Tantangan Abadi di Negeri Tropis
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan tropis dengan kekayaan sumber daya air yang luar biasa. Namun, keberlimpahan air tidak otomatis menjamin kualitasnya. Pencemaran air kini menjadi isu krusial, terutama di musim penghujan saat air hujan membawa serta polutan dari hulu ke hilir. Fenomena ini menyebabkan peningkatan tingkat Total Dissolved Solids (TDS) dan kekeruhan (turbidity)—dua parameter penting dalam menentukan kualitas air.
Dalam situasi ini, artikel dari Grimsa Journal of Science Engineering and Technology (2023) mengusulkan pendekatan baru yang inovatif: menggunakan digital image processing dan algoritma machine learning untuk menilai kualitas air. Penelitian ini bukan sekadar eksperimen teknis, melainkan solusi potensial untuk masyarakat luas dalam memantau air secara cepat dan murah.
Sungai Krueng Aceh sebagai Laboratorium Alam
Para peneliti memilih Sungai Krueng Aceh sebagai lokasi simulasi untuk mengambil sampel air. Lumpur sungai dicampurkan ke dalam air jernih dengan variasi kekeruhan sebesar 0%, 10%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%. Setiap sampel dikemas dalam wadah kaca dan difoto dalam kondisi standar untuk membentuk dataset visual beresolusi 512x512 piksel.
Dari 80 gambar yang dihasilkan, 60 digunakan untuk pelatihan model dan 20 untuk pengujian. Gambar-gambar ini kemudian diproses menggunakan algoritma Support Vector Machine (SVM), dengan tujuan untuk mengklasifikasikan tingkat kekeruhan serta memperkirakan nilai TDS dan pH masing-masing sampel.
Korelasi Kekeruhan, TDS, dan pH
Salah satu hasil utama dari penelitian ini adalah ditemukannya korelasi linier antara tingkat kekeruhan dengan TDS dan pH.
Misalnya, pada air yang sangat jernih (0% kekeruhan), TDS hanya sebesar 9,1 mg/L dan pH berada di angka 6,9. Namun, ketika kekeruhan meningkat hingga 100%, TDS melonjak menjadi 1.490,3 mg/L dan pH menjadi 8,85. Ini menunjukkan bahwa semakin keruh air, semakin besar kemungkinan air tersebut terkontaminasi oleh senyawa terlarut dan bersifat lebih basa—dua indikator penting dari pencemaran air.
Pengelompokan Kualitas Air Berdasarkan Model AI
Penelitian ini menyusun klasifikasi kualitas air sebagai berikut:
- 0–10% kekeruhan: Sangat baik
- 20–40%: Baik
- 60%: Cukup layak
- 80%: Buruk
- 100%: Berbahaya
Dari hasil pengujian gambar, air mineral diklasifikasikan dalam kelompok “sangat baik”, dengan nilai TDS 9,1 mg/L dan pH 6,9. Sebaliknya, air sungai yang diambil dari Banda Aceh tergolong sebagai “baik”, dengan TDS 371,6 mg/L dan pH 7,37. Artinya, sistem berbasis gambar ini mampu memprediksi kualitas air dengan akurasi mendekati uji laboratorium.
Teknologi yang Digunakan: Proses 4 Tahap
- Input Data: Gambar air dimasukkan ke sistem.
- Preprocessing: Gambar RGB dikonversi ke grayscale untuk mengurangi gangguan warna.
- Feature Extraction: Ciri visual—terutama warna dan intensitas cahaya—dievaluasi untuk klasifikasi.
- Model Training & Classification: Algoritma SVM digunakan untuk mengelompokkan air berdasarkan kekeruhan.
Langkah-langkah ini menyederhanakan proses deteksi kualitas air hanya melalui kamera dan algoritma komputer, tanpa perlu alat ukur fisik yang mahal.
Manfaat Langsung bagi Masyarakat
Pendekatan ini sangat cocok untuk diterapkan di wilayah terpencil, sekolah, atau komunitas yang tidak memiliki akses laboratorium. Cukup dengan kamera dan perangkat lunak berbasis AI, masyarakat bisa mengukur apakah air sungai, sumur, atau waduk layak digunakan untuk konsumsi atau irigasi.
Beberapa manfaat praktisnya meliputi:
- Biaya rendah: Tidak butuh reagen kimia atau alat lab.
- Proses cepat: Hasil bisa didapat dalam hitungan detik.
- Ramah pengguna: Tidak memerlukan keahlian teknis.
- Skalabilitas tinggi: Bisa dikembangkan menjadi aplikasi mobile untuk Android/iOS.
Kelemahan dan Rekomendasi Penelitian Lanjutan
Meski hasilnya menjanjikan, ada beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan:
- Jumlah dataset terbatas: Hanya 80 gambar, belum mewakili keragaman kondisi air di seluruh Indonesia.
- Fokus tunggal pada kekeruhan: Belum mencakup parameter penting lain seperti logam berat, E. coli, pestisida, dan bahan kimia beracun.
- Belum diuji di lapangan luas: Simulasi dilakukan di laboratorium dengan kondisi terkontrol. Aplikasi di sungai besar seperti Ciliwung atau Brantas masih perlu pengujian lanjutan.
Penulis merekomendasikan perluasan studi ke wilayah lain dan integrasi dengan parameter fisika-kimia lain agar sistem lebih komprehensif.
Hubungan dengan Tren Global dan Teknologi
Pendekatan ini sangat selaras dengan tren global menuju smart environment monitoring. Banyak negara kini mengintegrasikan Internet of Things (IoT) dan AI untuk pemantauan kualitas air secara real-time. Studi ini menunjukkan bahwa Indonesia juga mampu masuk ke arena tersebut dengan solusi yang murah dan adaptif terhadap kondisi lokal.
Dari sisi teknologi, penggunaan SVM tergolong cerdas. Meski sederhana, SVM terbukti unggul dalam klasifikasi data terbatas. Namun, untuk tahap selanjutnya, penggunaan deep learning seperti CNN (Convolutional Neural Network) dapat dipertimbangkan untuk akurasi lebih tinggi—terutama jika dataset ditingkatkan.
Inovasi Ini Harus Dijadikan Kebijakan Nasional
Banyak kebijakan lingkungan di Indonesia fokus pada pembangunan infrastruktur besar, seperti bendungan dan normalisasi sungai. Padahal, investasi dalam teknologi cerdas berbasis masyarakat seperti ini justru bisa memberi dampak luas dengan anggaran rendah. Pemerintah daerah bisa mengembangkan aplikasi berbasis hasil studi ini untuk sekolah, RT/RW, atau kelompok tani.
Dengan pendekatan citizen science, masyarakat bisa memantau air di lingkungan mereka sendiri. Data dari berbagai daerah bisa dikumpulkan dalam satu sistem nasional yang memberi peringatan dini terhadap pencemaran—mirip sistem BMKG untuk cuaca, tapi khusus untuk kualitas air.
Air Bersih di Ujung Kamera dan AI
Studi ini bukan sekadar eksperimen akademik. Ini adalah cetak biru untuk masa depan pemantauan kualitas air di Indonesia—masa depan yang lebih inklusif, murah, cepat, dan adaptif. Dengan hanya kamera dan kecerdasan buatan, masyarakat bisa memiliki alat deteksi air yang sebelumnya hanya tersedia di laboratorium mahal.
Langkah selanjutnya adalah menjadikan teknologi ini sebagai bagian dari kebijakan lingkungan nasional. Dengan begitu, kita tidak hanya menjaga lingkungan, tetapi juga melindungi generasi masa depan dari ancaman air tercemar.
Sumber Asli Artikel:
Athiya Iffaty, Adinda Salsabila, Adis Aufa Rafiqhi, Rivansyah Suhendra, Muhammad Yusuf, dan Novi Reandy Sasmita. Enhancing Water Quality Assessment in Indonesia Through Digital Image Processing and Machine Learning. Grimsa Journal of Science Engineering and Technology, Vol. 1, No. 1, 2023. DOI: 10.61975/gjset.v1i1.3.