Penelitian Universitas Kadiri Mengungkap Cara 'Chip' Murah Mengubah Plat Nomor Jadi Pelacak Digital – Dan Ini Bisa Jadi Solusi Kemacetan dan Jalan Rusak!

Dipublikasikan oleh Hansel

04 November 2025, 20.08

unsplash.com

Jalanan Indonesia sedang terengah-engah. Ini bukan sekadar perasaan yang muncul saat terjebak kemacetan di jam pulang kerja; ini adalah fakta statistik yang terekam dalam data nasional. Antara tahun 2014 dan 2015 saja, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia melonjak dari 114,21 juta unit menjadi 121,390 juta unit.1

Ini adalah lompatan sebesar 6,29% hanya dalam satu tahun—setara dengan 7,18 juta kendaraan baru yang tumpah ke jalan. Bayangkan, dalam 12 bulan, kita menambahkan armada kendaraan baru yang jumlahnya setara dengan seluruh populasi Hong Kong.

Saat kita mengurai angka tersebut, masalahnya menjadi semakin jelas. Dari 121 juta kendaraan itu, 98,88 juta unit—atau 81% dari total armada nasional—adalah sepeda motor.1 Dominasi roda dua ini adalah resep utama di balik kemacetan kronis di perkotaan.

Namun, kemacetan hanyalah satu dari dua musuh utama. Musuh kedua, yang seringkali luput dari pandangan namun jauh lebih merusak secara finansial, adalah kerusakan infrastruktur. Ini disebabkan oleh armada yang lebih kecil namun jauh lebih berat: 6,6 juta unit mobil barang (truk) dan 2,4 juta unit bus.1

Kita menghadapi dua krisis yang berbeda: krisis volume yang disebabkan oleh sepeda motor, dan krisis beban yang disebabkan oleh truk. Sistem manajemen lalu lintas yang ada saat ini gagal mengatasi keduanya.

 

Jebakan 'LHR': Menghitung Kendaraan Setelah Jalanan Runtuh

Selama ini, para perencana kota dan insinyur perkerasan jalan bergantung pada satu metode klasik untuk memahami lalu lintas: survei Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR). Metodologi ini melibatkan pengiriman petugas ke lapangan—berdiri di persimpangan atau di ruas jalan tertentu—untuk menghitung kendaraan secara manual.1

Masalahnya, metode ini adalah peninggalan era analog di dunia yang sudah digital. Para peneliti dari Universitas Kadiri menyoroti kelemahan fatalnya: "Permasalahannya survey tidak dapat dilakukan setiap hari".1

Karena keterbatasan biaya dan sumber daya manusia, survei ini jarang dilakukan. Akibatnya, data yang didapat seringkali sudah usang saat tiba di meja para pengambil keputusan. Lebih buruk lagi, survei seringkali baru dilakukan "dimana biasanya kemacetan atau kerusakan jalan sudah sangat parah".1

Ini adalah sebuah kegagalan sistemik yang mengunci kita dalam model kebijakan yang reaktif. Kita tidak memperbaiki jalan berdasarkan prediksi; kita memperbaikinya setelah jalan itu hancur. Ini adalah siklus "gali-lubang-tutup-lubang" yang menghabiskan anggaran secara masif.

Apa yang dibutuhkan, menurut para peneliti, adalah cara agar data selalu tersedia "setiap saat dan dimanapun berada (any time any where)".1 Mereka tidak hanya mengusulkan perbaikan; mereka mengusulkan sebuah revolusi.

 

Ide Brilian dari Universitas Kadiri: Plat Nomor Anda Adalah 'Password' Wi-Fi

Sebuah tim peneliti yang terdiri dari Arthur Daniel Limantara, A. I. Candra, dan S. W. Mudjanarko mengajukan sebuah solusi radikal berbasis Internet of Things (IoT).1

Hal yang paling mengejutkan dari proposal mereka bukanlah kerumitan teknologinya, melainkan kesederhanaan dan kejeniusannya. Alih-alih menggunakan teknologi pelacakan mahal seperti Automatic Number Plate Recognition (ANPR) berbasis kamera atau sistem RFID kustom, mereka memutuskan untuk "membajak" dua teknologi yang sudah ada di mana-mana: plat nomor kendaraan dan sinyal Wi-Fi.

Begini arsitekturnya bekerja dalam proposal mereka:

  1. Otak Digital: Setiap kendaraan—baik motor maupun mobil—ditanami (embedded) sebuah chip mikrokontroler murah yang disebut Wemos D1 Mini. Chip ini sudah dilengkapi modul Wi-Fi bawaan (ESP8266).1
  2. Identitas Digital: Chip ini tidak kosong. Ia diprogram dengan data digital yang relevan dari Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) pemiliknya, termasuk data krusial: berat kosong kendaraan.1
  3. Langkah Jenius (SSID): Inilah inti dari inovasi tersebut. Para peneliti menggunakan Nomor Polisi (Nopol) kendaraan yang unik itu sebagai Service Set Identifier (SSID).1 SSID, dalam bahasa awam, adalah "nama" yang disiarkan oleh sebuah jaringan Wi-Fi.
  4. Siaran Konstan: Hasilnya? Setiap kendaraan di jalan kini secara konstan menyiarkan identitas uniknya sendiri ke sekitarnya. "Halo, saya mobil Xenia AG 1682 AK!" atau "Halo, saya motor AG 4223 IR!" Siaran ini dipancarkan menggunakan frekuensi standar $2.4 GHz$.1

Ini adalah contoh "inovasi hemat" yang brilian. Para peneliti tidak menciptakan protokol identifikasi baru. Mereka menumpang pada protokol Wi-Fi yang ada dan sistem identifikasi legal (plat nomor) yang ada untuk menciptakan solusi berbiaya sangat rendah.

Implikasinya sangat besar. "Pembaca" atau sensornya bukanlah pemindai RFID khusus yang mahal. Pembacanya hanyalah sebuah Access Point (AP) Wi-Fi standar.1 Ini berarti setiap tiang lampu, setiap gerbang tol, setiap persimpangan, bahkan setiap toko di pinggir jalan berpotensi menjadi "titik deteksi" dengan biaya minimal. Skalabilitasnya nyaris tak terbatas.

 

Uji Coba di Gerbang Kampus: "AG 1682 AK" Telah Terdeteksi

Teori adalah satu hal, tetapi pembuktian di lapangan adalah hal lain. Tim peneliti kemudian membawa sistem mereka keluar dari laboratorium dan memasangnya di dunia nyata: area kampus Universitas Kadiri.1

Mereka memasang sebuah Access Point (AP), yang mereka sebut sebagai "Router", di gerbang masuk utama universitas.1 AP ini terhubung ke server database cloud.

Kemudian, mereka mengujinya dengan dua subjek:

  • Sebuah sepeda motor yang telah dipasangi chip dengan SSID (plat nomor) AG 4223 IR.1
  • Sebuah mobil Xenia yang telah dipasangi chip dengan SSID (plat nomor) AG 1682 AK.1

Hasilnya persis seperti yang diharapkan. Saat mobil Xenia AG 1682 AK itu melintasi gerbang, AP di gerbang langsung "menangkap" siaran SSID dari mobil tersebut. Dalam hitungan detik, data itu dikirimkan ke server.1

Di dalam laboratorium, layar monitor yang terhubung ke server langsung menampilkan hasilnya (terlihat dalam tangkapan layar Gambar 18 di paper). Sistem mencatat plat nomor "AG 1682 AK" beserta tanggal dan jam masuk yang presisi. Secara bersamaan, sistem juga mencatatnya dalam database pemilik kendaraan (Gambar 17), menghubungkan plat nomor tersebut dengan data pemilik yang tersimpan.1

Uji coba ini sukses membuktikan bahwa seluruh rantai alur data—dari chip di mobil, siaran SSID, penangkapan oleh AP, pengiriman ke server, hingga pencatatan di database—berfungsi sempurna di lingkungan nyata.1

 

Data yang Jauh Lebih Penting: Mengukur 'Beban Roda' Secara Real-Time

Pelacakan plat nomor secara real-time sudah merupakan sebuah lompatan besar. Namun, itu baru setengah dari cerita. Inovasi sesungguhnya dari penelitian ini terletak pada arsitektur sistem kedua yang dirancang untuk menjawab krisis "jalan rusak".

Sistem ini bukan hanya menghitung volume; sistem ini juga menimbang beban.

Para peneliti merancang sistem terpisah yang ditanam langsung di dalam perkerasan jalan. Sistem ini terdiri dari tiga komponen utama:

  1. Sensor Penimbang: Sebuah "Sensor Load Cell" (pada dasarnya, timbangan digital super kuat) dipasang di permukaan jalan.1
  2. Penerjemah Sinyal: Sinyal mentah dari load cell bersifat analog dan terlalu lemah. Sinyal ini pertama-tama ditangkap oleh "Modul HX711", yang berfungsi memperkuat sinyal dan mengubahnya dari data analog menjadi data digital.1
  3. Pencatat Data: Data digital tersebut kemudian diproses oleh mikrokontroler "Arduino Uno", yang mencatat angka berat beban roda secara presisi.1

Sekarang, bayangkan kedua sistem ini bekerja bersamaan.

Saat mobil Xenia AG 1682 AK itu melintas, dua hal terjadi secara simultan. Di atas, AP di gerbang menangkap identitasnya (via SSID). Di bawah, Load Cell di aspal menangkap beratnya (via Arduino).

Inilah inti dari revolusi data yang diusulkan. Sistem ini adalah yang pertama menggabungkan identitas unik kendaraan (Plat Nomor) dengan data beban roda real-time (berat).

Tanpa load cell, kita hanya tahu "Xenia AG 1682 AK" lewat. Tanpa SSID, kita hanya tahu "sebuah kendaraan seberat 1,5 ton" lewat. Dengan menggabungkan keduanya, server kini tahu: "Xenia AG 1682 AK, yang menurut data STNK di chip-nya memiliki berat kosong 1 ton, baru saja melintas dengan berat aktual 1,5 ton."

Sekarang, terapkan logika yang sama pada kendaraan niaga. Bayangkan sebuah truk tiga sumbu (yang diklasifikasikan sebagai Kode 1.2.2 dalam manual survei lalu lintas 1) melintas. Data di chip-nya mungkin menyebutkan berat kosong 10 ton. Tetapi load cell mencatatnya seberat 25 ton.

Dalam sekejap, kita memiliki bukti pelanggaran Over-Dimension Over-Loading (ODOL) yang tak terbantahkan, tercatat real-time, dan terikat pada identitas spesifik kendaraan tersebut.

 

Mengakhiri Era 'Tebak-Tebak' Perbaikan Jalan dan Menegakkan Hukum Secara Otomatis

Mengapa temuan sederhana dari laboratorium universitas ini begitu penting hari ini? Karena sistem ini berpotensi menjadi fondasi yang hilang untuk menegakkan kebijakan publik yang selama ini tumpul.

Dengan data ganda (identitas + berat), kita dapat beralih dari kebijakan reaktif menjadi penegakan hukum proaktif dan otomatis.

  • Mengakhiri Era Jalan Rusak (ODOL): Ini adalah dampak terbesar. Seperti yang disimpulkan oleh para peneliti, sistem ini memungkinkan kita untuk "memonitor secara langsung pengurangan umur kekuatan perkerasan".1 Ini seperti dokter yang memantau tekanan darah pasien 24/7, bukan hanya setahun sekali setelah pasiennya terkena stroke. Pemerintah dapat secara proaktif memperbaiki ruas jalan yang terdeteksi menerima "stres" berlebih sebelum jalan itu hancur. Atau, yang lebih revolusioner, sistem dapat secara otomatis mengirimkan tagihan denda ke operator truk ODOL yang terdeteksi melanggar batas muatan.
  • Infrastruktur untuk Kebijakan Lalu Lintas Modern: Sistem ini adalah "alat penegak hukum" (enforcement tool) otomatis yang diimpikan oleh para perencana kota.
    • Ganjil-Genap Tanpa Polisi: Lupakan pengerahan petugas di setiap persimpangan. Cukup pasang AP di setiap traffic light. Sistem akan secara otomatis mencatat setiap plat nomor yang melanggar aturan ganjil-genap pada hari dan jam terlarang.1
    • Pembatasan BBM Tepat Sasaran: Ini adalah implikasi besar lainnya.1 Bayangkan sebuah mobil mewah—yang datanya sudah tertanam di chip—berhenti di SPBU. AP yang terpasang di SPBU akan langsung mengenali identitasnya. Sistem kemudian dapat secara otomatis mencegah nozel BBM bersubsidi untuk menyala, memastikan subsidi hanya jatuh ke tangan yang berhak.

 

Opini: Mengapa Sistem Ini Belum Siap untuk Jalan Tol Cipali?

Sebagai sebuah prototipe, konsep ini brilian. Namun, para peneliti sendiri, dalam kesimpulannya, jujur mengakui beberapa keterbatasan signifikan yang membuat sistem ini belum siap untuk implementasi skala nasional.1

Pertama, masalah jangkauan. Sistem ini diuji coba dengan "jangkauan area 10 meter".1 Para peneliti mencatat ini sebagai hal positif "agar tidak terjadi tumpang tindih data antar router".1 Namun, dalam skenario dunia nyata, ini adalah kelemahan besar. Jangkauan 10 meter mungkin cukup untuk gerbang kampus satu lajur. Tetapi di jalan raya delapan lajur (empat lajur per arah), jangkauan ini tidak akan memadai. Ini menyiratkan perlunya infrastruktur AP yang sangat padat—dan mahal—untuk dipasang di setiap lajur jalan tol.

Kedua, masalah format plat nomor. Ini adalah kelemahan fatal dalam perangkat lunak. Para peneliti mengakui sistem "masih dikembangkan untuk mendeteksi satu, dua, atau tiga digit dari nomor polisi tersebut".1 Dengan kata lain, sistem ini tampaknya hanya dirancang untuk membaca format plat nomor regional yang kaku (seperti AG 1682 AK). Sistem ini akan gagal total di Jakarta, di mana plat nomor B 1, B 12, atau B 123 sangat umum. Ini menunjukkan logika parsing SSID di server belum siap untuk variasi data nasional.

Ketiga, masalah pengecualian. Sistem ini "belum dapat mendeteksi plat nomor khusus seperti TNI maupun polisi".1 Ini bukan hanya masalah teknis, tetapi juga masalah politik. Sistem apa pun yang memiliki "titik buta" dan tidak bisa mengidentifikasi (atau secara sengaja mengabaikan) kendaraan aparat penegak hukum tidak akan pernah bisa memberikan data LHR yang akurat 100% atau menegakkan hukum secara adil.

 

Visi ke Depan: Dari Laboratorium Menuju 'Smart City' Nasional

Meskipun ini adalah penelitian skala laboratorium dari tahun 2017, relevansinya hari ini—di tengah dorongan Smart City nasional dan krisis ODOL yang terus berlanjut—justru semakin besar.

Ini adalah prototipe yang brilian. Jika tiga keterbatasan utama—jangkauan sinyal, fleksibilitas format plat, dan penanganan plat khusus—dapat diatasi melalui pengembangan lebih lanjut, temuan dari Universitas Kadiri ini bisa menjadi fondasi untuk sistem transportasi cerdas nasional.

Jika diterapkan, temuan ini bisa mengurangi biaya perawatan jalan akibat truk ODOL hingga miliaran rupiah dan merevolusi penegakan aturan lalu lintas perkotaan dalam waktu lima tahun ke depan.

 

Sumber Artikel:

Limantara, A. D., Candra, A. I., & Mudjanarko, S. W. (2017). Manajemen data lalu lintas kendaraan berbasis sistem internet cerdas: Ujicoba implementasi di laboratorium Universitas Kadiri. Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017.