Prognostic and Risk of Failure Events Using Machine Learning – An Analysis Based on Onboard Aircraft Messages

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda

09 September 2025, 20.23

sumber: pexels.com

Penelitian tentang perawatan pesawat adalah salah satu bidang paling kritis dalam dunia penerbangan modern. Keamanan menjadi prioritas mutlak, dan salah satu cara paling efektif menjaga tingkat keamanan itu adalah melalui program pemeliharaan yang tepat waktu dan akurat. Selama beberapa dekade, strategi yang dominan adalah preventive maintenance  atau perawatan pencegahan, yaitu aktivitas pemeliharaan yang dilakukan berdasarkan jadwal tetap atau jumlah siklus terbang tertentu. Strategi ini cukup efektif, namun sering kali menimbulkan biaya berlebih karena komponen diganti sebelum benar-benar rusak.

Di sisi lain, perkembangan teknologi digital membuat pesawat modern kini mampu menghasilkan data dalam jumlah sangat besar melalui sensor yang tertanam di berbagai sistem. Salah satu sumber data tersebut adalah Central Maintenance Computer atau CMC, sebuah sistem yang merekam dan mengirimkan pesan peringatan terkait kondisi teknis pesawat. Tesis João Francisco Dos Reis Martins Rodrigues tahun 2019 berjudul Prognostic and Risk of Failure Events Using Machine Learning: An Analysis Based on Onboard Aircraft Messages” berfokus pada pemanfaatan pesan CMC sebagai dasar untuk membangun model prediktif kegagalan dengan bantuan machine learning. Tujuan utamanya adalah untuk menjawab pertanyaan sederhana namun penting: apakah pesan CMC cukup informatif untuk meramalkan Remaining Useful Life atau RUL dari suatu komponen pesawat, sehingga maskapai bisa melakukan perawatan dengan lebih efisien?

Latar Belakang dan Konteks Penelitian

Rodrigues memulai penelitiannya dengan membandingkan berbagai jenis strategi pemeliharaan yang ada. Ia menjelaskan bahwa strategi paling tua adalah run-to-failure atau dibiarkan sampai rusak. Metode ini hanya diterapkan pada komponen dengan risiko rendah atau biaya perbaikan yang lebih kecil dibandingkan biaya perawatan terjadwal. Setelah itu berkembang corrective maintenance, yaitu perbaikan setelah kerusakan terjadi namun dengan jadwal tertentu. Selanjutnya, preventive maintenance menjadi standar industri penerbangan. Dengan strategi ini, komponen diperiksa atau diganti setelah mencapai jumlah jam terbang atau siklus tertentu, meski kadang masih dalam kondisi baik.

Inovasi terbaru adalah predictive maintenance, yang berbeda karena mengandalkan data aktual kondisi komponen. Predictive maintenance bertujuan memprediksi kapan kegagalan akan terjadi dengan memanfaatkan sinyal kondisi nyata, misalnya data suhu, tekanan, getaran, atau dalam konteks tesis ini, pesan CMC. Inilah yang membuat penelitian Rodrigues relevan, karena ia mencoba mengisi celah antara data besar yang tersedia dan kebutuhan industri untuk membuat keputusan berbasis prediksi yang lebih akurat.

Studi Kasus Industri dan Data

Penelitian ini dilakukan melalui kerja sama dengan Portugália Airlines, maskapai asal Portugal yang mengoperasikan armada Embraer. Rodrigues menjalani magang selama enam bulan di departemen teknologi maskapai tersebut, sehingga ia memiliki akses langsung ke data operasional. Selain itu, data tambahan juga diperoleh dari AZUL Airlines di Brasil, sehingga tesis ini menggunakan dua himpunan data nyata.

Dalam periode tiga tahun, Portugália Airlines mencatat 1,6 juta pesan CMC, dengan rata-rata sekitar 15 pesan per penerbangan. Ada penerbangan tertentu yang menghasilkan lebih dari 7.700 pesan hanya dalam satu kali terbang, menunjukkan betapa intensifnya aliran data dari sistem ini. Pesan-pesan tersebut mencerminkan kondisi sistem pesawat selama fase penerbangan, sehingga data yang digunakan terbatas pada pesan antara fase offblock (saat pesawat mulai bergerak dari parkir) hingga onblock (saat pesawat berhenti kembali). Dengan pembatasan ini, data yang dianalisis lebih fokus pada kondisi operasi nyata dibandingkan data hasil uji darat.

Sistem utama yang dijadikan objek analisis adalah sistem pneumatik, terutama bleed valve atau katup udara. Komponen ini dipilih karena cenderung rawan gagal dan sering menjadi sumber masalah teknis di maskapai.

Proses Pengolahan Data

Langkah pertama adalah melakukan data preprocessing. Pesan CMC mentah mengandung noise, duplikasi, serta informasi yang tidak relevan. Oleh karena itu, Rodrigues melakukan penyaringan dan pembersihan. Ia juga menerapkan feature engineering, yaitu teknik untuk menciptakan variabel baru yang lebih representatif. Contohnya, jumlah pesan per hari sebelum kegagalan, distribusi frekuensi pesan tertentu, serta indikator korelasi antar jenis pesan.

Selain itu, dilakukan Principal Component Analysis (PCA) untuk mengurangi dimensi data. PCA membantu mengidentifikasi variabel yang paling berkontribusi terhadap variasi data, sehingga model machine learning tidak kewalahan oleh terlalu banyak fitur. Setelah preprocessing, data siap digunakan untuk pelatihan model.

Model dan Metodologi Prediksi

Rodrigues menguji beberapa pendekatan berbeda. Pertama, ia menggunakan Weibull analysis sebagai baseline. Weibull adalah metode statistik klasik untuk menganalisis distribusi kegagalan komponen berdasarkan data historis. Metode ini umum digunakan dalam perawatan preventif, tetapi tidak memanfaatkan pesan real-time.

Setelah itu, ia membangun model machine learning dengan dua kategori:

  1. Model regresi: bertujuan memprediksi nilai numerik seperti Remaining Useful Life (RUL) dalam satuan hari. Algoritma yang diuji termasuk Linear Regression, Random Forest Regression, dan K-Nearest Neighbours.
  2. Model klasifikasi: bertujuan memprediksi kategori risiko, misalnya apakah suatu komponen dalam kondisi aman, perlu perhatian, atau mendekati kegagalan. Algoritma yang diuji termasuk Support Vector Machine (SVM), Decision Tree, dan Random Forest Classifier.

Pendekatan ini penting karena prediksi RUL bermanfaat untuk perencanaan jangka panjang, sementara klasifikasi urgensi lebih praktis untuk menentukan apakah perbaikan harus segera dilakukan atau bisa ditunda.

Hasil Penelitian

Prediksi Remaining Useful Life

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa model regresi mampu memberikan estimasi RUL dengan tingkat kesalahan rata-rata atau Mean Absolute Error (MAE) sekitar 22 hingga 30 hari. Meski angka ini cukup baik, target dari produsen pesawat Embraer adalah maksimal 10 hari MAE agar benar-benar bermanfaat di industri. Artinya, model berbasis pesan CMC saja belum cukup presisi untuk standar operasional maskapai.

Prediksi Urgensi Intervensi

Model klasifikasi memberikan hasil lebih menjanjikan. Tingkat akurasi mencapai lebih dari 70% dalam beberapa konfigurasi. Dengan kata lain, sistem bisa cukup handal untuk memberi tahu teknisi apakah sebuah komponen membutuhkan intervensi segera. Meski begitu, terdapat risiko false alarms atau peringatan palsu, yang bisa membuat biaya justru meningkat jika teknisi terlalu sering melakukan intervensi yang tidak perlu.

Perbandingan dengan Weibull

Jika dibandingkan dengan analisis Weibull, model machine learning berbasis CMC mampu memberikan prediksi yang lebih adaptif. Weibull hanya mengandalkan pola historis, sedangkan machine learning bisa belajar dari pola pesan terbaru. Namun, karena akurasi prediksi masih jauh dari ideal, hasilnya belum bisa langsung menggantikan metode tradisional.

Relevansi Praktis terhadap Dunia Nyata

Penelitian ini memiliki sejumlah implikasi praktis yang sangat relevan. Bagi maskapai, prediksi kegagalan berarti bisa mengurangi kejadian Aircraft on Ground (AOG) mendadak yang sangat merugikan. Setiap jam pesawat tidak terbang berarti kerugian finansial besar. Dengan adanya prediksi, spare part bisa disiapkan lebih awal, teknisi bisa dijadwalkan lebih efisien, dan risiko penundaan penerbangan dapat ditekan.

Bagi industri MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul), temuan ini membuka peluang untuk mengembangkan layanan baru berbasis data. Alih-alih hanya menjual perawatan berbasis jadwal, perusahaan MRO bisa menawarkan kontrak berbasis kondisi atau bahkan paket premium predictive maintenance.

Dari sisi keselamatan, kemampuan memprediksi kegagalan komponen krusial seperti bleed valve bisa mencegah insiden serius di udara. Dengan begitu, penumpang terlindungi dan reputasi maskapai tetap terjaga.

Kritik terhadap Temuan

Meski hasilnya menjanjikan, ada beberapa kelemahan penting yang perlu dicatat. Pertama, definisi “failure” dalam data sering kali mengacu pada penggantian komponen, bukan kerusakan total. Dalam praktiknya, teknisi bisa saja mengganti komponen karena indikasi subjektif atau kebijakan internal, padahal komponen masih bisa berfungsi. Hal ini bisa menimbulkan bias dalam model machine learning.

Kedua, meski jumlah data mencapai 1,6 juta pesan, tidak semua data berkualitas tinggi. Banyak pesan CMC sebenarnya adalah false alarms atau peringatan yang tidak relevan. Noise seperti ini bisa menurunkan akurasi model.

Ketiga, cakupan data hanya berasal dari dua maskapai. Untuk mengembangkan model yang benar-benar universal, dibutuhkan dataset jauh lebih besar dengan variasi kondisi operasional yang lebih luas.

Keempat, meski machine learning tradisional cukup efektif, hasilnya menunjukkan adanya batas. Untuk mencapai target industri, kemungkinan besar diperlukan algoritma lebih kompleks seperti deep learning, khususnya model berbasis LSTM (Long Short-Term Memory) atau GRU (Gated Recurrent Units) yang mampu memahami pola temporal dalam data.

Potensi Pengembangan ke Depan

Rodrigues menyarankan agar penelitian selanjutnya mengintegrasikan data dari berbagai sumber, bukan hanya pesan CMC. Data sensor fisik seperti suhu, getaran, dan tekanan bisa melengkapi model sehingga lebih akurat. Selain itu, eksplorasi algoritma deep learning akan membantu menangkap pola kompleks dalam data deret waktu.

Implementasi real-time juga menjadi langkah logis berikutnya. Alih-alih melakukan analisis batch setelah data dikumpulkan, sistem prediksi bisa berjalan secara langsung di operasi harian. Hal ini memungkinkan teknisi menerima notifikasi dini, misalnya “katup bleed berisiko gagal dalam 5 penerbangan ke depan”, sehingga mereka bisa segera menjadwalkan perawatan tanpa mengganggu jadwal penerbangan.

Kesimpulan

Tesis João Francisco Dos Reis Martins Rodrigues tahun 2019 memberikan kontribusi nyata pada upaya membawa predictive maintenance lebih dekat ke dunia penerbangan. Dengan menganalisis pesan Central Maintenance Computer menggunakan machine learning, ia berhasil menunjukkan bahwa data ini memiliki kemampuan prediksi, meski masih jauh dari target presisi yang dibutuhkan industri.

Secara praktis, penelitian ini menunjukkan bahwa model klasifikasi lebih bermanfaat dalam konteks operasional sehari-hari, karena bisa membantu menentukan urgensi intervensi. Sementara itu, model regresi untuk Remaining Useful Life masih menghadapi kendala akurasi.

Meski begitu, tesis ini menjadi bukti bahwa langkah awal ke arah predictive maintenance berbasis data sudah diambil. Dengan pengembangan lebih lanjut, terutama melalui integrasi multi-sumber data dan algoritma lebih canggih, potensi penghematan biaya, peningkatan efisiensi, dan peningkatan keselamatan bisa benar-benar tercapai.

Metadata SEO

  • Tags: Predictive Maintenance, Machine Learning in Aviation, Aircraft Safety
  • Kategori: Aerospace Engineering
  • Meta Deskripsi: Resensi tesis João Rodrigues (2019) tentang prediksi kegagalan pesawat menggunakan machine learning pada pesan Central Maintenance Computer. Membahas metodologi, hasil, relevansi industri, serta kritik dan peluang pengembangan.
  • Keyword foto: aircraft maintenance, predictive maintenance, machine learning aviation

Sumber resmi tesis:
👉 Instituto Superior Técnico Repository – Prognostic and Risk of Failure Events Using Machine Learning