Penerapan BIM dalam Manajemen Proyek Konstruksi di Mesir Peluang, Tantangan, dan Arah Strategis

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

08 Mei 2025, 09.04

freepik.com

Di tengah tuntutan efisiensi dan transformasi digital dalam industri konstruksi global, penerapan Building Information Modeling (BIM) semakin menjadi sorotan. Studi bertajuk "Use of Building Information Modeling (BIM) in the Management of Construction Sector in Egypt" karya Asmaa Said Khalifa, Eman Attia, dan Hesham Awad dari Menoufia University memberikan telaah komprehensif tentang kondisi adopsi BIM di Mesir. Penelitian ini menyoroti ketimpangan antara potensi BIM dan realitas pemanfaatannya, khususnya dalam konteks pengembangan strategi nasional yang efektif.

Konteks Implementasi BIM di Mesir

Meskipun BIM telah diakui sebagai alat revolusioner yang mampu menyatukan informasi desain, jadwal, biaya, dan operasional dalam satu platform digital, adopsinya di Mesir masih sangat terbatas. Data survei dalam studi ini menunjukkan bahwa dari 306 responden profesional konstruksi, sebanyak 71,2% menyatakan bahwa perusahaan mereka belum pernah menggunakan BIM sama sekali. Bahkan hanya 11,8% yang sudah menjadi pengguna aktif BIM, dan hanya 6,5% yang dikategorikan sebagai pakar BIM.

Fenomena ini diperparah oleh ketergantungan industri konstruksi Mesir pada perangkat lunak AutoCAD yang konvensional, digunakan oleh 70,6% responden, sementara aplikasi seperti Revit hanya digunakan oleh 27,5%. Hal ini mencerminkan resistensi terhadap perubahan serta keterbatasan pemahaman teknologi baru dalam dunia konstruksi Mesir.

Studi Survei: Profil Responden dan Temuan Utama

Penelitian ini didasarkan pada survei terhadap 306 profesional konstruksi dari berbagai disiplin dan pengalaman kerja. Mayoritas responden adalah arsitek (51,6%), diikuti oleh insinyur sipil (30,7%) dan MEP engineer (13,7%). Dari segi pengalaman, 47,1% memiliki pengalaman kerja 0–5 tahun, mengindikasikan dominasi generasi muda yang seharusnya lebih mudah menerima teknologi baru.

Hanya 19% dari perusahaan responden yang telah menggunakan BIM selama lebih dari 3 tahun. Dari segi dimensi penggunaan, 83,3% hanya menggunakan BIM dalam bentuk 3D modeling, sementara 5D (biaya) dan 6D (sustainability) masih sangat jarang digunakan, masing-masing hanya 33,3% dan 19,4%.

Tantangan Personal, Proses, dan Bisnis

Studi ini mengidentifikasi tiga kategori besar hambatan implementasi BIM: personal, proses, dan bisnis. Secara personal, hambatan utama adalah kurangnya pendidikan tentang BIM, pemahaman yang rendah terhadap manfaatnya, serta resistensi terhadap perubahan. Hanya 6,5% responden yang mengidentifikasi diri sebagai pakar BIM, mencerminkan minimnya kapasitas sumber daya manusia.

Dari sisi proses, hambatan terletak pada perubahan alur kerja, masalah legal terkait kepemilikan data, dan risiko penggunaan model tunggal. Sedangkan dari sisi bisnis, tantangan utama adalah ketidakjelasan manfaat, tingginya biaya implementasi, serta tidak adanya sistem kontraktual yang mendukung kolaborasi berbasis BIM.

Analisis Statistik: Hubungan Pengalaman dan Kesadaran BIM

Studi ini menggunakan uji chi-square dan korelasi Pearson untuk menganalisis keterkaitan antara pengalaman kerja dan kesadaran terhadap BIM. Hasil uji chi-square menunjukkan p-value sebesar 0.011, yang berarti terdapat hubungan signifikan antara lama bekerja di industri konstruksi dan tingkat pemahaman tentang BIM. Artinya, semakin lama seseorang berkecimpung di dunia konstruksi, semakin tinggi kesadarannya terhadap BIM.

Namun, korelasi antara profesi (arsitek, insinyur) dan tingkat pemahaman BIM tergolong lemah (-0.068). Ini menunjukkan bahwa pemahaman BIM tidak secara otomatis dibentuk oleh latar belakang profesi, melainkan lebih dipengaruhi oleh pelatihan dan pengalaman langsung di lapangan.

Hambatan Struktural dan Kultural

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa perubahan budaya organisasi merupakan tantangan terbesar. Mayoritas perusahaan masih terpaku pada metode tradisional dan enggan berinvestasi dalam pelatihan serta perangkat lunak BIM. Bahkan dalam perusahaan yang menggunakan BIM, hanya 55,6% yang menyediakan pelatihan internal bagi karyawannya.

Tantangan ini diperkuat oleh temuan bahwa sebagian besar responden menganggap BIM hanya sebatas alat modeling (32,7%), bukan sebagai proses manajemen informasi proyek secara menyeluruh. Artinya, pemahaman strategis terhadap BIM masih minim.

Strategi Implementasi Nasional: Rekomendasi untuk Pemerintah dan Swasta

Penulis menyarankan agar implementasi BIM di Mesir dilakukan melalui pendekatan ganda: intervensi pemerintah dan keterlibatan sektor swasta. Pemerintah harus menetapkan regulasi yang mendorong pemanfaatan BIM dalam proyek-proyek publik serta mengadopsi standar nasional BIM berdasarkan pendekatan internasional seperti AIA dan BIMForum.

Sementara itu, sektor swasta perlu dilibatkan melalui penyediaan insentif, kemudahan akses perangkat lunak, serta dukungan pelatihan berkelanjutan. Penulis juga menekankan pentingnya adopsi sistem Common Data Environment (CDE) sebagai basis kolaborasi lintas disiplin dalam proyek.

Studi Kasus Implementasi Parsial BIM

Sebagai ilustrasi, studi ini mencatat bahwa beberapa perusahaan yang telah menggunakan BIM hanya menerapkannya pada fase desain dan dokumentasi teknis. Penggunaan BIM dalam fase konstruksi dan operasional (4D, 5D, dan 6D) masih sangat terbatas. Ini membatasi potensi efisiensi penuh dari BIM, yang seharusnya bisa mengurangi konflik desain, mempercepat jadwal, dan menekan biaya operasional jangka panjang.

Studi menunjukkan bahwa dari 72 responden yang perusahaannya sudah menggunakan BIM, hanya 8,3% yang telah menerapkan BIM hingga tahap 7D (fasilitas manajemen). Bahkan hanya 33,3% yang sudah memanfaatkan 5D untuk perencanaan anggaran proyek. Ini menunjukkan bahwa potensi penuh BIM belum dimaksimalkan.

Kesimpulan: Jalan Panjang Menuju Matangnya Implementasi BIM

Secara keseluruhan, penelitian ini menggambarkan bahwa meskipun ada kesadaran yang meningkat terhadap manfaat BIM, adopsinya di Mesir masih terkendala oleh faktor budaya, biaya, dan kurangnya dukungan struktural. BIM di Mesir baru mencapai tingkat kematangan tahap 1 hingga 2, dan belum menyentuh tahap optimal yang mencakup manajemen proyek terpadu dan kolaborasi real-time.

Solusi terhadap tantangan ini memerlukan pendekatan sistemik: integrasi BIM dalam kurikulum teknik, kampanye kesadaran nasional, pelatihan berskala besar, serta kebijakan pemerintah yang progresif. Jika tidak segera diatasi, Mesir akan tertinggal dalam persaingan global yang semakin mengandalkan digitalisasi dalam konstruksi.

Dengan demikian, artikel ini menjadi referensi penting bagi akademisi, praktisi, dan pembuat kebijakan yang ingin memahami lanskap aktual dan potensi strategis BIM dalam konteks negara berkembang.

Sumber Asli:

Khalifa, Asmaa Said; Attia, Eman; & Awad, Hesham. (2024). Use of Building Information Modeling (BIM) in the Management of Construction Sector in Egypt. Journal of Engineering Research, Vol. 8, Issue 4.