Penentuan Status Mutu Air Sungai Ogan dengan Metode Indeks Pencemaran dan Strategi Pengendalian Pencemaran

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

11 Juni 2025, 06.14

pixabay.com

Sungai Ogan di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, menjadi sumber utama air baku bagi PDAM dan kebutuhan masyarakat sehari-hari. Namun, sungai ini menghadapi tekanan pencemaran akibat aktivitas domestik dan industri rumah tangga. Penelitian oleh Sari dan Wijaya (2019) bertujuan menentukan status mutu air Sungai Ogan secara komprehensif menggunakan metode indeks pencemaran serta merumuskan strategi pengendalian pencemaran yang efektif dan aplikatif.

Penelitian menggunakan metode purposive sampling dengan pengambilan sampel di lima titik lokasi strategis sepanjang Sungai Ogan, mulai dari hulu hingga hilir. Parameter yang diukur meliputi sepuluh variabel fisika, kimia, dan biologi sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 16/2005. Parameter tersebut adalah suhu, kekeruhan, total padatan tersuspensi (TSS), pH, oksigen terlarut (DO), biochemical oxygen demand (BOD), nitrat, fosfat, MBAS (surfactant), dan fecal coliform. Pengukuran dilakukan pada pagi dan sore hari dengan tiga kali ulangan.

Status mutu air ditentukan menggunakan metode indeks pencemaran menurut Kepmen LH No. 115 Tahun 2003, yang mengkategorikan mutu air ke dalam empat kelas: baik, tercemar ringan, tercemar sedang, dan tercemar berat berdasarkan rasio konsentrasi parameter terhadap baku mutu.

Hasil dan Pembahasan

Hasil menunjukkan bahwa total padatan tersuspensi (TSS) di Sungai Ogan berkisar antara 12,4 hingga 268 mg/L, dengan nilai tertinggi di Stasiun 3 (Kelurahan Kemalaraja) yang merupakan kawasan padat penduduk. Nilai TSS ini jauh melebihi baku mutu sebesar 50 mg/L, terutama pada pagi hari saat aktivitas rumah tangga seperti mandi dan mencuci meningkat serta debit sungai bertambah. Kekeruhan air juga tinggi, berkisar antara 13,8 hingga 326 NTU, dengan nilai tertinggi di lokasi yang sama dan waktu yang sama, menunjukkan korelasi erat antara aktivitas manusia dan peningkatan sedimentasi tersuspensi.

Suhu air berkisar antara 26 hingga 27°C, masih memenuhi standar baku mutu yang memperbolehkan penyimpangan suhu maksimum hingga 3°C. pH air berkisar antara 7,0 hingga 7,7, menunjukkan kondisi netral hingga sedikit basa, sesuai dengan standar baku mutu (6-9).

Kadar oksigen terlarut (DO) bervariasi, dengan nilai tertinggi 9,6 mg/L di Stasiun 5 dan nilai terendah 4,91 mg/L di Stasiun 2, yang berada di bawah standar minimum 6 mg/L. Rendahnya DO di Stasiun 2 terkait dengan tingginya bahan organik dari limbah industri rumah tangga seperti produksi tempe dan tahu, yang meningkatkan biochemical oxygen demand (BOD). Nilai BOD di Sungai Ogan berkisar antara 1,21 hingga 4,57 mg/L, dengan nilai tertinggi di Stasiun 2 yang melebihi baku mutu 2 mg/L, menandakan pencemaran organik yang signifikan.

Konsentrasi nitrat relatif rendah, berkisar antara 0,05 hingga 0,3 mg/L, masih jauh di bawah baku mutu 10 mg/L. Namun, fosfat menunjukkan konsentrasi antara 0,01 hingga 0,64 mg/L, dengan nilai tertinggi di Stasiun 3 yang melebihi baku mutu 0,2 mg/L, yang mengindikasikan adanya limbah metabolisme hewan dan aktivitas domestik yang berkontribusi pada pencemaran nutrien.

Kadar MBAS, indikator kandungan deterjen, berkisar antara 0,005 hingga 1,88 mg/L. Semua titik pantau memenuhi baku mutu kecuali Stasiun 5 pada pagi hari yang melebihi batas maksimal 0,2 mg/L, menunjukkan adanya limbah deterjen yang mencemari sungai. Sementara itu, hasil pengujian fecal coliform negatif di semua stasiun, menandakan tidak adanya kontaminasi bakteri patogen yang signifikan.

Berdasarkan perhitungan indeks pencemaran, seluruh stasiun menunjukkan status mutu air tercemar ringan dengan nilai indeks antara 1,3 hingga 2,3. Nilai tertinggi terdapat di Stasiun 3 dan 4 yang merupakan kawasan pemukiman padat penduduk, mengindikasikan tekanan pencemaran yang lebih besar di area tersebut.

Studi Kasus: Dampak Limbah Industri Rumah Tangga di Stasiun 2

Stasiun 2, yang berada di Desa Kebun Jeruk, menjadi contoh nyata dampak limbah industri rumah tangga, khususnya produksi tempe dan tahu, terhadap kualitas air. Nilai BOD yang mencapai 4,57 mg/L menunjukkan tingginya bahan organik yang dibuang ke sungai. Limbah ini menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut hingga 4,91 mg/L, di bawah standar minimum, yang berpotensi mengancam kehidupan biota air. Kondisi ini menegaskan perlunya pengelolaan limbah industri yang lebih baik dan pengawasan ketat terhadap pembuangan limbah cair.

Strategi Pengendalian Pencemaran Sungai Ogan

Penelitian ini mengusulkan beberapa strategi pengendalian pencemaran yang relevan dan aplikatif, terutama di kawasan dengan nilai indeks pencemaran tinggi seperti Stasiun 3 dan 4. Pertama, pengurangan beban pencemaran melalui keterlibatan aktif masyarakat dalam pengelolaan lingkungan sungai, termasuk pengelolaan sampah rumah tangga dan limbah domestik agar tidak dibuang langsung ke sungai. Kedua, peningkatan efektivitas pengelolaan dan manajemen Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), terutama yang bersifat komunal, dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam teknis pengelolaannya.

Selanjutnya, penegakan hukum dan pengawasan terhadap industri rumah tangga perlu diperkuat, termasuk pemberian sanksi tegas bagi pelaku yang melanggar aturan pembuangan limbah. Pemantauan rutin kualitas air dan pemetaan sumber pencemar potensial juga sangat penting agar permasalahan dapat segera diatasi secara tepat sasaran. Terakhir, peningkatan kesadaran masyarakat melalui edukasi dan sosialisasi menjadi kunci keberhasilan pengendalian pencemaran demi kesehatan dan keberlanjutan lingkungan.

Opini dan Perbandingan dengan Penelitian Lain

Pendekatan indeks pencemaran yang digunakan dalam penelitian ini memberikan gambaran yang jelas dan mudah dipahami mengenai kondisi kualitas air Sungai Ogan. Metode ini lebih fokus pada parameter pencemaran yang relevan dengan kondisi lokal, seperti BOD dan fosfat, dibandingkan dengan metode Water Quality Index (WQI) yang sebelumnya digunakan dan menghasilkan klasifikasi sedang. Hal ini menunjukkan bahwa indeks pencemaran dapat menjadi alat yang efektif untuk monitoring dan pengambilan keputusan pengelolaan sungai.

Dari perspektif global, pengelolaan sungai yang melibatkan partisipasi masyarakat dan pengawasan ketat terhadap limbah industri merupakan tren utama dalam pengelolaan sumber daya air berkelanjutan. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip Integrated River Basin Management (IRBM) yang menekankan keterlibatan multi-pihak dan pengelolaan terpadu untuk menjaga kualitas dan kuantitas air.

Kesimpulan

Status mutu air Sungai Ogan berdasarkan indeks pencemaran berada dalam kategori tercemar ringan dengan nilai indeks antara 1,3 hingga 2,3 di lima titik pengambilan sampel. Parameter utama yang menjadi indikator pencemaran adalah TSS, kekeruhan, BOD, dan fosfat. Strategi pengendalian yang diusulkan menitikberatkan pada pengurangan beban pencemaran melalui pengelolaan limbah yang lebih baik, penguatan peran masyarakat, serta pengawasan dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pencemaran. Pendekatan ini dapat menjadi model pengelolaan sungai yang efektif dan berkelanjutan, khususnya di daerah dengan kondisi serupa.

Sumber:
Sari, E.K., dan Wijaya, O.E. (2019). Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran dan Strategi Pengendalian Pencemaran Sungai Ogan Kabupaten Ogan Komering Ulu. Jurnal Ilmu Lingkungan, 17(3), 486-491. ISSN 1829-8907.