Potret Pasar Farmasi Indonesia: Pertumbuhan, Tantangan, dan Prospek Masa Depan

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani

16 Mei 2024, 08.56

pixabay.com

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Pasar Farmasinya telah berkembang tanpa henti selama dekade terakhir, dan pertumbuhan ini akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang. Pasar OTC diperkirakan akan menjadi yang paling cepat berkembang di seluruh dunia dalam sepuluh tahun ke depan.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat di dunia, dan produk domestik bruto (PDB) Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Tiga persen dari PDB Indonesia dihabiskan untuk perawatan kesehatan, dan pengeluaran farmasi per kapita meningkat dengan cepat. Rata-rata orang Indonesia menghabiskan sekitar 2.387.850,00 per tahun untuk perawatan kesehatan, dan Indonesia memiliki hampir sepuluh ribu pusat layanan kesehatan primer dan lebih dari dua ribu rumah sakit.

Pasar farmasi Indonesia berkembang dengan sangat pesat: pasar obat nasional tumbuh sebesar 85 persen selama periode 2007-2013.

Perusahaan farmasi domestik seperti PT Kalbe Farma, PT Kimia Farma, dan lain-lain memiliki pangsa pasar sebesar 70%. Sisa 30% dari pasar farmasi Indonesia terdiri dari perusahaan-perusahaan farmasi asing seperti Bayer, Pfizer, GlaxoSmithKline, Mitsubishi Tanabe Pharma, Merck, dan lain-lain.

Ada empat kelas obat di Indonesia:

Pendaftaran
Untuk mendaftarkan obat di Indonesia, permohonan diajukan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dokumen Teknis Umum Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) (CTD) harus digunakan, dan standar ASEAN harus diikuti. Diperlukan waktu hingga tiga tahun untuk mendaftarkan produk farmasi di Indonesia. 

Meningkatkan pelayanan kesehatan

Selama beberapa tahun terakhir, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan undang-undang untuk meningkatkan infrastruktur layanan kesehatan dan meningkatkan pengeluaran publik untuk layanan kesehatan.

Pada awal tahun 2014, Indonesia memperkenalkan sistem layanan kesehatan universal yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Skema perawatan kesehatan universal bertujuan untuk memberikan peraturan, akses, efektivitas biaya dan standar yang lebih baik. Pemerintah Indonesia berencana untuk memiliki cakupan penuh pada tahun 2019. Sekitar dua ribu rumah sakit telah mendaftar untuk berpartisipasi dalam proposal tersebut.

Program ini terutama akan menyediakan cakupan untuk obat-obatan generik tetapi tidak untuk obat-obatan bermerek. Obat generik banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia.

Pangsa pasar obat generik mencapai 58,9% dari total pasar farmasi. Segmen ini menunjukkan pertumbuhan rata-rata 13,9% per tahun antara tahun 2009 dan 2012, dengan prediksi pertumbuhan yang terus berlanjut di masa depan. Pada saat yang sama, pasar OTC tumbuh pada tingkat tahunan yang hampir sama: tumbuh rata-rata 11,8% per tahun dan mencapai pangsa pasar 41,15 pada tahun 2012. Pasar ini diperkirakan mencapai sekitar 234.009.300.000.000,00 Rupiah pada tahun 2020.

Peraturan dan pembatasan
Hambatan utama
untuk investasi besar di industri farmasi Indonesia adalah korupsi, rendahnya biaya per kapita untuk layanan kesehatan, dan persentase penduduk lanjut usia yang relatif kecil. Namun, populasi usia muda yang sangat besar merupakan target konsumen yang signifikan untuk produk anak-anak.

Inflasi sangat berdampak pada industri farmasi Indonesia karena hampir 96% bahan yang digunakan dalam produksi obat di Indonesia diimpor.

Selain itu, perusahaan farmasi asing dapat menghadapi hambatan untuk memasuki pasar farmasi Indonesia.

Beberapa undang-undang di Indonesia melindungi industri lokal dari persaingan asing. Salah satu peraturan yang diadopsi pada tahun 2008 mengharuskan semua obat-obatan yang terdaftar di negara ini diproduksi secara lokal. Undang-undang ini dilonggarkan pada tahun 2010, yang memungkinkan pelabelan dan pengemasan untuk memenuhi standar produksi lokal. Perusahaan obat bebas dan farmasi asing telah bereaksi terhadap peraturan ini dengan bermitra dengan perusahaan domestik atau perusahaan internasional lainnya, atau dengan meningkatkan kapasitas produksi lokal mereka di Indonesia.

Preseden untuk memberlakukan lisensi generik yang diwajibkan pemerintah terjadi di Indonesia pada tahun 2012 ketika Pemerintah Indonesia memberikan lisensi wajib untuk obat generik dari beberapa obat human immunodeficiency virus (HIV). Pemerintah menyatakan pada tahun 2013 bahwa mereka memiliki maksud dan tujuan untuk mengendalikan harga obat-obatan bermerek, serta untuk mengatur evaluasi obat-obatan baru melalui penilaian yang lebih sistematis dengan tujuan untuk mendukung penggunaan yang lebih rasional. Beberapa perusahaan farmasi asing telah menyebutkan bahwa mereka khawatir dengan kebijakan proteksionisme Pemerintah Indonesia.

Tidak menutup kemungkinan bahwa peraturan untuk sertifikasi halal untuk obat-obatan dapat diterapkan di masa depan. Indonesia adalah negara Muslim dan merupakan anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Pada tanggal 22-24 Oktober 2013, pada Konferensi Tingkat Menteri Kesehatan Islam ke-4, yang diselenggarakan di Jakarta di bawah pimpinan Indonesia, negara-negara anggota menyetujui usulan Indonesia untuk menjadi pusat pengembangan dan produksi vaksin bagi kelompok tersebut. OKI terdiri dari 56 negara anggota dan memiliki populasi kolektif sekitar 1,7 miliar orang.

Meningkatkan Pasar Kesehatan dan Farmasi Nasional Indonesia
Sebagai bagian dari langkah-langkah untuk meningkatkan kapasitas pasar Kesehatan Konsumen dan Farmasi nasional, Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GP Farmasi) mengumumkan bahwa sektor Kesehatan dalam negeri bergantung pada pendirian pabrik-pabrik yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan asing di dalam negeri. Pada saat yang sama, kerja sama aktif dengan perusahaan-perusahaan OTC dan Farmasi dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) diasumsikan. Tujuannya adalah untuk menciptakan basis industri bahan baku farmasi di Indonesia. Data yang dikumpulkan oleh GP Farmasi menunjukkan bahwa pasar produk Obat Bebas dan Farmasi di kawasan ASEAN terus meningkat.

Sumbangan obat untuk memerangi AIDS
Pada saat yang sama, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPA) mengatakan bahwa untuk memastikan pasokan obat antiretroviral yang stabil bagi pasien dengan AIDS, Indonesia akan terus menerima sumbangan dalam bentuk obat dan bukan uang tunai. Peraturan baru ini telah disetujui oleh Global Fund for AIDS, Tuberculosis and Malaria. Kementerian Kesehatan Indonesia telah mengalokasikan lebih dari 40 juta dolar AS untuk perjuangan melawan AIDS, dan lebih dari 20 juta dolar AS telah dialokasikan oleh Global Fund untuk pengobatan antiretroviral.

Innogene Kalbiotech Private Ltd, sebuah perusahaan farmasi yang berbasis di Singapura, telah menandatangani nota kesepahaman dengan organisasi uji klinis Malaysia, Info Kinetics Sdn Bhd, untuk menyediakan studi akreditasi mengenai ketersediaan hayati dan kesetaraan hayati di Indonesia. Kedua perusahaan juga telah menandatangani perjanjian untuk mendirikan perusahaan patungan, PT Pharma Kinetics, yang akan ditempatkan di sebuah rumah sakit di Jakarta, ibukota Indonesia. Operasional perusahaan ini akan didukung oleh PT Pharma Metric Labs, sebuah lembaga penelitian yang mengkhususkan diri pada bioavailabilitas dan bioekivalensi yang didirikan oleh Innogene di Indonesia pada tahun 2005.

Prospek Masa Depan
Namun, terlepas dari tantangan-tantangan yang disebutkan di atas, pasar farmasi Indonesia masih memberikan peluang yang signifikan bagi perusahaan farmasi asing. Faktor-faktor seperti pertumbuhan tahunan pasar farmasi Indonesia, bersama dengan peningkatan populasi dan basis ekonomi dan politik yang relatif solid, harus memastikan keterlibatan berkelanjutan dari perusahaan farmasi multinasional. Para analis percaya bahwa penjualan produk farmasi di Indonesia akan terus meningkat selama 10 tahun ke depan, dan diperkirakan akan ada peningkatan penjualan obat resep dan non-resep sebesar 15 miliar dolar AS pada tahun 2020.

Disadur dari: www.communitymedjournal.com