Reorientasi Legislasi K3: Mengkaji Efektivitas Regulatory Capture dan Prinsip Keadilan di Sri Lanka

Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra

06 Agustus 2025, 20.06

Pendahuluan: Sistem K3 Sri Lanka dalam Sorotan

Tesis ini membedah secara mendalam bagaimana kerangka hukum keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Sri Lanka tidak mampu memberikan perlindungan yang efektif kepada para pekerja. Dengan pendekatan reflektif dan konseptual, penulis menggarisbawahi bahwa stagnasi legislasi K3 bukan hanya persoalan teknis hukum, tetapi merupakan manifestasi dari kelemahan struktural dalam proses legislasi, khususnya dominasi kepentingan ekonomi dalam proses pembuatan kebijakan.

Vidanelage mengembangkan narasi argumentatif yang kuat bahwa sistem hukum K3 di Sri Lanka telah mengalami bentuk regulatory capture—kondisi di mana regulator dikendalikan oleh entitas yang seharusnya mereka awasi. Dari sini, tesis ini menjadi lebih dari sekadar analisis normatif; ia menjelma menjadi refleksi kritis tentang hubungan antara hukum, kekuasaan, dan keadilan sosial.

H2: Kerangka Teori: Regulatory Capture dan Keadilan Distribusi

H3: Konsep Regulatory Capture

Penulis mengadopsi konsep regulatory capture sebagai lensa utama dalam menilai disfungsi legislasi K3. Regulatory capture diartikan sebagai situasi ketika lembaga pembuat kebijakan justru dikooptasi oleh kepentingan industri sehingga melahirkan regulasi yang melemahkan perlindungan pekerja.

Kerangka ini menjelaskan mengapa Sri Lanka memiliki undang-undang K3 yang terbatas cakupannya, dengan implementasi yang lamban dan pengawasan yang lemah.

H3: Prinsip Keadilan dalam Legislasi

Konsep keadilan distribusi juga digunakan sebagai kerangka normatif untuk menilai apakah hukum K3 mendistribusikan perlindungan secara merata kepada seluruh pekerja, termasuk mereka yang berada di sektor informal dan sektor dengan dominasi perempuan. Tesis ini menempatkan pekerja sebagai subjek hukum yang harus dilindungi dari ketimpangan kekuasaan antara pemilik modal dan tenaga kerja.

H2: Isi Tesis dan Argumentasi Utama

Vidanelage membagi penelitiannya dalam tiga bagian besar:

  1. Evaluasi sejarah dan perkembangan hukum K3 di Sri Lanka.

  2. Studi empiris atas persepsi pekerja, pengusaha, dan pengawas.

  3. Rekomendasi reformasi berbasis prinsip keadilan dan pendekatan sistemik.

H3: 1. Sejarah Legislasi K3 di Sri Lanka

Tesis ini menunjukkan bahwa hukum K3 Sri Lanka sangat terfragmentasi. Factories Ordinance tahun 1942 menjadi instrumen utama yang masih digunakan hingga saat ini, dengan hanya sedikit revisi. Hukum ini hanya mencakup pekerja di sektor manufaktur formal, mengecualikan jutaan pekerja di sektor jasa, pertanian, dan konstruksi.

Vidanelage menyoroti bahwa tidak ada pengakuan hukum terhadap tanggung jawab manajemen risiko berbasis sistemik seperti yang diadopsi oleh negara-negara dengan pendekatan berbasis kinerja. Sistem pengawasan juga sangat terbatas: hanya 70 pengawas untuk melayani lebih dari 8 juta pekerja secara nasional.

H3: 2. Studi Empiris: Pandangan dari Lapangan

Penulis melakukan 44 wawancara mendalam dan dua survei terpisah terhadap pekerja dan pemilik perusahaan. Temuan penting meliputi:

  • 72% responden pekerja merasa tidak aman di tempat kerja mereka.

  • 60% manajer perusahaan kecil dan menengah (UKM) tidak mengetahui adanya kewajiban hukum terkait K3.

  • Pengawas mengeluhkan kekurangan sumber daya dan tekanan politik yang menghambat penegakan hukum.

Fakta ini menunjukkan bahwa kegagalan sistemik bukan hanya pada hukum tertulis, tetapi juga pada lemahnya infrastruktur dan budaya keselamatan.

H3: 3. Rekomendasi dan Model Reformasi

Vidanelage mengusulkan sebuah kerangka reformasi legislasi K3 berbasis pada tiga prinsip utama:

  • Keadilan sosial: Hukum harus mencakup semua pekerja tanpa diskriminasi sektor.

  • Tanggung jawab sistemik: Mengadopsi pendekatan berbasis sistem manajemen risiko.

  • Independensi regulator: Mencegah dominasi kepentingan industri dalam proses legislasi dan pengawasan.

Penulis menekankan perlunya sebuah Occupational Safety and Health Act baru yang menggabungkan prinsip modern, memperluas cakupan hukum, dan memperkuat wewenang lembaga pengawas.

H2: Refleksi Teoretis atas Temuan Empiris

H3: Regulasi yang Tak Setara

Data bahwa hanya sebagian kecil sektor yang dicakup hukum mencerminkan apa yang disebut penulis sebagai "legal exclusion"—sebuah bentuk ketidakadilan struktural. Hukum tidak netral, dan dalam konteks ini, ia mereproduksi relasi kekuasaan antara negara dan kapital.

H3: Budaya Minim Kepatuhan

Kurangnya kesadaran pengusaha terhadap kewajiban hukum menunjukkan kelemahan budaya hukum di sektor UKM. Ini menjadi pengingat bahwa reformasi hukum perlu disertai dengan perubahan institusional dan pendidikan hukum bagi pelaku usaha.

H3: Peran Gender dan Sektor Informal

Vidanelage juga mencermati bahwa banyak perempuan bekerja di sektor garmen dan jasa rumah tangga yang sama sekali tidak dicakup oleh hukum K3 yang ada. Ini menunjukkan bahwa sistem hukum lama mengabaikan perubahan sosial dan struktur tenaga kerja kontemporer.

H2: Kritik atas Metodologi dan Logika Argumen

H3: Kekuatan

  • Penulis menggunakan pendekatan socio-legal yang holistik, menggabungkan analisis hukum, wawancara kualitatif, dan survei.

  • Tesis ini mengintegrasikan teori hukum dengan praktik lapangan, menciptakan narasi yang kaya secara empiris dan tajam secara teoritis.

H3: Kelemahan

  • Jumlah sampel wawancara dan survei terbatas secara geografis (berpusat di zona industri utama), sehingga kurang mewakili pekerja di daerah terpencil.

  • Beberapa asumsi tentang regulatory capture tidak diimbangi dengan data kuantitatif mengenai hubungan antara industri dan pembuat kebijakan—diperlukan penguatan bukti keterkaitan langsung.

H2: Kontribusi Ilmiah dan Kebaruan Pemikiran

H3: Dekonstruksi Netralitas Hukum

Tesis ini secara konseptual menantang pandangan tradisional bahwa hukum bersifat netral. Dengan menyoroti bagaimana hukum dikooptasi oleh kepentingan ekonomi, Vidanelage membuka wacana kritis tentang relasi antara kekuasaan, legislasi, dan hak pekerja.

H3: Kebutuhan Pendekatan Sistemik

Berbeda dengan sekadar revisi regulasi, penulis menekankan pentingnya transisi ke pendekatan manajemen risiko berbasis sistem. Hal ini merepresentasikan pergeseran dari model kepatuhan administratif menuju model proaktif yang berorientasi pada pencegahan.

H3: Keadilan sebagai Basis Legislasi

Menempatkan prinsip keadilan sosial sebagai fondasi legislasi merupakan pendekatan normatif yang kuat. Vidanelage tidak hanya mengusulkan perbaikan teknis, tetapi juga perubahan nilai-nilai dasar dalam sistem hukum K3.

H2: Implikasi Ilmiah dan Potensi Reformasi

Tesis ini bukan sekadar kritik terhadap hukum K3 di Sri Lanka, tetapi juga menawarkan cetak biru bagi negara-negara berkembang lainnya yang menghadapi masalah serupa. Implikasi ilmiahnya meliputi:

  • Pentingnya merancang legislasi yang inklusif terhadap semua sektor kerja, termasuk sektor informal.

  • Perluasan wewenang dan independensi lembaga pengawasan.

  • Integrasi prinsip keadilan distribusi dalam kebijakan publik dan hukum ketenagakerjaan.

Meta Deskripsi (160 karakter)

Tinjauan kritis legislasi K3 Sri Lanka: lemahnya hukum, dampak regulatory capture, dan urgensi reformasi berbasis prinsip keadilan dan sistem manajemen risiko.