Kota Semarang, sebagai salah satu kota industri besar di Indonesia, menghadapi tantangan serius terkait penyediaan air bersih. Ketergantungan pada air tanah telah menyebabkan penurunan muka tanah yang signifikan—antara 1,33 hingga 34,9 cm per tahun pada 2016—dan memperbesar risiko bencana lingkungan seperti banjir dan intrusi air laut15. Dalam konteks inilah, paper “Kajian Pemanfaatan Air Hujan sebagai Air Bersih Industri di Kota Semarang” karya Djoko Suwarno dkk. menjadi sangat relevan. Artikel ini tidak hanya menawarkan data dan analisis teknis, tetapi juga membuka diskusi penting tentang masa depan industri dan konservasi air di kawasan urban.
Latar Belakang dan Tujuan Penelitian
Tantangan Air Bersih Industri
Industri di Semarang sangat bergantung pada air tanah. Pada 2012, terdapat 4.259 sumur bor dengan pengambilan air tanah rata-rata 15,3 juta m³ per bulan. Namun, eksploitasi ini berdampak negatif pada lingkungan, terutama penurunan muka tanah dan risiko krisis air bersih di masa depan15.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
- Menghitung potensi air hujan yang dapat dimanfaatkan sebagai air bersih industri.
- Membandingkan volume air hujan yang dapat dipanen dengan kebutuhan air bersih aktual.
- Menilai seberapa besar kontribusi air hujan dalam mengurangi penggunaan air tanah.
Metodologi: Studi Kasus dan Analisis Data
Lokasi dan Data
Studi dilakukan pada gedung industri di Semarang dengan area atap ±13.500 m² dan total lahan ±116.933,5 m². Data curah hujan harian selama 10 tahun (2010–2019) diperoleh dari Stasiun Klimatologi Semarang15.
Perhitungan Teknis
- Curah Hujan Andalan: Menggunakan distribusi normal untuk mendapatkan curah hujan probabilitas 80% (R80%).
- Volume Air Hujan:
V=R×A×CV = R \times A \times CV=R×A×C
Di mana:- V = Volume air hujan (m³)
- R = Curah hujan andalan (mm)
- A = Luas atap (m²)
- C = Koefisien limpasan permukaan (0,9 untuk atap)15
- Kebutuhan Air Bersih:
Dihitung berdasarkan luasan, jumlah pengunjung, dan pegawai. Kebutuhan air bersih harian adalah 228,5 m³/hari, atau sekitar 6.855–7.083,5 m³ per bulan15.
Hasil dan Pembahasan
1. Potensi Air Hujan yang Dapat Dipanen
- Curah Hujan Andalan: Rata-rata 5,9 mm/hari, dengan puncak tertinggi 30,9 mm (23 Februari).
- Volume Air Hujan:
Akumulasi volume air hujan yang jatuh pada atap gedung selama satu tahun mencapai 26.083 m³15.
Studi Kasus: Perhitungan Harian
Contoh perhitungan pada 1 Januari:
- Luas atap: 13.500 m²
- Curah hujan andalan: 5,2 mm
- Volume air hujan: 63,1 m³/hari
Pada hari dengan curah hujan tinggi (misal 23 Februari, 30,9 mm):
- Volume air hujan: 375,6 m³/hari
2. Kebutuhan Air Bersih Industri
- Kebutuhan air bersih bulanan berkisar antara 6.398 m³ (Februari) hingga 7.083,5 m³ (bulan 31 hari)15.
- Seluruh kebutuhan air bersih selama setahun sekitar 84.000 m³.
3. Kontribusi Air Hujan terhadap Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih
- Volume air hujan yang dapat dimanfaatkan: 25.875,7 m³/tahun.
- Persentase pemenuhan kebutuhan air bersih oleh air hujan: sekitar 30% dari total kebutuhan tahunan industri15.
4. Sistem Penampungan dan Pengolahan
- Tangki penampungan bawah tanah: Kapasitas ±580 m³, dilengkapi sistem filtrasi untuk menjaga kualitas air.
- Sistem distribusi: Air hujan dialirkan dari atap melalui saluran ke tangki, kemudian difiltrasi sebelum digunakan untuk kebutuhan industri (sanitasi, pendingin, dll).
Analisis Ekonomi dan Lingkungan
Penghematan Biaya
Studi lain pada Gedung “X” di Semarang menunjukkan bahwa pemanfaatan air hujan dapat menghemat biaya air bersih hingga 33% dibandingkan penggunaan air tanah secara penuh46. Hal ini sangat signifikan bagi industri yang biaya operasionalnya sensitif terhadap harga air.
Konservasi Air Tanah
Dengan mengurangi eksploitasi air tanah hingga 30%, risiko penurunan muka tanah dan intrusi air laut dapat ditekan. Ini sangat penting untuk keberlanjutan lingkungan dan mencegah krisis air di masa depan13.
Tantangan Implementasi dan Saran
Tantangan
- Variabilitas Curah Hujan: Musim kemarau panjang dapat membatasi ketersediaan air hujan.
- Investasi Awal: Pembangunan sistem penampungan dan filtrasi membutuhkan biaya awal yang tidak sedikit.
- Kualitas Air: Air hujan memerlukan filtrasi agar memenuhi standar kesehatan, terutama jika digunakan untuk proses industri yang sensitif.
Saran
- Perluasan Area Penangkapan: Memanfaatkan halaman atau area terbuka lain untuk meningkatkan volume air hujan yang dapat dipanen.
- Integrasi pada Gedung Hijau: Setiap gedung baru dan rumah tinggal didorong untuk mengadopsi sistem pemanenan air hujan.
- Regulasi dan Insentif: Pemerintah perlu memperkuat regulasi dan memberikan insentif bagi industri yang mengurangi penggunaan air tanah melalui pemanfaatan air hujan15.
Perbandingan dengan Penelitian Lain dan Tren Industri
Pengawasan Air Tanah di Semarang
Penelitian Deo Volentino (2013) mengungkapkan bahwa pengawasan pemanfaatan air tanah di kawasan industri Semarang masih lemah. Banyak industri tidak memiliki izin sumur artesis dan belum melakukan upaya konservasi secara memadai3. Implementasi sistem pemanenan air hujan dapat menjadi solusi konkret untuk mengurangi ketergantungan pada air tanah.
Tren Global dan Nasional
- Green Building: Di banyak negara maju, pemanenan air hujan telah menjadi standar pada gedung industri dan komersial.
- SDGs dan Adaptasi Iklim: Pemanfaatan air hujan mendukung SDG 6 (air bersih dan sanitasi) serta adaptasi perubahan iklim di kawasan urban.
Opini dan Kritik
Paper ini memberikan kontribusi penting dalam menunjukkan potensi nyata air hujan sebagai sumber air bersih alternatif di kawasan industri tropis seperti Semarang. Namun, penelitian lanjutan dibutuhkan untuk:
- Mengkaji kualitas air hujan secara periodik.
- Menghitung dampak jangka panjang terhadap penurunan muka tanah.
- Mengembangkan model bisnis dan insentif agar industri lebih tertarik berinvestasi pada teknologi ini.
Selain itu, penting untuk mengintegrasikan sistem pemanenan air hujan dengan strategi pengelolaan limbah cair industri agar tercipta siklus air yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Kesimpulan: Menuju Industri Berkelanjutan dengan Air Hujan
Studi ini membuktikan bahwa air hujan dapat memenuhi hingga 30% kebutuhan air bersih industri di Semarang, dengan potensi penghematan biaya dan konservasi air tanah yang signifikan. Implementasi sistem penampungan dan pengolahan air hujan harus menjadi bagian dari strategi industri berkelanjutan di kawasan urban. Dengan dukungan regulasi, edukasi, dan inovasi teknologi, pemanfaatan air hujan bisa menjadi solusi kunci menghadapi krisis air di masa depan.
Sumber Artikel
Djoko Suwarno, Ignatius Edwin Kristianto, Benyamin Alvin Triantoputro, Budi Santosa. (2021). KAJIAN PEMANFAATAN AIR HUJAN SEBAGAI AIR BERSIH INDUSTRI DI KOTA SEMARANG. Prosiding Seminar Nasional Riset dan Teknologi Terapan (RITEKTRA) 2021, Bandung, 12 Agustus 2021. ISSN: 2807-999X.