Perasaan Asing di Ruangan yang Seharusnya Milik Semua
Pernahkah Anda mencoba menggunakan alat yang jelas-jelas tidak didesain untuk Anda? Bayangkan Anda seorang kidal yang terpaksa memakai gunting untuk orang normal. Anda bisa menggunakannya, tentu saja, tapi rasanya canggung, tidak efisien, dan setiap potongannya menjadi pengingat halus bahwa Anda adalah sebuah pengecualian, bukan standar. Anda harus beradaptasi dengan alat itu, karena alat itu tidak akan beradaptasi dengan Anda.
Selama bertahun-tahun, saya merasa perasaan inilah yang paling tepat menggambarkan pengalaman banyak orang dari kelompok minoritas di dunia kerja profesional, terutama di bidang teknik (engineering). Ini bukan tentang niat jahat; ini tentang desain. Sebuah sistem, sebuah budaya, sebuah mesin profesional yang dibangun dengan satu jenis pengguna dalam pikiran.
Baru-baru ini, saya menghabiskan waktu menelaah sebuah laporan monumental dari Royal Academy of Engineering Inggris. Laporan berjudul Equality, diversity, and inclusivity in engineering, 2013 to 2022: a review ini bukan sekadar dokumen kering. Ini adalah hasil sintesis dari 506 laporan, studi, dan makalah selama satu dekade penuh. Bagi saya, ini terasa seperti cetak biru diagnostik dari "mesin" yang saya sebutkan tadi. Laporan ini membedah setiap komponennya dan menunjukkan dengan data yang tak terbantahkan mengapa begitu banyak orang brilian merasa seperti pengguna gunting kidal—dan mengapa pada akhirnya, banyak dari mereka memilih untuk meletakkan gunting itu dan pergi.
Ilusi Kemajuan dan Pipa yang Terus Bocor
Jika Anda melihat permukaan, sepertinya ada banyak kemajuan. Laporan ini menunjukkan adanya tren peningkatan yang jelas dalam jumlah publikasi terkait Kesetaraan, Diversitas, dan Inklusi (EDI) selama sepuluh tahun terakhir. Percakapan tentang EDI semakin kencang. Banyak perusahaan kini memiliki strategi EDI, melaporkan data kesenjangan gaji, dan mengadakan pekan kesadaran. Aktivitasnya banyak.
Namun, di sinilah letak ironi yang menyakitkan. Di balik semua aktivitas itu, masalah fundamentalnya tetap ada. Laporan ini menyoroti sebuah konsep yang mungkin pernah Anda dengar: "pipa bocor" (leaky pipeline). Metafora ini menggambarkan bagaimana individu dari kelompok yang kurang terwakili—terutama perempuan—keluar dari jalur karier di berbagai tahap, mengakibatkan hilangnya talenta dan keragaman.
Tapi saya pikir metafora ini terlalu sederhana. Ini bukan sekadar pipa yang menetes. Bayangkan ini adalah sistem perpipaan bertekanan tinggi yang penuh dengan retakan, katup yang salah, dan sambungan yang longgar di setiap tahapnya. Dan data dalam laporan ini menunjukkan betapa parahnya kebocoran itu: perempuan meninggalkan profesi teknik dengan laju dua kali lipat dibandingkan laki-laki. Ini bukan kebocoran kecil; ini adalah kegagalan sistemik. Laporan tersebut secara gamblang menyebutnya sebagai "fenomena pipa bocor, di mana perempuan meninggalkan karier mereka karena hambatan struktural dan sistemik di tempat kerja".
Ini membawa kita pada sebuah kesadaran yang tidak nyaman. Mungkin kita telah jatuh ke dalam "perangkap aktivitas"—ilusi kemajuan karena kita sibuk membicarakan masalah, bukan menyelesaikan masalah. Laporan mencatat bahwa banyak organisasi menerbitkan komitmen dan laporan EDI, tetapi ketika sebuah inisiatif tidak membuahkan hasil positif, kegagalan itu "tidak terlihat atau dibagikan". Ini mengisyaratkan budaya aksi performatif, di mana yang terpenting adalah terlihat sedang melakukan sesuatu, bukan benar-benar mencapai sesuatu. Ada perbedaan besar antara
melakukan EDI dan mencapai EDI.
Di Bawah Sorotan dan Dalam Bayangan: Kisah yang Kita Ceritakan dan yang Kita Abaikan
Saat saya menggali lebih dalam, satu temuan benar-benar membuat saya terdiam: ketidakseimbangan yang luar biasa dalam perhatian yang diberikan pada berbagai dimensi keragaman. Bayangkan sebuah panggung besar dengan satu lampu sorot yang sangat terang. Lampu sorot itu, selama satu dekade terakhir, hampir secara eksklusif diarahkan pada satu isu: gender.
Persamaan Gender: Sebuah Cerita yang Belum Usai
Jangan salah, fokus pada gender sangatlah penting. Data menunjukkan betapa mendesaknya masalah ini. Isu gender menyumbang 33,2% dari semua dokumen yang ditinjau. Dalam literatur akademis, istilah "gender" muncul di
91,8% artikel. Angka-angka ini mencerminkan krisis yang nyata: pada tahun 2021, hanya
16,5% dari mereka yang bekerja di bidang teknik adalah perempuan.
Laporan ini melampaui angka-angka dan menjelaskan mengapa ini terjadi. Ini bukan hanya tentang bias individu. Ini tentang sistem:
-
Mitos "Pekerja Ideal": Organisasi sering kali memiliki gambaran implisit tentang seorang pekerja hebat: seseorang yang bekerja berjam-jam, selalu siap sedia untuk bepergian tanpa pemberitahuan. Model ini, seperti yang digambarkan dalam laporan, secara inheren adalah model maskulin yang tidak mempertimbangkan tanggung jawab pengasuhan utama.
-
Kekerasan Simbolis: Laporan ini menggunakan istilah akademis yang kuat, yang pada dasarnya berarti cara-cara halus di mana sistem menolak akses perempuan ke sumber daya penting. Contohnya adalah kesempatan networking informal setelah jam kerja, di mana keputusan-keputusan penting sering kali dibuat dan hubungan karier ditempa.
Jadi, ya, lampu sorot pada isu gender itu perlu. Tapi masalahnya adalah, saat lampu itu menyala begitu terang di satu tempat, ia menciptakan bayangan yang sangat gelap di tempat lain.
Suara-suara yang Hilang: Etnisitas, Disabilitas, dan Spektrum Identitas Lainnya
Di dalam bayangan itulah saya menemukan bagian paling mengkhawatirkan dari cerita ini. Saat industri sibuk (dan memang seharusnya) dengan isu gender, dimensi-dimensi krusial lainnya dari identitas manusia hampir sepenuhnya diabaikan.
-
🚀 Fakta Keras: Jumlah dokumen yang membahas etnisitas lima kali lebih sedikit daripada yang membahas gender. Laporan ini menemukan bahwa 80% responden mengakui adanya rasisme di bidang teknik. Namun, responden dari kelompok etnis minoritas merasa bahwa isu ras tidak diberi tingkat kepentingan yang sama dengan isu gender, LGBTQ+, dan disabilitas oleh perusahaan mereka.
-
🧠Titik Buta Industri: Topik-topik seperti neurodiversitas, status sosial ekonomi, dan agama atau kepercayaan hampir tidak pernah dibahas secara mendalam. Laporan ini secara eksplisit merekomendasikan penelitian lebih lanjut karena kelompok-kelompok ini "kurang diteliti" (
under-researched). Ini bukan hanya data yang hilang; ini adalah talenta, pengalaman, dan perspektif manusia yang secara kolektif kita abaikan.
-
💡 Pelajaran Pahit: Ketika kita hanya fokus mengukur satu hal (gender), kita secara tidak sengaja mengirimkan sinyal bahwa hal-hal lain tidak sepenting itu. Ini menciptakan hierarki inklusi—sebuah konsep yang pada dasarnya kontradiktif.
Pendekatan monolitik ini sangat berbahaya. Ini secara implisit memperlakukan "perempuan" sebagai satu kelompok tunggal yang seragam, mengabaikan pengalaman yang sangat berbeda antara, katakanlah, seorang perempuan kulit putih yang sehat secara fisik dengan seorang perempuan kulit hitam penyandang disabilitas yang juga seorang lesbian. Ini adalah kegagalan mendasar dalam memahami intersectionality—gagasan bahwa "kategori perbedaan jarang ada dalam isolasi". Laporan itu sendiri menyoroti contoh nyata dari persimpangan ini: perempuan kulit hitam hanya mencakup kurang dari 1% dari tenaga kerja teknologi. Fakta bahwa laporan ini memiliki bagian kecil terpisah tentang "Intersectionality" alih-alih menenunnya ke dalam setiap analisis, dengan sendirinya, adalah bukti dari masalah yang ada.
Ini Bukan Bug, Ini Fitur: Membongkar Sistem yang Mapan
Masalah-masalah ini bukanlah kecelakaan atau bug dalam sistem. Mereka adalah fitur dari sistem yang dirancang dengan mempertimbangkan pengguna tertentu.
Saya suka menganalogikannya dengan mencoba menjalankan perangkat lunak modern pada sistem operasi berusia 30 tahun. Anda bisa memasang patch dan solusi sementara (seperti pelatihan bias yang tidak disadari), tetapi sistem akan terus mogok sampai Anda memutakhirkan seluruh sistem operasinya. "Sistem operasi" di sini adalah budaya, struktur, dan asumsi-asumsi yang mendarah daging dalam profesi teknik. Laporan ini menegaskan hal ini, dengan menyatakan, "Tantangan inklusi yang terjadi di organisasi teknik secara intrinsik terkait dengan ketidaksetaraan sistemik dalam masyarakat luas". Ini adalah pengakuan krusial bahwa inisiatif di tingkat perusahaan saja tidak akan pernah cukup.
Masalahnya dimulai jauh sebelum seseorang melamar pekerjaan. Laporan ini membahas konsep "modal sains" (science capital). Saya membayangkannya sebagai "paket pemula" untuk menjadi seorang insinyur. Isinya adalah hal-hal seperti mengenal seseorang yang bekerja di bidang sains, memiliki hobi yang berhubungan dengan sains, dan yang terpenting, melihat orang-orang yang mirip dengan Anda dalam peran-peran tersebut. Data menunjukkan bahwa ketidaksetaraan dalam modal sains ini sudah "terlihat di sekolah dasar dan diperburuk selama sekolah menengah".
Di sinilah kritik halus saya terhadap laporan ini muncul. Meskipun laporan ini luar biasa dalam mengumpulkan data, saya merasa ada keengganan untuk secara eksplisit menantang "alasan bisnis" (business case) untuk diversitas. Laporan tersebut menyebutkan bahwa argumen untuk EDI sering kali didasarkan pada keuntungan bisnis seperti "memperluas jalur talenta" atau "meningkatkan kepuasan pelanggan". Walaupun benar, ini terasa seperti pembenaran. Kapan kita akan sampai pada titik di mana kita memperjuangkan inklusi bukan karena itu menguntungkan, tetapi karena itu adalah hal yang benar dan manusiawi untuk dilakukan?
Cetak Biru untuk Masa Depan: Langkah Nyata yang Bisa Kita Ambil Hari Ini
Setelah membedah semua masalah ini, mudah untuk merasa pesimis. Tapi laporan ini juga menawarkan harapan. Di antara ratusan halaman analisis, terselip bagian tentang "Praktik yang Menjanjikan" (Promising Practices). Ini bukanlah daftar periksa, melainkan prinsip-prinsip desain untuk membangun "mesin" baru yang lebih inklusif.
Bayangkan jika kita benar-benar menerapkannya:
-
Bayangkan jika perusahaan Anda tidak hanya menawarkan pelatihan bias yang tidak disadari, tetapi secara proaktif beralih ke program inklusi sadar (conscious inclusion), yang secara fundamental mengubah proses perekrutan, promosi, dan evaluasi kinerja untuk menghilangkan bias sistemik?.
-
Bayangkan jika ada program "Returners" yang terstruktur dengan baik, yang secara aktif menyambut dan melatih kembali para profesional (terutama perempuan) yang kembali setelah jeda karier, alih-alih menghukum mereka karena memiliki celah dalam CV mereka?.
-
Bayangkan jika ada mentoring timbal balik (reciprocal mentoring), di mana seorang CEO tidak hanya membimbing seorang insinyur junior, tetapi juga secara aktif belajar dari pengalaman hidup seorang insinyur neurodivergen atau dari latar belakang sosial ekonomi yang kurang beruntung?.
Membangun budaya yang mampu menjalankan ide-ide ini membutuhkan keterampilan kepemimpinan yang radikal berbeda—kemampuan untuk mendengarkan secara mendalam, berempati secara tulus, dan berani menantang status quo. Ini bukanlah soft skill; ini adalah kompetensi inti di abad ke-21. Keterampilan seperti ini perlu dilatih secara sengaja, sesuatu yang bisa diasah melalui program seperti (https://www.diklatkerja.com).
Jika kita memvisualisasikan data dari laporan ini, kita akan melihat Peta Buta Inklusi di Dunia Teknik. Akan ada satu batang grafik yang menjulang tinggi dan berwarna cerah berlabel "Gender." Di sebelahnya, akan ada batang-batang grafik yang jauh lebih kecil dan warnanya pudar, hampir tidak terlihat, berlabel "Etnisitas," "Disabilitas," "LGBTQ+," "Neurodiversitas," dan "Latar Belakang Sosio-ekonomi." Visual ini, yang disederhanakan dari Peta Bukti dalam laporan , secara instan mengkomunikasikan di mana letak lampu sorot kita—dan betapa luasnya bayangan yang diciptakannya.
Sekarang Giliranmu di Meja Desain
Profesi teknik adalah salah satu kekuatan paling kuat yang membentuk dunia kita. Dari jembatan yang kita lewati hingga perangkat lunak yang menjalankan hidup kita, para insinyur merancang realitas kita. Namun, terlalu lama, sebagian besar umat manusia telah dikecualikan dari meja desain tersebut.
Ini bukan hanya tidak adil; ini adalah kerugian potensi yang katastrofik. Laporan ini menunjukkan kepada kita semua kekurangan dalam mesin yang ada saat ini. Ini memberi kita data, bahasa, dan urgensi untuk menuntut sesuatu yang lebih baik.
Jika tulisan ini membuat Anda berpikir, saya sangat mendorong Anda untuk tidak berhenti di sini. Tantang asumsi di tim Anda. Tanyakan siapa yang tidak ada di ruangan saat keputusan penting dibuat. Jadilah orang yang menyalakan lampu di sudut-sudut yang gelap. Dan jika Anda ingin melihat datanya sendiri, gali lebih dalam.