Penelitian Ini Ungkap Potensi dan Batasan AI dalam Manajemen Proyek – dan Mengapa Manajer Proyek Tidak Akan Punah

Dipublikasikan oleh Hansel

16 September 2025, 13.11

unsplash.com

Pendahuluan: Ketika Proyek Bertemu Teknologi Masa Depan

Mengelola sebuah proyek seringkali diibaratkan seperti mengemudikan kapal besar di tengah badai. Seorang manajer proyek, sebagai nakhoda, harus menyeimbangkan berbagai variabel yang terus berubah—waktu, biaya, ruang lingkup, dan kualitas—yang dikenal sebagai "Segitiga Besi." Di tengah kompleksitas ini, mereka juga harus menghadapi konflik, ketidakpastian, dan kebutuhan untuk mengalokasikan sumber daya secara efisien demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan.1 Selama bertahun-tahun, manajemen proyek telah menjadi praktik dinamis yang sangat bergantung pada kepemimpinan, intuisi, dan pengalaman manusia.

Namun, di era digitalisasi yang kian pesat, pertanyaan besar mulai muncul: akankah Kecerdasan Buatan (AI) menjadi asisten ajaib yang menyelesaikan semua masalah manajer proyek, atau justru menjadi ancaman yang menggantikan peran mereka sepenuhnya? Makalah ilmiah berjudul "Transformasi Proyek Melalui Keajaiban Kecerdasan Buatan" yang diterbitkan dalam Jurnal Publikasi Ilmu Manajemen mencoba menjawab pertanyaan ini melalui kajian literatur komprehensif. Penelitian ini mengkaji penerapan AI dalam berbagai industri dan proyek, serta mengevaluasi bagaimana teknologi ini dapat mengubah fondasi manajemen proyek. Hasilnya mengejutkan, dan ini mengantarkan kita pada sebuah era baru yang tidak hanya bergantung pada kecerdasan mesin, tetapi juga pada kemitraan tak terpisahkan antara manusia dan algoritma.

Sebagai salah satu "terobosan teknologi yang paling banyak dipelajari" saat ini, AI telah digambarkan sebagai salah satu "tren teratas" dalam manajemen proyek.1 Makalah ini membedah potensi AI dalam berbagai fase proyek—mulai dari perencanaan hingga penutupan—dan menyoroti manfaatnya dalam memberikan solusi cerdas melalui pembelajaran dari data historis. Dengan bahasa yang ringkas namun mendalam, laporan ini akan menyingkap temuan utama dari studi tersebut, menyajikan "cerita di balik data," dan menjelaskan mengapa, di dunia yang semakin didominasi algoritma, sentuhan manusia justru menjadi semakin berharga.

 

Di Balik Data: Mengapa Ini Bukan Sekadar Tren Teknis Biasa?

Studi ini menyajikan sebuah wawasan mendalam yang melampaui euforia otomatisasi. Temuan utamanya mengungkapkan bahwa AI bukanlah pengganti, melainkan "sekutu potensial" yang dirancang untuk melengkapi manajer proyek.1 Ini adalah hal yang paling mengejutkan dari penelitian ini, karena di tengah diskursus publik yang sering kali mengkhawatirkan hilangnya pekerjaan karena AI, studi ini justru menegaskan kembali nilai dari penalaran, kepemimpinan, dan kecerdasan emosional yang unik bagi manusia.

Secara spesifik, studi tersebut menunjukkan bahwa AI memiliki potensi signifikan untuk meningkatkan proses manajemen proyek. Secara khusus, AI sangat efektif dalam mengembangkan fase perencanaan, melakukan pembuatan project charter, dan mengintegrasikan pengendalian perubahan.1 Hal ini karena fungsi-fungsi tersebut sangat bergantung pada analisis data, pola, dan prediksi—area di mana AI, khususnya Machine Learning dan Expert Systems, memiliki keunggulan tak tertandingi.

Untuk memberikan gambaran yang lebih hidup, sebuah studi oleh Accenture yang dikutip dalam makalah ini memperkirakan bahwa AI berpotensi meningkatkan produktivitas tenaga kerja hingga 40% pada tahun 2035.1 Untuk membayangkan peningkatan sebesar itu, bayangkan jika Anda bisa menambahkan tiga jam kerja ekstra ke dalam hari kerja delapan jam Anda, tanpa harus lembur atau merasa lelah. Atau, seperti meningkatkan efisiensi kendaraan listrik Anda hingga 40% dalam sekali pengisian daya. Analogi ini membuat angka abstrak terasa nyata dan personal, menunjukkan dampak luar biasa yang bisa diberikan AI dalam efisiensi operasional.

 

Mengidentifikasi Kapan AI Memberikan Dampak Maksimal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam manajemen proyek memiliki dampak yang bervariasi pada setiap aspek. Dampak tertinggi terlihat pada pengembangan Work Breakdown Structure (WBS), di mana 50% responden menyatakan bahwa AI memiliki efek tinggi hingga sangat tinggi dalam mendukung proses ini. Selanjutnya, manajemen biaya dan jadwal juga dipandang sebagai area yang paling diuntungkan dari penerapan AI, karena sifatnya yang terstruktur dan dapat dioptimalkan melalui teknologi. Demikian pula, pemantauan risiko memperoleh penilaian sangat tinggi, dengan 63% responden berpendapat bahwa AI berperan signifikan dalam meningkatkan efektivitas identifikasi serta pengendalian risiko. Sebaliknya, pada aspek manajemen pemangku kepentingan, AI dinilai memiliki efek yang sangat rendah karena proses ini sangat bergantung pada interaksi interpersonal yang sulit digantikan oleh teknologi. Hal serupa juga terlihat pada penentuan ruang lingkup, di mana 40% responden menyatakan bahwa pengaruh AI berada pada tingkat rendah hingga sangat rendah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa AI memberikan kontribusi besar pada aspek teknis dan analitis, sementara pada aspek yang menuntut interaksi manusiawi, keterlibatan AI masih terbatas.

Data ini menunjukkan sebuah pola yang jelas. AI unggul dalam tugas yang bersifat analitis, berbasis data, dan prediktif. Kemampuannya untuk mengkategorikan, mengukur, dan meramalkan potensi risiko terkait kinerja proyek dan dampak relevannya sangat dihargai.1 Ini memungkinkan manajer proyek untuk mengambil tindakan proaktif.

Sebaliknya, AI memiliki dampak terendah dalam mengelola aspek yang sangat manusiawi, seperti manajemen keterlibatan pemangku kepentingan.1 Mengapa demikian? Karena pengelolaan pemangku kepentingan melibatkan empati, negosiasi, dan kepemimpinan—keterampilan kognitif yang "lambat" yang unik bagi manusia. Logikanya sederhana: AI mengotomatisasi dan mengoptimalkan tugas berbasis data, sementara ia berfungsi sebagai alat untuk memperkuat manajer proyek dalam tugas-tugas berbasis hubungan. Ini adalah esensi dari kemitraan manusia-mesin.

 

Membongkar Kotak Alat AI: Dari Jaringan Saraf hingga Logika Samar

Agar dapat memahami bagaimana AI memberikan dampak nyata dalam manajemen proyek, kita perlu mengenali beberapa teknologi inti yang diulas dalam makalah ini. Alih-alih terperangkap dalam jargon teknis, kita dapat memahami setiap alat ini melalui fungsi utamanya.

  • Machine Learning (ML) dan Jaringan Saraf Tiruan (ANN): Jika AI adalah "otak digital," maka Machine Learning adalah kemampuannya untuk belajar dan membuat prediksi dari data tanpa diprogram secara eksplisit.1 ML adalah langkah fundamental yang melatih mesin untuk mengidentifikasi pola dan membuat prakiraan berbasis data. Sementara itu,
    Jaringan Saraf Tiruan (ANN) adalah bentuk ML yang meniru cara kerja otak manusia, memungkinkan AI untuk mengumpulkan, mengkategorikan, dan memproses data kompleks untuk memecahkan masalah rumit dalam manajemen proyek.1
  • Natural Language Processing (NLP): Anggaplah NLP sebagai penerjemah universal untuk data tekstual. Teknologi ini memungkinkan komputer untuk memahami, menyimpan, dan menerjemahkan data terkait bahasa—baik lisan maupun tulisan—dalam jumlah besar.1 Ini sangat revolusioner. Di masa lalu, analisis dokumen proyek, notulen rapat, atau laporan insiden adalah tugas yang memakan waktu. Dengan NLP, AI dapat memproses file teks dalam jumlah besar untuk mengidentifikasi bahaya, melacak tren, atau mengekstraksi informasi berharga secara otomatis dan akurat. Salah satu contoh dari makalah ini adalah penggunaan NLP untuk mengidentifikasi dan mengkategorikan tindakan atau penyebab berbahaya pada tahap awal, memungkinkan tindakan manusia tepat waktu untuk mengurangi risiko.1
  • Fuzzy Logic (FL): Dalam dunia yang serba biner, Fuzzy Logic memperkenalkan "logika abu-abu." Teknologi ini memungkinkan sistem AI untuk bernalar dengan informasi yang tidak jelas dan tidak pasti—situasi yang sangat umum dalam manajemen risiko proyek. Alih-alih memandang risiko sebagai "ya" atau "tidak," FL dapat mengevaluasi ancaman dalam spektrum yang lebih luas, meniru cara manusia membuat keputusan yang lebih nuansal.1 Dengan menggabungkannya dengan teknologi lain, FL terbukti sangat bermanfaat dalam evaluasi risiko dan pengambilan keputusan multi-kriteria, terutama ketika masalah ditandai dengan ketidakpastian.1

Secara keseluruhan, alat-alat ini membentuk sebuah "kotak alat" yang membantu manajer proyek mengotomatiskan tugas-tugas yang berulang dan berbasis data, seperti entri data, penyusunan rencana, dan pembaruan status, sehingga membebaskan mereka untuk fokus pada aspek yang lebih bernilai.1

 

Kemitraan Manusia-Mesin: Kisah yang Belum Selesai

Meskipun potensi AI sangat menjanjikan, makalah ini dengan jujur menyoroti bahwa AI tidak akan menjadi solusi sempurna. Terdapat kritik realistis dan batasan yang perlu dipertimbangkan. Penulis studi menekankan bahwa "kompleksitas unik dalam proyek dapat menjadi hambatan" dalam otomatisasi penuh dari aktivitas yang rumit.1 Ini adalah pengingat penting bahwa, di luar data, proyek adalah entitas yang hidup dan dinamis, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tak terduga yang sering kali bersifat manusiawi.

Poin krusial yang ditegaskan kembali oleh studi ini adalah bahwa fondasi manajemen proyek akan selalu memerlukan kombinasi yang sangat diperlukan dari kepemimpinan manusia, integrasi spesialis, dan perilaku etis.1 Bahkan jika metode atau teknik inti manajemen proyek dapat digantikan oleh sistem AI, aktivitas yang membutuhkan keterampilan kognitif "lambat" seperti kepemimpinan, empati, kecerdasan emosional, dan negosiasi akan tetap menjadi inti dari intervensi manusia.1 Di masa depan, peran manajer proyek tidak akan punah, melainkan berevolusi. Mereka akan bergeser dari "pengelola tugas" menjadi "pemimpin strategis" dan "pelatih tim" yang menggunakan AI sebagai asisten untuk meningkatkan akurasi pengambilan keputusan.1 Kendati demikian, adopsi AI di bidang manajemen proyek tidak berjalan mulus. Studi yang dikaji dalam makalah ini mengidentifikasi beberapa hambatan utama yang harus diatasi, mayoritasnya terkait dengan kesiapan manusia dan organisasi, bukan hanya teknologi itu sendiri.

Penelitian ini juga mengidentifikasi sejumlah hambatan utama dalam adopsi kecerdasan buatan (AI) pada manajemen proyek. Hambatan terbesar adalah kurangnya pengetahuan tentang teknologi AI, yang dilaporkan oleh sekitar 70% responden. Selain itu, 62% responden menyatakan bahwa pengalaman terbatas dalam memilih aplikasi AI terbaik menjadi kendala signifikan. Aspek privasi data, etika data, serta risiko keamanan juga menjadi perhatian, dengan 60% responden menilai hal ini sebagai hambatan utama. Di samping itu, keterbatasan kemampuan teknologi informasi, khususnya keterampilan teknis, diungkapkan oleh 58% responden sebagai faktor penghambat yang tidak dapat diabaikan. Hambatan lainnya adalah ketidakmatangan solusi AI yang ada, di mana mayoritas responden menilai bahwa kondisi saat ini belum cukup mendukung penerapan penuh teknologi AI dalam konteks manajemen proyek. Secara keseluruhan, temuan ini menegaskan bahwa keterbatasan pengetahuan, pengalaman, serta kesiapan teknologi masih menjadi tantangan besar dalam pemanfaatan AI secara optimal.

Temuan ini sangat penting. Hambatan terbesar bukanlah kemampuan teknologi, melainkan kurangnya pemahaman dan pengalaman praktisi. Ketika praktisi tidak memahami teknologi, mereka tidak dapat mengevaluasi solusi yang ada secara efektif, yang pada gilirannya menciptakan ketidakpercayaan. Ini adalah lingkaran setan di mana kurangnya pengetahuan menghambat adopsi, dan kurangnya adopsi memperlambat pengembangan solusi yang lebih matang. Laporan ini menunjukkan bahwa transformasi ini bukan hanya masalah teknis, tetapi juga masalah edukasi dan budaya organisasi.

 

Menatap Masa Depan: Revolusi di Cakrawala

Di luar aplikasi AI yang lebih "klasik," makalah ini juga mengulas teknologi-teknologi yang menunjukkan arah revolusi berikutnya dalam manajemen proyek. Sinergi antara teknologi-teknologi ini menjanjikan perubahan fundamental dalam cara proyek dikelola, dari sekadar alat bantu hingga sebuah ekosistem holistik yang cerdas.

  • Digital Twins (Kembaran Digital): Bayangkan sebuah proyek—entah itu bangunan pencakar langit atau sebuah kampanye pemasaran—memiliki replika virtual yang hidup di dunia maya. Inilah esensi dari Digital Twins. Teknologi ini menggabungkan data dari dunia fisik ke dalam model virtual untuk simulasi, analisis, dan prediksi. Manajer proyek dapat menguji skenario yang berbeda dalam model ini, memprediksi potensi masalah seperti risiko struktural atau konflik alokasi sumber daya, dan mengidentifikasi solusi sebelum masalah itu terjadi di dunia nyata. Ini seperti memiliki simulator video game yang sangat realistis untuk setiap proyek, yang memberikan wawasan tak ternilai.1
  • AIoT (AI + Internet of Things): Jika IoT (sensor, drone, pemindai) adalah "mata dan telinga" proyek yang mengumpulkan data real-time dari lokasi kerja, maka AI adalah "otaknya" yang menganalisis data tersebut. AIoT adalah perpaduan keduanya.1 Dengan ribuan sensor yang memantau kemajuan, kondisi peralatan, atau bahkan ekspresi wajah pekerja, AI dapat memberikan wawasan operasional yang instan dan dapat ditindaklanjuti. Ini memungkinkan manajer untuk mengendalikan lokasi kerja dari jarak jauh, mengoptimalkan kinerja proyek, dan memprediksi kondisi masa depan.1
  • Blockchain: Teknologi yang sering dikaitkan dengan mata uang kripto ini memiliki aplikasi yang sangat praktis dalam manajemen proyek. Blockchain dapat digambarkan sebagai buku besar digital yang tak bisa diubah, yang mencatat setiap transaksi atau modifikasi data secara permanen dan transparan.1 Ini sangat penting untuk membangun kepercayaan, mengurangi perselisihan terkait pembayaran, dan meningkatkan efisiensi. Makalah ini menggarisbawahi bagaimana
    blockchain dapat diintegrasikan dengan BIM (Building Information Modeling) untuk mengamankan dan berbagi data proyek di antara semua pemangku kepentingan, memastikan bahwa setiap orang memiliki akses ke satu sumber kebenaran yang tidak dapat dimanipulasi.1

Yang paling menarik, studi ini menunjukkan bagaimana teknologi-teknologi ini saling melengkapi. AIoT mengumpulkan data dari lokasi fisik, Digital Twins memvisualisasikan dan menganalisisnya dalam model virtual, dan Blockchain mengamankan dan mendistribusikan data tersebut dengan aman di antara semua pemangku kepentingan. Kombinasi ini mengatasi masalah manajemen proyek yang paling fundamental: kurangnya visibilitas, kolaborasi yang terfragmentasi, dan risiko kepercayaan.1 Ini bukan hanya evolusi, melainkan revolusi sejati yang akan mengantarkan kita ke era manajemen proyek yang sepenuhnya cerdas dan terintegrasi.

 

Kesimpulan: Jalan ke Depan untuk Dunia Manajemen Proyek

Studi yang diulas ini memberikan gambaran yang jelas dan seimbang tentang masa depan manajemen proyek. AI diantisipasi untuk menjadi pilar utama dalam mengkategorikan, mengukur, dan meramalkan potensi risiko, serta mengotomatiskan tugas-tugas rutin yang memakan waktu. Ini akan membebaskan manajer proyek dari beban administratif dan memungkinkan mereka untuk fokus pada tugas yang lebih rumit dan strategis, seperti negosiasi, manajemen konflik, dan kepemimpinan tim.

Meskipun AI memiliki kelemahan dan keterbatasan—terutama dalam menangani aspek-aspek yang sangat manusiawi—makalah ini menegaskan bahwa masa depan manajemen proyek bukanlah tentang penggantian, melainkan tentang kemitraan. Masa depan AI dalam manajemen proyek akan berevolusi dalam tiga fase utama: dari asisten chatbot (sejak 2016), ke manajemen proyek berbasis Machine Learning (yang dimulai sekarang), hingga manajemen proyek otonom yang dapat membuat keputusan sendiri dalam dekade mendatang.1 Namun, terlepas dari evolusi ini, nilai inti dari keterampilan manusia tetap tak tergantikan.

Jika diterapkan secara masif dan holistik, temuan dari studi ini bisa menjadi katalisator bagi revolusi industri. Dengan mengoptimalkan fase perencanaan, mengelola risiko secara proaktif, dan meningkatkan efisiensi operasional, implementasi AI bisa mengurangi biaya operasional proyek hingga puluhan persen dan mempercepat durasi penyelesaian secara signifikan dalam kurun waktu lima tahun. Ini mengantarkan era baru di mana proyek rampung lebih cepat, lebih murah, dan dengan risiko yang jauh lebih terprediksi, mengubah lanskap bisnis secara fundamental.

Sumber Artikel:

Sulartopo, S., Kholifah, S., Danang, D., & Santoso, J. T. (2023). Transformasi proyek melalui keajaiban kecerdasan buatan: mengeksplorasi potensi ai dalam project management. Jurnal Publikasi Ilmu Manajemen2(2), 363-392.