelayan kecil. Kapal pesiar (perusahaan besar) memiliki sistem navigasi yang canggih, radar cuaca, puluhan sekoci, dan kru yang terlatih untuk menghadapi badai. Mengapa? Karena ukurannya yang besar dan jumlah penumpang yang banyak memaksanya untuk sangat serius dalam mengelola risiko. Perahu nelayan (bisnis kecil), di sisi lain, mungkin hanya punya kompas dan jaket pelampung.

Ini bukan berarti bisnis kecil pasti akan tenggelam. Tapi ini berarti perusahaan besar, karena kompleksitas dan sumber dayanya, secara alami terdorong untuk membangun sistem manajemen risiko yang lebih kuat. Pelajaran bagi kita? Sadari "ukuran" kapal Anda. Jika Anda masih berupa perahu kecil, jangan mencoba menyeberangi samudra tanpa persiapan. Fokuslah membangun fondasi yang kuat sesuai skala Anda, sebelum bermimpi memiliki radar canggih.

Peringkat 2: Fleksibilitas & Adaptasi - Menjadi Bambu, Bukan Ek

Faktor terpenting kedua adalah "Fleksibilitas dan Adaptasi dalam Lingkungan Ekonomi". Paper ini mengutip bahwa kemampuan perusahaan untuk bertahan dari krisis sangat bergantung pada kelenturan mereka.  

Ini mengingatkan saya pada perumpamaan pohon ek dan bambu saat diterpa badai. Pohon ek, yang tampak begitu kuat, kaku, dan kokoh, justru bisa patah dan tumbang oleh angin yang terlalu kencang. Sementara itu, bambu, yang terlihat lebih rapuh, akan membungkuk mengikuti arah angin, bertahan, dan kembali tegak setelah badai berlalu.

Dalam dunia bisnis, menjadi bambu berarti memiliki kemampuan untuk mengubah model bisnis, menyesuaikan operasi, dan merespons perubahan pasar dengan cepat. Bayangkan sebuah restoran selama pandemi. Restoran yang kaku dan bersikeras hanya melayani dine-in (pohon ek) akan bangkrut. Sementara restoran yang fleksibel, yang dengan cepat beralih ke layanan pengantaran, cloud kitchen, dan menu frozen food (bambu), justru bisa bertahan dan bahkan berkembang. Kemampuan beradaptasi ini, menurut para manajer, adalah pertahanan kedua terbaik melawan ketidakpastian.

Peringkat 3: Kualitas Audit Eksternal - Cermin Jujur dari Luar

Ini adalah salah satu yang paling mengejutkan bagi saya. Peringkat ketiga adalah "Kualitas Audit Eksternal". Mengapa pandangan dari orang luar begitu penting? Paper ini menyatakan bahwa "perusahaan yang menggunakan auditor berkualitas tinggi lebih berkomitmen pada manajemen risiko".  

Seorang auditor eksternal yang baik itu seperti kombinasi antara dokter dan pelatih pribadi. Mereka datang tanpa emosi, tanpa bias internal, dan tugas mereka adalah memberitahu Anda kebenaran yang pahit. Mereka akan menunjukkan di mana "lemak" menumpuk dalam proses Anda, di mana "otot" Anda lemah, dan di mana ada "penyakit" tersembunyi yang tidak Anda sadari.

Memiliki pandangan objektif dari luar ini memaksa perusahaan untuk jujur pada diri sendiri. Sangat mudah untuk terjebak dalam "gelembung" kita sendiri dan merasa semuanya baik-baik saja. Auditor eksternal adalah jarum yang meletuskan gelembung itu. Mereka adalah cermin yang tidak bisa berbohong. Fakta bahwa para manajer menempatkan ini di peringkat ketiga menunjukkan betapa mereka menghargai kebenaran yang tidak terfilter, bahkan jika itu menyakitkan.

Yang Paling Mengejutkan: Ternyata Teknologi Bukan Jawaban Utama

Sekarang, mari kita bicara tentang gajah di dalam ruangan. Di era di mana kita terus-menerus diberitahu bahwa data adalah minyak baru, transformasi digital adalah kunci, dan AI akan mengubah segalanya, di manakah peringkat "Teknologi Informasi"?

Peringkat 12. Paling buncit.  

Saya harus membaca ulang bagian itu beberapa kali. Bagaimana mungkin? Apakah para manajer di Yordania ini anti-teknologi? Saya rasa bukan itu masalahnya. Paper ini tidak mengatakan bahwa IT tidak penting. Sebaliknya, IT disebut berfungsi untuk "meningkatkan efektivitas manajemen risiko" dan "mengumpulkan data historis".  

Perhatikan kata-katanya: "meningkatkan," bukan "menentukan." "Mengumpulkan," bukan "menciptakan." Peran IT di sini adalah sebagai pendukung, bukan sebagai pemeran utama.

Analogi yang paling pas adalah dasbor mobil. Dasbor Anda sangat berguna. Ia memberitahu kecepatan Anda, sisa bensin, suhu mesin. Tapi dasbor tidak bisa menyetir mobilnya. Yang menyetir adalah Anda (Manajemen Puncak, Peringkat 5). Yang menentukan performa adalah mesinnya (Karakteristik Perusahaan, Peringkat 1). Dan yang membuat Anda selamat di jalanan macet adalah kemampuan Anda bermanuver (Fleksibilitas, Peringkat 2).

Temuan ini adalah penawar racun yang kuat untuk narasi "teknologi adalah segalanya" yang mendominasi dunia bisnis saat ini. Para manajer di lapangan ini, yang setiap hari berurusan dengan risiko nyata, sepertinya ingin mengatakan: "Fondasi manusianya dulu, baru teknologinya."

Meski temuannya hebat, saya merasa paper ini agak terlalu abstrak dalam menjelaskan mengapa IT mendapat peringkat begitu rendah. Apakah karena para manajer di sana belum sepenuhnya melek digital? Atau justru karena mereka sangat bijaksana dan memahami batasan teknologi? Analisis kuantitatifnya tidak bisa menjawab pertanyaan ini, meninggalkan sebuah misteri yang menarik. Mungkin, mereka hanya lebih peduli pada kekuatan fondasi rumah daripada kecanggihan catnya.

Bos dan Anak Buah Ternyata Sehati: Pelajaran tentang Keselarasan Organisasi

Ada satu temuan lagi yang tersembunyi di dalam data, yang menurut saya sama pentingnya. Para peneliti penasaran: apakah ada perbedaan pandangan antara manajemen puncak (para bos besar) dan manajemen level bawah (manajer lini) tentang apa yang paling penting?.  

Logika umum akan berkata, "Tentu saja ada!" Kita sering mendengar cerita tentang bos yang terputus dari realitas lapangan, sementara karyawan di garis depan tahu masalah sebenarnya.

Hasilnya? Tidak ada perbedaan signifikan secara statistik. Nilai p-value dari uji Mann-Whitney adalah 0.654, yang jauh di atas ambang batas signifikansi 0.05. Artinya, baik CEO maupun manajer departemen, pada dasarnya, setuju tentang urutan pentingnya ke-12 faktor risiko tersebut.  

Bayangkan sebuah kapal di mana kapten di anjungan dan kepala mesin di ruang bawah sama-sama setuju bahwa gunung es di depan adalah ancaman terbesar, dan kekuatan mesin adalah prioritas utama untuk menghindar. Itulah yang ditemukan penelitian ini. Semua orang, dari atas ke bawah, melihat peta risiko yang sama.

Ini adalah temuan yang sangat kuat. Ini meruntuhkan narasi bahwa masalah utama di perusahaan adalah "ketidakselarasan" atau "mispersepsi." Jika semua orang setuju tentang apa yang penting, lalu mengapa masalah masih terjadi?

Ini menggeser fokus kita. Masalahnya mungkin bukan kurangnya kesadaran, tetapi kurangnya tindakan. Mungkin manajemen puncak tahu bahwa pelatihan SDM itu penting (Peringkat 10), tetapi mereka tidak mengalokasikan anggaran untuk itu. Mungkin manajemen bawah tahu bahwa struktur organisasi (Peringkat 6) perlu diubah, tetapi mereka tidak memiliki wewenang untuk melakukannya. Keselarasan dalam persepsi tidak ada artinya tanpa keselarasan dalam eksekusi.

Cara Menerapkan Ini dalam Hidup Anda (dan Kamu Juga Bisa)

Oke, ini semua teori yang menarik. Tapi bagaimana kita bisa menerapkannya dalam pekerjaan dan kehidupan kita sehari-hari? Mari kita coba gunakan kerangka "Bayangkan jika..."

  • Untuk Anda yang seorang Freelancer atau Profesional Mandiri: Bayangkan jika Anda mengelola karier Anda seperti sebuah perusahaan. Apa "Karakteristik Perusahaan" Anda (Peringkat 1)? Mungkin itu adalah reputasi, keahlian spesialis, dan portofolio Anda. Seberapa kokoh fondasi ini? Lalu, bagaimana dengan "Fleksibilitas" Anda (Peringkat 2)? Apakah Anda hanya bergantung pada satu klien besar (sangat berisiko!), atau Anda secara aktif mendiversifikasi sumber pendapatan dan keahlian Anda? Siapa "auditor eksternal" Anda (Peringkat 3)? Apakah Anda punya mentor atau rekan yang bisa memberikan masukan jujur tentang pekerjaan Anda?

  • Untuk Anda yang seorang Manajer Tim: Bayangkan jika Anda menerapkan peringkat ini pada tim kecil Anda. Seberapa jelas "Struktur Organisasi" (Peringkat 6) di dalam tim? Apakah semua orang tahu peran dan tanggung jawab mereka? Seberapa efektif "Komunikasi" Anda (Peringkat 7)? Apakah informasi penting mengalir dengan lancar, atau sering tersumbat? Apakah Anda secara sadar membangun "Kepercayaan" (Peringkat 9) setiap hari melalui tindakan Anda?

  • Untuk Anda yang seorang Pemimpin Bisnis: Lihatlah 12 faktor ini sebagai dasbor kesehatan perusahaan Anda. Lakukan audit internal yang jujur. Di mana lampu Anda berwarna hijau, kuning, atau merah? Apakah Anda terlalu banyak berinvestasi di Peringat 12 (IT) sambil mengabaikan pentingnya Peringkat 5 (keterlibatan Manajemen Puncak)? Apakah budaya perusahaan Anda (Peringkat 11) mendorong adaptasi atau justru menghukumnya?

Menguasai prinsip-prinsip ini, terutama yang berkaitan dengan kepemimpinan, komunikasi, dan efisiensi SDM, membutuhkan lebih dari sekadar kesadaran—itu membutuhkan keterampilan praktis. Jika Anda serius ingin membangun fondasi yang kokoh untuk tim atau bisnis Anda, saya sangat merekomendasikan untuk melihat kursus-kursus yang relevan. Salah satu platform yang bisa Anda coba adalah(https://www.diklatkerja.com), yang menawarkan pelatihan terstruktur untuk mengembangkan kompetensi ini.

Penutup: Dari Yordania ke Meja Kerjamu

Membaca paper ini terasa seperti menemukan peta kuno yang menunjukkan jalan yang lebih aman melewati lautan yang bergejolak. Pesan utamanya sederhana namun mendalam: manajemen risiko yang efektif bukanlah tentang membeli perangkat lunak canggih atau menulis manual prosedur setebal bantal.

Ini tentang kembali ke dasar.

Ini tentang membangun organisasi yang memiliki fondasi kuat namun tetap lentur seperti bambu. Ini tentang memiliki pemimpin yang terlibat dan selaras dengan timnya. Ini tentang keberanian untuk mendengarkan kebenaran dari luar. Dan ini tentang memahami bahwa teknologi adalah pelayan, bukan tuan.

Proyek saya yang hampir karam bertahun-tahun lalu itu akhirnya selamat. Bukan karena kami menemukan alat ajaib, tetapi karena kami berhenti sejenak, berkomunikasi secara jujur (Peringkat 7), mempercayai satu sama lain (Peringkat 9), dan dengan cepat menyesuaikan rencana kami (Peringkat 2). Tanpa sadar, kami sedang menerapkan pelajaran inti dari paper Yordania ini.

Peta sudah ada di tangan Anda. Pertanyaannya sekarang, ke mana Anda akan mengarahkan kapal Anda?

Jika Anda merasa terinspirasi dan ingin menggali lebih dalam data dan metodologi di baliknya, saya sangat menganjurkan Anda untuk membaca paper aslinya. Ini adalah bacaan yang padat, tetapi sangat berharga.

(https://doi.org/10.3390/admsci13050132)