Pemindahan ibu kota negara (IKN) ke wilayah Kalimantan Timur, khususnya di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, menghadirkan tantangan besar dalam penyediaan air baku yang cukup dan berkelanjutan. Dengan proyeksi perpindahan sekitar 1,5 juta jiwa ke IKN, kebutuhan air baku diperkirakan akan meningkat drastis dalam beberapa dekade mendatang. Namun, potensi sumber daya air (SDA) yang ada saat ini masih terbatas, sehingga diperlukan solusi alternatif untuk memenuhi kebutuhan air minum yang berkualitas dan kuantitas memadai.
Paper karya Teddy W. Sudinda (2020) mengkaji potensi pemanfaatan air hujan sebagai alternatif sumber air baku jangka panjang untuk IKN. Penelitian ini sangat relevan dengan tren global dalam pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan, sekaligus menghubungkan konsep konservasi air dengan kebutuhan pembangunan kota baru yang ramah lingkungan.
Proyeksi Kebutuhan Air Baku di Kawasan IKN dan Sekitarnya
Berdasarkan metode geometris dengan asumsi laju pertumbuhan penduduk antara 1,05% hingga 1,97% per tahun di wilayah sekitar IKN, proyeksi kebutuhan air baku untuk penyediaan air minum selama 50 tahun ke depan menunjukkan peningkatan signifikan. Pada tahun 2023, kebutuhan air baku diperkirakan mencapai sekitar 27.232 liter per detik. Angka ini terus meningkat menjadi 31.828 liter per detik pada tahun 2033, 37.211 liter per detik pada 2043, dan diperkirakan mencapai 59.594 liter per detik pada tahun 2073. Kebutuhan terbesar berasal dari kawasan inti ibu kota (KIKN) yang mencapai 2.812 liter per detik, diikuti kawasan penunjang dan pusat pemerintahan. Proyeksi ini menegaskan bahwa tanpa penambahan sumber air baru, pasokan air baku akan mengalami defisit mulai tahun 2031.
Potensi Sumber Daya Air Eksisting dan Infrastruktur Pendukung
Saat ini, sumber air baku utama berasal dari beberapa bendungan dan embung di sekitar IKN, seperti Bendungan Manggar, Teritip, Samboja, dan lainnya, dengan total kapasitas sekitar 38.777 liter per detik. Namun, penggunaan 80% dari potensi ini (skenario yang dipilih untuk perencanaan jangka panjang) hanya mampu memenuhi kebutuhan hingga sekitar tahun 2031. Rencana pembangunan bendungan baru seperti Bendungan Sepaku Semoi dengan kapasitas 10,6 juta meter kubik dan debit 2.500 liter per detik ditargetkan rampung pada awal 2023 untuk mendukung pasokan air baku IKN dan mengurangi risiko banjir. Selain itu, pembangunan bendungan lain seperti Batu Lepek dan Selamayu juga direncanakan untuk menambah kapasitas pasokan air.
Pemanfaatan Air Hujan sebagai Alternatif Strategis
Konsep dan Manfaat Pemanenan Air Hujan (PAH)
Pemanenan air hujan adalah teknik mengumpulkan dan menyimpan air hujan dari atap bangunan atau permukaan tanah untuk digunakan sebagai sumber air bersih. Di wilayah tropis seperti Kalimantan Timur, dengan curah hujan tahunan mencapai 2.551 mm (data BMKG 2011-2015), potensi air hujan sangat besar dan tersebar merata sepanjang tahun.
Manfaat utama pemanenan air hujan meliputi pengurangan ketergantungan pada sumber air permukaan dan air tanah yang terbatas, penghematan energi dan biaya pengolahan serta transportasi air, pengurangan risiko banjir, dan peningkatan peresapan air ke dalam tanah yang membantu pengisian kembali air tanah. Selain itu, air hujan yang dipanen relatif berkualitas dan mudah diolah, serta mendukung konsep kota spons (sponge city) yang diterapkan di IKN untuk mengelola air hujan secara alami dan berkelanjutan.
Potensi Volume dan Penghematan
Dengan asumsi efisiensi penangkapan air hujan sebesar 80% dan kehilangan 20% karena evaporasi dan kebocoran, volume air hujan yang dapat dipanen dari atap rumah tangga diperkirakan mencapai sekitar 204.080 liter per tahun per bangunan. Jika diasumsikan harga air galon Rp 1.000 per galon, maka satu keluarga dapat menghemat pengeluaran sekitar Rp 53.877.000 per tahun. Dengan proyeksi jumlah bangunan rumah di IKN sebanyak lebih dari 5 juta unit (asumsi 6 orang per keluarga), potensi total air hujan yang dapat dipanen mencapai triliunan liter per tahun, yang cukup signifikan untuk menutupi kebutuhan air baku domestik dan mengurangi tekanan pada sumber air utama.
Sistem Pemanenan Air Hujan dan Teknologi Pendukung
Teknologi pemanenan air hujan yang dibahas meliputi sistem atap bangunan sebagai daerah tangkapan air, saluran pengumpul air hujan yang terhubung ke tangki penampungan, filter untuk menyaring kotoran dan daun, serta tangki penyimpanan yang dirancang untuk menampung air hujan selama periode kering. Sistem ini dapat diterapkan di rumah tinggal, perkantoran, hotel, dan fasilitas publik lainnya. Contoh inovasi seperti Wavin Aquacell, yaitu sistem resapan bawah tanah yang dapat menyimpan dan meresapkan air hujan, juga menjadi solusi modern yang mendukung konservasi air dan pengendalian banjir.
Implementasi Konsep Kota Spons di IKN
Konsep kota spons yang akan diterapkan di IKN bertujuan mengurangi limpasan permukaan dengan menjaga permeabilitas tanah, memaksimalkan peresapan air hujan melalui ruang terbuka hijau dan rain garden, serta menerapkan sistem pemanenan air hujan yang terintegrasi dengan alur sungai, parit, dan waduk sebagai ruang terbuka biru. Konsep ini sekaligus mengembalikan siklus alami air dan meningkatkan kualitas serta kuantitas air tanah, sekaligus mengurangi risiko banjir di kawasan perkotaan.
Perbandingan dengan Studi dan Praktik Global
Beberapa studi internasional menunjukkan efektivitas pemanfaatan air hujan dalam menghemat penggunaan air bersih. Di Singapura, pemanfaatan air hujan mampu mengurangi penggunaan air bersih hingga 12,4% untuk keperluan toilet. Di Australia, penghematan air bersih mencapai 29,9% di Perth dan 32,3% di Sydney. Di Jordan, penggunaan air hujan mengurangi konsumsi air minum hingga 19,7%. Di Brasil, beberapa SPBU menghemat penggunaan air bersih antara 32,7% hingga 70% dengan pemanfaatan air hujan untuk pencucian kendaraan dan kebutuhan lainnya. Hal ini menegaskan bahwa penerapan pemanenan air hujan di IKN sangat potensial untuk mengurangi defisit air baku dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
Tantangan dan Rekomendasi
Meskipun potensi besar, implementasi pemanenan air hujan menghadapi beberapa tantangan, seperti kurangnya kesadaran dan edukasi masyarakat mengenai manfaat dan teknik pemanenan air hujan, keterbatasan regulasi yang mewajibkan pembangunan sistem pemanenan air hujan di bangunan baru, kebutuhan insentif dan dukungan pemerintah untuk mendorong adopsi teknologi ini, serta perlunya desain sistem yang efisien dan ekonomis agar dapat diterapkan secara luas.
Rekomendasi yang diajukan meliputi mensosialisasikan dan memberikan pelatihan mengenai pemanenan air hujan kepada masyarakat, menambahkan persyaratan izin mendirikan bangunan (IMB) yang mengharuskan pembuatan sistem penampungan air hujan, mendorong pembangunan tangki penampungan dan sumur resapan secara komunal, memberikan insentif fiskal atau teknis bagi pengguna air hujan, serta mengintegrasikan sistem pemanenan air hujan dengan konsep kota spons untuk pengelolaan air yang holistik.
Kesimpulan
Paper ini memberikan analisis komprehensif mengenai potensi pemanfaatan air hujan sebagai solusi strategis untuk memenuhi kebutuhan air baku jangka panjang di Ibu Kota Negara Nusantara. Dengan proyeksi kebutuhan air yang terus meningkat dan keterbatasan sumber air permukaan, pemanenan air hujan menawarkan alternatif yang ramah lingkungan, ekonomis, dan berkelanjutan. Implementasi sistem pemanenan air hujan yang didukung oleh teknologi modern dan konsep kota spons dapat mengurangi risiko krisis air, menekan biaya pengolahan air, serta mendukung konservasi air tanah. Keberhasilan penerapan konsep ini sangat bergantung pada dukungan kebijakan, edukasi masyarakat, dan perencanaan tata ruang yang terintegrasi.
Sumber Artikel:
Teddy W Sudinda, "Pemanfaatan Air Hujan Untuk Memenuhi Kebutuhan Air Baku Jangka Panjang Ibu Kota Negara," Indonesian Journal on Construction Engineering and Sustainable Development, Vol. 03 No 1 Juli 2020.