Petunjuk Teknis Restorasi Kualitas Air Sungai oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

11 Juni 2025, 12.24

pixabay.com

Krisis Kualitas Air Sungai di Indonesia dan Kebutuhan Restorasi

Indonesia, sebagai negara dengan potensi sumber daya air terbesar kelima di dunia, menghadapi tantangan serius dalam menjaga kualitas air sungai. Sebagian besar sungai mengalami penurunan mutu akibat pencemaran limbah domestik, industri, dan aktivitas manusia lainnya. Data tahun 2015 menunjukkan 68% mutu air di 33 provinsi tercemar berat, terutama di Pulau Jawa yang menjadi pusat aktivitas ekonomi dan kepadatan penduduk. Sungai yang tercemar tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat, tetapi juga mengurangi fungsi ekologis dan produktivitas sumber daya air.

Menghadapi kondisi ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyusun Petunjuk Teknis Restorasi Kualitas Air Sungai sebagai panduan komprehensif untuk pemulihan kualitas air sungai di Indonesia. Dokumen ini menyajikan referensi akademis dan teknis yang dapat diterapkan oleh berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, akademisi, hingga dunia industri.

Identifikasi Masalah Utama

Penurunan kualitas air sungai disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:

  • Pembuangan limbah domestik dan industri tanpa pengolahan yang memadai.
  • Kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan limbah.
  • Sistem drainase dan sanitasi yang belum terpisah.
  • Alih fungsi lahan dan degradasi daerah tangkapan air.
  • Beban pencemaran yang melebihi daya tampung sungai.

Sebagai contoh, di Pulau Jawa, indeks kualitas air (IKA) pada tahun 2011 menunjukkan nilai di bawah 60 untuk sebagian besar provinsi, dengan DKI Jakarta memiliki nilai terendah 35,65. Dari 47 sungai yang dipantau, 7 sungai tercemar berat, 21 tercemar ringan, dan 19 tercemar sedang, dengan parameter pencemar utama adalah total coliform dan BOD.

Konsep Restorasi Kualitas Air Sungai

Restorasi kualitas air sungai adalah upaya sistemik dan komprehensif untuk mengembalikan fungsi dan mutu air sungai ke kondisi optimal. Pendekatan restorasi tidak hanya fokus pada aspek teknis pengolahan limbah, tetapi juga melibatkan aspek hidrologi, ekologi, sosial-ekonomi, budaya, serta kelembagaan dan peraturan.

Konsep restorasi sungai yang diusung KLHK meliputi lima elemen utama:

  1. Restorasi Hidrologi: Memperbaiki aliran air dan siklus hidrologi agar mendukung kualitas air yang baik.
  2. Restorasi Ekologi: Mengembalikan keanekaragaman hayati dan fungsi ekologis sungai, termasuk vegetasi riparian.
  3. Restorasi Morfologi: Memperbaiki bentuk dan struktur fisik sungai agar sesuai dengan kondisi alami.
  4. Restorasi Sosial-Ekonomi-Budaya: Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sungai dengan memperhatikan aspek sosial dan budaya.
  5. Restorasi Kelembagaan dan Peraturan: Penguatan regulasi dan kelembagaan yang mendukung pengelolaan sungai secara terpadu.

Pendekatan dan Metode Restorasi

Petunjuk teknis ini menguraikan berbagai metode restorasi yang dapat diterapkan, antara lain:

  • Pengelolaan Limbah Padat: Meliputi pemilahan, pewadahan, pengangkutan, dan edukasi sosial untuk mencegah pembuangan sampah ke sungai.
  • Pengelolaan Limbah Cair: Melalui pembangunan dan pengoperasian Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal dan teknologi pengolahan limbah fisika, kimia, dan biologi.
  • Restorasi Ekologi: Penanaman vegetasi riparian asli untuk menahan erosi, menyaring polutan, dan menyediakan habitat bagi biota sungai.
  • Eko-Hidraulik dan Eko-Engineering: Pendekatan yang mengintegrasikan aspek ekologi dan hidraulik, seperti penggantian talud beton dengan talud alami berbasis vegetasi, serta rekayasa bangunan air yang ramah lingkungan.
  • Gerakan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat: Melibatkan komunitas lokal melalui pembentukan komunitas sungai, sekolah sungai, susur sungai, kerja bakti, dan kegiatan budaya untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat.

Studi Kasus dan Implementasi Gerakan Restorasi Sungai

Dokumen ini memberikan contoh nyata implementasi gerakan restorasi sungai di berbagai daerah di Indonesia, seperti:

  • Sekolah Sungai: Program edukasi non-formal yang menggabungkan teori dan praktik langsung untuk membangun kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam menjaga sungai. Sekolah sungai sudah tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia dengan jumlah gerakan mencapai 63 komunitas.
  • Susur Sungai: Kegiatan bersama masyarakat dan berbagai pihak untuk mengidentifikasi kondisi sungai, membersihkan limbah, dan melakukan diskusi tindak lanjut. Contohnya adalah susur Sungai Gajahwong di Yogyakarta dan Sungai di Kabupaten Klaten.
  • Kerja Bakti Bersih Sungai: Melibatkan warga bantaran sungai, pelajar, mahasiswa, dan pengusaha untuk membersihkan sungai dari limbah padat dan vegetasi yang menghambat aliran.
  • Festival dan Kegiatan Budaya: Menggunakan budaya sebagai alat perekat masyarakat untuk merawat sungai, seperti festival di Kali Code, Yogyakarta.
  • Kegiatan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: Pengembangan wisata sungai seperti river tubing di Sungai Pusur, Klaten, dan pasar ikan serta kuliner di pinggir sungai sebagai upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Regulasi dan Kebijakan Pendukung

Petunjuk teknis ini juga membahas berbagai regulasi yang mendukung pengelolaan kualitas air sungai, antara lain:

  • Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  • Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai.
  • Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
  • Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11/PRT/M/2014 tentang Pengelolaan Air Hujan pada Bangunan Gedung dan Persilnya.

Regulasi ini mengatur aspek teknis dan kelembagaan pengelolaan sungai, termasuk penetapan daya tampung beban pencemaran, pengawasan limbah, pengelolaan sempadan sungai, serta partisipasi masyarakat.

Analisis dan Opini

Petunjuk teknis ini memberikan panduan yang sangat komprehensif dan sistemik dalam upaya restorasi kualitas air sungai di Indonesia. Pendekatan yang mengintegrasikan aspek teknis, ekologi, sosial, dan kelembagaan sangat relevan untuk menangani permasalahan kompleks yang terjadi di lapangan.

Konsep pemberdayaan masyarakat melalui gerakan restorasi sungai dan sekolah sungai merupakan langkah strategis yang tidak hanya meningkatkan kualitas lingkungan, tetapi juga memperkuat kesadaran dan peran aktif warga sebagai pelaku perubahan. Hal ini sejalan dengan tren global dalam pengelolaan sumber daya air yang menekankan partisipasi masyarakat dan pendekatan berbasis ekosistem.

Namun, tantangan terbesar tetap pada konsistensi pelaksanaan, sinergi antar lembaga, dan ketersediaan sumber daya untuk mendukung program-program tersebut secara berkelanjutan. Penguatan regulasi dan penegakan hukum juga menjadi kunci keberhasilan restorasi.

Kesimpulan

  • Kualitas air sungai di Indonesia mengalami penurunan serius akibat limbah domestik, industri, dan aktivitas manusia lainnya, terutama di Pulau Jawa.
  • Restorasi kualitas air sungai harus dilakukan dengan pendekatan sistemik yang melibatkan aspek hidrologi, ekologi, morfologi, sosial-ekonomi, dan kelembagaan.
  • Pengelolaan limbah padat dan cair, penanaman vegetasi riparian, serta penerapan eko-hidraulik dan eko-engineering merupakan metode efektif restorasi.
  • Pemberdayaan masyarakat melalui gerakan restorasi sungai dan sekolah sungai sangat penting untuk keberlanjutan program.
  • Regulasi yang kuat dan sinergi antar pemangku kepentingan menjadi faktor penentu keberhasilan restorasi kualitas air sungai di Indonesia.

Dokumen ini menjadi acuan penting bagi pemerintah, akademisi, praktisi, dan masyarakat dalam upaya menjaga dan memulihkan kualitas air sungai demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

Sumber:
Petunjuk Teknis Restorasi Kualitas Air Sungai, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, 2017.