Revolusi Pendidikan Insinyur: Mengapa Keterampilan Profesional Harus Lebih dari Sekadar Ahli Teknis

Dipublikasikan oleh Hansel

25 September 2025, 18.52

unsplash.com

Di tengah tantangan global yang semakin kompleks—mulai dari krisis iklim hingga gejolak ekonomi dan pandemi—peran insinyur menjadi semakin krusial. Namun, ada seruan yang terus-menerus agar pendidikan teknik mengalami "revolusi" untuk melahirkan lulusan yang siap menghadapi "masalah-masalah jahat" (wicked problems) yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga sosial. Selama ini, banyak upaya reformasi kurikulum yang berfokus pada keseimbangan antara keterampilan teknis dan non-teknis telah gagal mencapai tujuannya.1

Mengapa reformasi ini begitu sulit diwujudkan? Sebuah studi fenomenografi yang mendalam dari Irlandia mengungkap alasan fundamental yang sering diabaikan: akar masalahnya bukan pada kurikulum itu sendiri, melainkan pada bagaimana para pengajar—yang merupakan agen perubahan utama—memahami apa yang dimaksud dengan "keterampilan profesional." Laporan ini bukanlah sekadar daftar kompetensi yang dibutuhkan, melainkan sebuah peta jalan yang menunjukkan bagaimana pemahaman seorang pengajar membentuk nilai-nilai dan pandangan yang tak terucapkan, atau yang dikenal sebagai "kurikulum tersembunyi," yang pada akhirnya diterima oleh mahasiswa.1

Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Engineering Education ini secara khusus menggali "cara-cara yang berbeda secara kualitatif" yang dimiliki para dosen teknik dalam memahami keterampilan profesional.1 Dengan mewawancarai 19 dosen dari 273 responden survei, studi ini berhasil memetakan spektrum pemahaman yang mengejutkan, dari yang paling sederhana hingga yang paling komprehensif.1 Laporan ini mengupas tuntas temuan-temuan tersebut, menjelaskan mengapa pandangan yang sempit bisa menghambat transformasi, dan bagaimana pergeseran pemahaman bisa menjadi kunci untuk melahirkan insinyur masa depan yang tidak hanya cerdas secara teknis, tetapi juga bijaksana dan bertanggung jawab secara sosial.

 

Membongkar Enam Konsepsi Keterampilan Insinyur: Dari Papan Tulis hingga Ruang Rapat

Studi ini menemukan bahwa konsepsi para dosen mengenai keterampilan profesional terbagi menjadi enam kategori yang berbeda secara kualitatif. Kategorisasi ini bukanlah sebuah penilaian benar atau salah, melainkan sebuah spektrum yang menunjukkan bagaimana pemahaman seseorang dapat meluas dari sudut pandang yang paling sederhana hingga yang paling holistik.1

Kategori A: Keterampilan Komunikasi

Pada tingkat paling dasar, sebagian dosen menganggap keterampilan profesional hanya sebatas kemampuan komunikasi.1 Konsepsi ini berfokus pada hal-hal yang dapat diukur dan terlihat, seperti kemampuan menulis laporan yang baik, membuat presentasi yang efektif, atau berbicara dengan percaya diri di depan umum.1 Bagi mereka, manfaat dari keterampilan ini bersifat sangat personal—untuk membantu insinyur itu sendiri mendapatkan pekerjaan atau "menemukan suara" mereka di lingkungan kerja.1 Hal ini terungkap dalam pengalaman dosen perempuan bernama Imelda, yang menceritakan bagaimana ia harus belajar untuk "berdiri teguh" dan berbicara secara profesional di ruangan rapat yang didominasi oleh laki-laki yang lebih tua.1

Kategori B: Keterampilan Teknis

Sebagian dosen lain memiliki pandangan yang sepenuhnya berlawanan, dengan meyakini bahwa keterampilan profesional adalah keterampilan teknis yang spesifik pada disiplin ilmu mereka.1 Bagi mereka, menjadi insinyur yang "profesional" berarti memiliki penguasaan teknis yang luar biasa, mampu membaca buku, dan menguasai materi secara mendalam.1 Manfaat utama dari konsepsi ini ditujukan sepenuhnya untuk industri—menghasilkan insinyur yang secara teknis kompeten untuk melayani kebutuhan perusahaan.1 Pandangan ini, meskipun penting, menunjukkan adanya fokus yang sangat sempit yang mengabaikan semua aspek interaksi manusia dan etika di tempat kerja.1

Kategori C: Keterampilan Pendukung (Enabling Skills)

Pandangan yang lebih berkembang dari Kategori A muncul dalam konsepsi ini, di mana keterampilan profesional dipandang sebagai kemampuan non-teknis yang mendukung seorang individu untuk menjadi insinyur yang sukses.1 Keterampilan ini tidak hanya terbatas pada komunikasi, tetapi juga mencakup pemecahan masalah dan kemampuan untuk mempresentasikan argumen secara persuasif.1 Meskipun masih berfokus pada manfaat pribadi, konsepsi ini mengakui bahwa keahlian teknis saja tidak cukup.1 Seorang dosen bernama Nichola mengungkapkan pandangan ini dengan analogi yang hidup: “Terkadang Anda bisa memiliki insinyur paling cerdas, tetapi kecuali mereka mampu mengkomunikasikannya atau bekerja dalam tim, terkadang itu tidak berhasil”.1

Kategori D: Kombinasi Keterampilan

Konsepsi ini mulai menjembatani dikotomi antara keterampilan teknis dan non-teknis. Di sini, dosen memandang keterampilan profesional sebagai campuran dari keduanya.1 Mereka yang memiliki pandangan ini mengakui pentingnya "keterampilan keras" (hard skills) seperti penggunaan perangkat lunak desain dan pemahaman matematika, serta "keterampilan lunak" (soft skills) seperti kemampuan menulis email yang benar secara tata bahasa atau memimpin rapat.1 Pandangan ini dianggap lebih maju karena mengakui bahwa seorang insinyur membutuhkan keduanya untuk berfungsi secara efektif di tempat kerja, sehingga manfaatnya dirasakan baik oleh individu maupun industri.1

Kategori E: Perilaku Interpersonal

Kategori ini menandai pergeseran signifikan dari "keterampilan" menjadi "perilaku".1 Dosen dengan konsepsi ini berfokus pada bagaimana seorang insinyur berinteraksi dengan orang lain, membangun hubungan yang sukses, dan bekerja dalam tim.1 Kutipan dari seorang dosen bernama Monica merangkumnya dengan sempurna: "Negosiasi, komunikasi, mendengarkan, saya kira. Mengajukan pertanyaan yang tepat kepada orang yang tepat dengan cara yang tepat." Konsepsi ini mencakup aspek-aspek seperti sikap, empati, resolusi konflik, dan rasa hormat terhadap orang lain.1 Pandangan ini menyiratkan bahwa menjadi seorang profesional bukan hanya tentang apa yang Anda ketahui, tetapi juga tentang bagaimana Anda bertindak dan bersikap terhadap orang-rekan kerja, klien, dan atasan.1

Kategori F: Bertindak Profesional

Ini adalah puncak pemahaman yang paling komprehensif.1 Dosen dengan konsepsi ini melihat keterampilan profesional sebagai cara bertindak dan bersikap—termasuk etika, integritas, dan tanggung jawab sosial—yang berdampak pada orang lain dan masyarakat luas.1 Seorang dosen bernama Nathan mengungkapkan bahwa "profesionalisme adalah pengetahuan teknis yang Anda bawa ke industri, tetapi juga cara Anda mengelola dan menjalankan bisnis, cara Anda memiliki tanggung jawab profesional kepada klien dan masyarakat, dan cara Anda berkontribusi kembali".1 Pandangan ini mencakup semua kategori di bawahnya—mulai dari keterampilan teknis dan non-teknis hingga perilaku interpersonal.1 Ini adalah satu-satunya konsepsi yang secara eksplisit memasukkan etika dan keberlanjutan sebagai bagian inti dari apa artinya menjadi insinyur profesional, dan manfaatnya meluas kepada individu, industri, dan masyarakat secara keseluruhan.1

 

Ketegangan di Balik Kurikulum: Siapa yang Benar-Benar Diuntungkan?

Keenam kategori konsepsi ini tidak muncul secara acak, melainkan membentuk sebuah struktur hierarkis yang logis.1 Studi ini mengungkapkan adanya tiga "tema kesadaran yang meluas" yang menjadi dasar dari hierarki ini: tujuan, manfaat, dan tipe keterampilan.1 Perbedaan pada setiap tema inilah yang memisahkan satu konsepsi dari yang lain dan menunjukkan bagaimana pemahaman yang lebih maju bersifat lebih inklusif dan holistik.1

  • Tujuan dan Manfaat: Konsepsi yang paling sederhana, seperti Komunikasi (A) dan Keterampilan Teknis (B), memiliki tujuan dan manfaat yang terbatas.1 Konsepsi A berfokus pada tujuan personal dan manfaat individu, sementara konsepsi B berfokus pada tujuan teknis dan manfaat industri.1 Keterbatasan ini menciptakan "dinding" pemahaman yang menghalangi insinyur melihat dampak yang lebih luas dari pekerjaan mereka.1 Saat pandangan berkembang menuju Kategori D dan E, manfaatnya meluas untuk individu dan industri.1 Akhirnya, pada Kategori F, manfaatnya mencakup tiga pilar utama: pribadi, industri, dan masyarakat.1 Perluasan manfaat ini menjadi cerminan bahwa insinyur, pada dasarnya, memiliki peran ganda—tidak hanya sebagai pekerja, tetapi juga sebagai warga negara yang bertanggung jawab.
  • Tipe Keterampilan dan Perilaku: Perbedaan lain yang signifikan terletak pada tipe keterampilan itu sendiri.1 Pandangan paling dasar memisahkan keterampilan secara dikotomis: ada yang hanya melihat keterampilan sebagai non-disiplin khusus (Kategori A & C), dan ada yang hanya melihatnya sebagai keterampilan teknis disiplin khusus (Kategori B).1 Pandangan ini menciptakan dikotomi palsu, di mana seolah-olah keterampilan teknis dan profesional adalah dua hal yang terpisah dan saling bersaing untuk mendapatkan waktu dalam kurikulum.1 Namun, studi ini menunjukkan bahwa konsepsi yang lebih komprehensif, terutama Kategori D dan F, tidak melihatnya sebagai dua hal yang terpisah.1 Bagi mereka, keterampilan teknis adalah komponen penting dari apa artinya menjadi profesional.1 Hal ini menantang gagasan konvensional dan mendorong kebijakan pendidikan untuk melihat keduanya sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.1

 

Ketika Keterampilan Bertemu Perilaku: Kisah di Balik Data Gender

Salah satu temuan paling humanis dan penting dari penelitian ini adalah adanya perbedaan yang signifikan antara konsepsi dosen laki-laki dan perempuan.1 Meskipun sampelnya kecil dan tidak dapat ditarik kesimpulan definitif, data menunjukkan sebuah pola yang sangat menarik: dosen perempuan lebih cenderung menganggap keterampilan profesional sebagai perilaku dan aspek non-teknis, sementara dosen laki-laki lebih sering memasukkan keterampilan teknis sebagai bagian dari definisi profesional.1

Temuan ini bukan hanya sekadar data statistik; hal ini mencerminkan pengalaman hidup dan identitas yang unik.1 Kutipan dari para dosen perempuan menyinggung pengalaman yang intim, seperti merasa suara mereka diabaikan dalam rapat yang didominasi laki-laki atau merasakan kurangnya rasa hormat dari mahasiswa laki-laki yang lebih muda.1 Bagi mereka, keterampilan profesional tidak hanya dipelajari dari buku atau kurikulum, melainkan dari "kurikulum tersembunyi" kehidupan—melalui pengalaman mengamati orang lain, melalui umpan balik, dan melalui perjuangan untuk diakui dalam lingkungan yang menantang.1

Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa bagi sebagian insinyur, keterampilan profesional, terutama yang berkaitan dengan perilaku dan interaksi, adalah alat penting untuk bertahan hidup dan berhasil dalam industri yang didominasi oleh satu gender.1 Hal ini memberikan dimensi sosiologis yang mendalam pada temuan studi, menunjukkan bahwa upaya reformasi pendidikan teknik tidak hanya harus berfokus pada apa yang diajarkan, tetapi juga pada siapa yang mengajar dan bagaimana pengalaman hidup mereka membentuk apa yang mereka nilai sebagai penting.1

 

Mengubah Kurikulum Tersembunyi: Dari Keterampilan Hingga Perilaku

Temuan ini membawa implikasi besar bagi masa depan pendidikan teknik. Jika transformasi ingin berhasil, pembuat kebijakan dan pimpinan universitas tidak bisa lagi hanya mengandalkan pendekatan "atas-ke-bawah" dengan mengubah silabus dan persyaratan akreditasi.1 Pendekatan ini tidak akan efektif jika konsepsi mendasar para pengajar tidak selaras dengan tujuan reformasi.1

Perlu ada pendekatan "bawah-ke-atas" yang memberdayakan para dosen untuk merefleksikan konsepsi mereka sendiri.1 Studi ini menyediakan sebuah "ruang hasil" yang dapat digunakan sebagai alat refleksi bagi para dosen. Dengan melihat spektrum pemahaman, mereka dapat mengidentifikasi di mana posisi mereka dan bagaimana mereka dapat memperluas pemahaman mereka menuju konsepsi yang lebih komprehensif.1

Yang paling penting, studi ini menyoroti bahwa dosen adalah panutan.1 Perilaku dan sikap mereka di dalam kelas dan di luar kelas—baik disadari maupun tidak—memiliki dampak besar pada persepsi mahasiswa.1 Seorang dosen yang menunjukkan rasa hormat kepada mahasiswa, yang mengakui kesalahan, dan yang menyoroti isu-isu etika dalam studi kasus, secara tidak langsung mengajarkan kepada mahasiswa apa artinya "bertindak profesional".1 Ini adalah "kurikulum tersembunyi" yang jauh lebih kuat daripada sekadar modul mata kuliah.1

 

Kritik Realistis dan Langkah Konkret Menuju Transformasi Nyata

Secara realistis, studi ini memiliki keterbatasan.1 Penelitian ini hanya berfokus pada dosen di Irlandia dan tidak mengumpulkan data tentang ras, yang berarti temuannya tidak dapat digeneralisasi ke semua fakultas teknik di seluruh dunia.1 Namun, karena pertanyaan yang diajukan bersifat fundamental, temuan ini sangat relevan untuk konteks global, termasuk di Indonesia.1

Jika wawasan dari studi ini diterapkan, pendidikan teknik akan mengalami perubahan yang mendalam dan nyata.1

  • Untuk Pembuat Kebijakan dan Badan Akreditasi: Kebijakan harus dirancang untuk mengakomodasi berbagai konsepsi yang ada, menawarkan jalur yang berbeda untuk mengembangkan keterampilan profesional.1
  • Untuk Universitas: Lembaga pendidikan harus berinvestasi dalam pengembangan profesional dosen.1 Pelatihan ini tidak hanya harus fokus pada pedagogi, tetapi juga pada membantu dosen merefleksikan konsepsi mereka sendiri tentang profesionalisme.1
  • Untuk Dosen: Para pengajar harus menyadari peran mereka sebagai panutan dan agen perubahan.1 Transformasi dimulai dari kesediaan untuk melihat dan bertindak di luar lingkup teknis semata.

Pada akhirnya, studi ini menegaskan bahwa menjadi seorang insinyur profesional di abad ke-21 tidak lagi hanya tentang membangun jembatan fisik, tetapi juga membangun jembatan kepercayaan, etika, dan hubungan antar manusia.1 Jika temuan-temuan ini diterapkan secara sistematis—melalui kurikulum yang direformasi dan, yang paling penting, melalui perubahan sikap dan perilaku para pengajar—maka kita dapat berharap untuk menghasilkan insinyur yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga bijaksana, berempati, dan siap untuk memimpin masyarakat menuju masa depan yang lebih baik.

 

Sumber Artikel:

https://doi.org/10.1002/jee.20556