Perspektif Manusia dalam Digitalisasi Keselamatan Konstruksi

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko

13 September 2025, 08.56

Sumber: pexels.com

Latar Belakang Teoretis

Penelitian ini berakar pada sebuah paradoks yang mendefinisikan industri konstruksi modern: di satu sisi, ia merupakan salah satu sektor paling berbahaya di dunia, dengan risiko dinamis (misalnya, tabrakan) dan statis (misalnya, paparan debu dan bahan kimia) yang melekat. Di sisi lain, meskipun berada di tengah era inovasi digital yang menawarkan berbagai alat canggih—seperti Kecerdasan Buatan (AI),  

Building Information Modeling (BIM), Virtual Reality (VR), dan teknologi sensor—industri ini secara luas dipersepsikan sebagai tradisional dan lamban dalam mengadopsi perubahan.  

Masalah inti yang diidentifikasi oleh penulis adalah adanya kesenjangan pengetahuan (knowledge gap) yang signifikan. Sebagian besar riset mengenai alat keselamatan digital telah dilakukan dalam lingkungan penelitian yang terkontrol atau proyek percontohan, sementara pengetahuan mengenai implementasinya di lingkungan lokasi konstruksi yang otentik dan kompleks masih sangat kurang. Dengan berlandaskan pada  

Technology Acceptance Model (TAM) sebagai kerangka teoretis, penelitian ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan tersebut dengan mengidentifikasi berbagai teknologi dan alat digital yang relevan dalam konteks Swedia, serta untuk memperluas pemahaman mengenai sikap dan perilaku yang ada terhadap implementasi alat-alat tersebut dalam manajemen keselamatan konstruksi.  

Metodologi dan Kebaruan

Untuk mengeksplorasi dimensi manusiawi dari adopsi teknologi, penulis mengadopsi metode penelitian kualitatif yang kuat. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara semi-terstruktur dan kerja lapangan (fieldwork), yang memungkinkan penggalian wawasan yang kaya dan bernuansa dari berbagai pemangku kepentingan di industri konstruksi Swedia. Partisipan wawancara mencakup beragam peran, mulai dari pemimpin inovasi di perusahaan konstruksi besar, manajer dan pelatih keselamatan, CEO, manajer proyek, hingga desainer BIM/CAD. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara sistematis menggunakan analisis tematik.  

Kebaruan dari karya ini terletak pada fokusnya yang tajam untuk bergerak melampaui studi kelayakan teknis dan menyelami kompleksitas implementasi di dunia nyata. Dengan secara eksplisit menargetkan "sikap dan perilaku" di lingkungan konstruksi yang otentik, penelitian ini memberikan kontribusi unik dalam memahami mengapa adopsi teknologi keselamatan yang menjanjikan sering kali terhambat oleh faktor-faktor manusia dan organisasi.

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Analisis tematik terhadap data wawancara dan observasi lapangan menghasilkan serangkaian temuan yang saling terkait, yang melukiskan gambaran kompleks tentang keadaan adopsi teknologi keselamatan saat ini.

  1. Struktur Industri sebagai Penghalang Inheren: Ditemukan bahwa sifat industri konstruksi yang berbasis proyek dan tradisional menjadi tantangan fundamental. Setiap proyek konstruksi berfungsi seperti "perusahaannya sendiri", yang secara signifikan menghambat transfer pengetahuan (knowledge transfer) dari satu proyek ke proyek berikutnya. Akibatnya, banyak tim harus "memulai dari awal lagi" di setiap proyek baru, dan pelajaran berharga mengenai implementasi teknologi sering kali hilang. Terdapat pula kesenjangan digital yang jelas antara fase perencanaan dan produksi; sementara alat digital seperti BIM umum digunakan pada tahap desain, tahap konstruksi di lapangan sebagian besar masih bersifat analog, mengandalkan "pena, kertas, dan gambar cetak".  

  2. Sikap yang Ambivalen: Sikap para profesional terhadap teknologi baru bersifat ambivalen. Di satu sisi, ada antusiasme dan pandangan positif yang luas mengenai potensi alat digital untuk meningkatkan keselamatan. Namun, di sisi lain, ada juga skeptisisme dan "ketakutan akan hal yang tidak diketahui". Seorang manajer proyek bahkan secara terang-terangan menyatakan, "Saya takut pada AI," yang mencerminkan kekhawatiran mengenai sisi negatif dari implementasi yang belum sepenuhnya dipahami. Ada juga keraguan apakah para pekerja di lapangan, yang sering kali lebih tradisional, akan berhasil mengadopsi alat-alat baru tersebut.  

  3. Perilaku dan Budaya Organisasi: Penelitian ini mengungkap beberapa perilaku disfungsional yang menghambat kemajuan. Salah satu yang paling menonjol adalah budaya "saling menyalahkan" (blame game), di mana manajemen puncak cenderung menyalahkan pekerja di lapangan atas insiden keselamatan, alih-alih melihat masalah secara sistemik. Terdapat pula kontradiksi antara retorika manajemen puncak tentang pentingnya keselamatan dengan tindakan nyata mereka. Di tingkat pekerja, ditemukan bahwa motivasi untuk mengikuti aturan keselamatan sering kali bukan didasari oleh kesadaran akan keselamatan diri, melainkan untuk "tidak tertangkap" oleh pengawas, sebuah perilaku yang didorong oleh tekanan waktu yang ketat.  

  4. Hambatan Sistemik dan Prosedural: Kurangnya standardisasi menjadi masalah yang berulang. Hal ini tidak hanya berlaku pada proses kerja, tetapi juga pada kebijakan keselamatan itu sendiri. Ditemukan adanya kebingungan di kalangan pekerja karena perusahaan yang berbeda memiliki aturan yang berbeda—bahkan terkadang bertentangan—mengenai penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Selain itu, kurangnya pemahaman dan pelatihan mengenai cara menggunakan alat-alat baru secara efektif dapat menyebabkan demotivasi dan ketidakpercayaan, yang pada akhirnya menghambat adopsi.  

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Sebagai sebuah studi kualitatif yang berfokus pada konteks Swedia, generalisasi temuan ke negara atau budaya industri lain harus dilakukan dengan hati-hati. Ketergantungan pada data wawancara, meskipun memberikan kedalaman, juga berarti bahwa temuan ini didasarkan pada persepsi dan pengalaman subjektif dari sekelompok individu yang terbatas.

Secara kritis, meskipun tesis ini berhasil mengidentifikasi adanya budaya "saling menyalahkan", analisis yang lebih dalam mengenai struktur kekuasaan organisasi dan insentif ekonomi (misalnya, bagaimana klausul kontrak dan model tender mempengaruhi prioritas keselamatan) dapat memperkaya pemahaman tentang akar penyebab perilaku tersebut.

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Secara praktis, penelitian ini menegaskan bahwa implementasi teknologi yang sukses membutuhkan lebih dari sekadar alat yang canggih; ia menuntut adanya kebijakan yang jelas dan konsisten, investasi dalam pendidikan dan pelatihan, komunikasi yang lebih baik antar semua pemangku kepentingan, dan yang terpenting, pergeseran budaya dari reaktivitas dan saling menyalahkan menuju proaktivitas dan tanggung jawab bersama.  

Untuk penelitian di masa depan, karya ini membuka beberapa jalan. Studi kasus longitudinal yang melacak proses implementasi satu alat digital spesifik dari awal hingga akhir proyek dapat memberikan data empiris tentang bagaimana sikap dan perilaku berubah seiring waktu. Penelitian kuantitatif pada skala yang lebih besar dapat digunakan untuk menguji hubungan antara variabel budaya organisasi tertentu (misalnya, tingkat kepercayaan psikologis) dengan metrik adopsi teknologi dan tingkat kecelakaan. Terakhir, penelitian intervensi yang merancang dan menguji program untuk meningkatkan transfer pengetahuan antar proyek akan sangat berharga untuk mengatasi salah satu masalah paling mendasar yang diidentifikasi dalam studi ini.

Sumber

Matti, M., & Jahan Anwar Zahid, M. S. E. (2024). Perspectives on Implementation of Digital Tools and Technologies within Construction Safety Management: An Interview Study. Master of Science thesis, KTH Royal Institute of Technology.