Resensi Konseptual dan Reflektif: “Generating Value in Alliance Contracts Through the Lean Concept”

Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra

11 Agustus 2025, 19.46

Pendahuluan

Disertasi karya Nimesha Vilasini ini mengangkat persoalan klasik namun krusial di industri konstruksi: bagaimana mengintegrasikan sistem operasional yang efisien ke dalam proyek yang menggunakan metode alliance contracting. Meskipun alliancing menjanjikan kolaborasi dan kinerja unggul, bukti empiris menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas yang “game breaking” belum sepenuhnya terwujud.

Penulis berargumen bahwa kelemahan ini disebabkan oleh fokus yang terlalu besar pada ranah kontraktual dan organisasi, sementara domain operasional diabaikan. Sebagai solusi, penelitian ini mengusulkan penerapan prinsip Lean—suatu filosofi manajemen yang menitikberatkan pada pengurangan limbah (waste) dan penciptaan nilai—ke dalam lingkungan proyek alliancing.

Kerangka Teori dan Landasan Konseptual

1. Filosofi Alliancing

Dalam kerangka teorinya, Vilasini menjelaskan bahwa alliancing merupakan bentuk kontrak relasional yang memfokuskan diri pada:

  • Kerja sama berbasis kepercayaan

  • Alokasi risiko dan keuntungan secara adil

  • Transparansi biaya melalui prinsip open-book

Konsep ini dianggap mampu meminimalkan “interferensi” (hambatan kinerja) sebagaimana dirumuskan dalam Gallwey’s Formula:

Kinerja aktual = Potensi sejati – Interferensi

Namun, temuan di berbagai studi menunjukkan bahwa masih ada interferensi yang bersumber dari proses operasional yang kurang efisien.

2. Filosofi Lean

Lean didefinisikan sebagai upaya berkelanjutan untuk menghilangkan pemborosan, memaksimalkan nilai, dan mengoptimalkan aliran kerja. Penulis mengadopsi delapan kategori pemborosan:

  1. Overproduksi

  2. Menunggu

  3. Transportasi berlebih

  4. Pemrosesan tambahan

  5. Inventori berlebih

  6. Gerakan tidak perlu

  7. Pekerjaan ulang (rework)

  8. Tidak dimanfaatkannya kreativitas pekerja (unused creativity) – fokus utama studi ini

Kombinasi alliancing dan Lean dipandang selaras: alliancing menyediakan lingkungan kolaboratif, sementara Lean memberi kerangka operasional yang sistematis.

Kontribusi Ilmiah

Penelitian ini menyumbang tiga hal penting:

  1. Integrasi Teori dan Praktik
    Menggabungkan kerangka relational contracting (khususnya alliancing) dengan teori Lean, yang sebelumnya jarang dikaji secara mendalam di konteks konstruksi Selandia Baru.

  2. Pengukuran Waste di Proyek Alliancing
    Melalui studi kasus jembatan Newmarket Viaduct, penulis memetakan berbagai jenis process waste dan behavioural waste, lalu mengaitkannya dengan peluang perbaikan berbasis Lean.

  3. Metodologi Peningkatan Proses di Lapangan
    Menghasilkan metode observasi, pemetaan aliran nilai (Value Stream Mapping), dan analisis partisipatif yang dapat diadopsi oleh proyek sejenis.

Metodologi dan Strategi Penelitian

Pendekatan Filosofis

  • Paradigma interpretivis dipilih untuk memahami fenomena secara kontekstual, bukan sekadar mengukur variabel.

  • Peneliti berperan aktif dalam proses observasi, sejalan dengan action research approach.

Strategi

  • Studi kasus longitudinal tunggal: proyek penggantian Viaduct di Auckland.

  • Metode pengumpulan data:

    • Observasi partisipatif pada lima proses konstruksi berulang

    • Pertemuan tindak lanjut dengan manajemen proyek

    • Wawancara semi-terstruktur dengan manajemen puncak

    • Kuesioner ke manajemen menengah

    • Analisis dokumen proyek

Analisis Data

  • Value Stream Mapping (VSM) untuk mengidentifikasi VA, NVAN, dan NVAU.

  • Diagram sebab-akibat, spaghetti diagram, dan Pareto chart untuk memetakan penyebab pemborosan.

  • Pendekatan campuran (kualitatif + kuantitatif) untuk menggabungkan hasil observasi dan persepsi partisipan.

Hasil dan Angka Penting

  1. Proporsi Waste
    Studi menemukan bahwa tingkat process waste di proyek alliancing hampir setara dengan model pengadaan lain (55% pada salah satu proses). Artinya, model kontrak saja tidak otomatis mengurangi pemborosan.

  2. Behavioural Waste

    • Pekerja lapangan: minimnya partisipasi dalam perbaikan proses mengakibatkan ide-ide inovatif tidak termanfaatkan.

    • Subkontraktor: kurangnya integrasi menyebabkan koordinasi lemah, menambah waktu tunggu dan pekerjaan ulang.

  3. Efektivitas Lean Tools
    Implementasi alat Lean menghasilkan penghematan signifikan pada proses berulang, seperti pengurangan waktu tunggu dan peningkatan efisiensi penggunaan peralatan.

Refleksi Teoretis atas Temuan

Temuan ini memperkuat argumen bahwa kinerja proyek tidak hanya ditentukan oleh “apa” kontraknya, tetapi juga “bagaimana” kontrak itu dioperasikan. Alliancing menciptakan ekosistem kolaboratif, tetapi tanpa sistem operasional seperti Lean, potensi maksimumnya terhambat.

Dari perspektif TFV (Transformation–Flow–Value), integrasi Lean membantu mengurangi gangguan pada flow dan memastikan value yang dihasilkan benar-benar sesuai kebutuhan pengguna akhir.

Analisis Argumentatif Penulis

Vilasini membangun narasi dengan alur logis:

  1. Menunjukkan masalah produktivitas di industri konstruksi (latar belakang).

  2. Mengidentifikasi bahwa alliancing telah memberi perbaikan di ranah strategis, tapi belum di ranah operasional.

  3. Menawarkan Lean sebagai solusi, dengan argumentasi kompatibilitas kedua konsep.

  4. Menguji solusi ini melalui studi kasus terperinci.

  5. Menyimpulkan bahwa tanpa integrasi sistem operasional, alliancing tidak akan mencapai breakthrough performance.

Pendekatan ini memadukan analisis empiris (data kuantitatif) dengan pembacaan konseptual (teori Lean dan relational contracting).

Kritik terhadap Metodologi

Kekuatan

  • Kedalaman konteks: studi longitudinal tunggal memungkinkan pemahaman mendalam atas dinamika proyek.

  • Kombinasi metode: triangulasi data meningkatkan validitas internal.

  • Keterlibatan langsung: posisi peneliti sebagai partisipan memberi akses ke detail proses yang biasanya tertutup.

Keterbatasan

  • Generalisasi terbatas: satu studi kasus di Selandia Baru mungkin tidak mewakili semua proyek alliancing global.

  • Potensi bias: peneliti tunggal mengumpulkan dan menganalisis data, meskipun mitigasi dilakukan lewat member checking.

  • Durasi pemantauan terbatas: sulit menilai keberlanjutan perbaikan Lean setelah proyek selesai.

Dari sudut pandang epistemologis, pendekatan interpretivis sangat tepat untuk tujuan eksplorasi, namun akan lebih kuat bila dilengkapi studi komparatif lintas proyek.

Implikasi Ilmiah dan Praktis

Potensi Ilmiah

  • Membuka ruang studi interdisipliner antara manajemen kontrak, manajemen operasi, dan perilaku organisasi.

  • Menawarkan kerangka konseptual integrasi Lean–Alliancing yang dapat diadaptasi di penelitian selanjutnya.

Implikasi Praktis

  • Pemilik proyek dan kontraktor dapat menggunakan Lean untuk memaksimalkan pembagian keuntungan dalam gain–pain share.

  • Proses perbaikan berkelanjutan memerlukan integrasi pekerja lapangan dan subkontraktor sejak tahap awal.

Kesimpulan Reflektif

Disertasi ini menegaskan bahwa inovasi dalam metode pengadaan harus berjalan seiring dengan inovasi dalam manajemen proses. Alliancing menciptakan landasan kolaborasi, sementara Lean menjadi penggerak efisiensi di lapangan. Integrasi keduanya berpotensi menghasilkan kinerja proyek yang unggul, bukan hanya dalam hitungan biaya dan waktu, tetapi juga dalam kualitas dan keterlibatan manusia di dalamnya.

Secara konseptual, penelitian ini adalah kontribusi berharga bagi pengembangan teori manajemen konstruksi, dan secara reflektif, ia mengingatkan bahwa teknologi atau kontrak secanggih apa pun tidak akan berdampak maksimal tanpa perbaikan proses di tingkat operasional.