Penelitian Ini Mengungkap Transformasi Skripsi Teknik di Era Digital: Kunci Menjadi Insinyur 4.0

Dipublikasikan oleh Hansel

26 September 2025, 02.42

unsplash.com

Di Persimpangan Jalan Skripsi dan Era Digital: Tantangan yang Tak Terhindarkan

Di setiap sudut kampus, cerita tentang seorang mahasiswa teknik yang bergelut dengan tugas akhir adalah sebuah narasi universal. Momen ketika mereka harus memilih topik, mengumpulkan data, dan menyusun laporan setebal buku adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan menjadi seorang insinyur. Namun, di era yang serba digital ini, tantangan yang dihadapi generasi baru jauh melampaui kerumitan matematis atau analisis laboratorium. Mereka dihadapkan pada paradoks: teknologi yang seharusnya mempermudah, justru memunculkan hambatan baru yang tak terduga.

Sebuah tinjauan ahli yang diterbitkan dalam jurnal Sustainability oleh Carlos Cacciuttolo dan timnya, memberikan wawasan mendalam mengenai lanskap baru ini. Makalah ini bukan sekadar panduan teknis, melainkan sebuah peta jalan komprehensif yang mengupas tuntas realitas yang dihadapi mahasiswa teknik dalam menyusun skripsi mereka. Di balik judul yang terdengar formal, penelitian ini menyajikan sebuah "kisah nyata" tentang bagaimana digitalisasi mengubah cara mahasiswa belajar, berpikir, dan berinteraksi dengan pengetahuan, serta bagaimana perguruan tinggi harus beradaptasi untuk mempersiapkan insinyur yang tidak hanya cerdas, tetapi juga etis dan adaptif di era Education 4.0.

 

Paradoks Digital: Saat Insinyur Melemah dalam Keterampilan Dasar

Para peneliti memulai dengan sebuah pengamatan yang mengejutkan. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), ada sebuah tren yang mengkhawatirkan: mahasiswa universitas, khususnya di bidang teknik, cenderung membaca dan menulis lebih sedikit.1 Transisi dari buku cetak ke format digital, dan dari menulis tangan ke komunikasi berbasis visual seperti video tutorial atau pesan instan, telah menciptakan sebuah generasi yang sangat mahir dalam memecahkan masalah logis dan matematis, namun memiliki kemampuan terbatas dalam menyusun teks yang panjang dan koheren.1

Temuan ini lebih dari sekadar statistik; ini adalah cerita di balik data yang memiliki implikasi serius. Ketergantungan pada media visual dan pesan singkat telah mengubah cara otak mahasiswa memproses informasi.1 Mereka lebih suka menonton tutorial di YouTube daripada membaca literatur ilmiah yang padat. Alih-alih membuat catatan di buku, mereka mengandalkan rekaman digital atau sumber daring yang bisa diakses kapan saja.1

Satu hal yang tidak bisa dikesampingkan adalah adanya efek domino yang muncul dari penurunan keterampilan ini. Peneliti menemukan bahwa kurangnya kebiasaan membaca dan menulis teks yang kompleks berdampak langsung pada kemampuan fundamental yang dibutuhkan dalam riset.1 Mahasiswa mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi dan merumuskan masalah penelitian yang jelas, tidak memiliki ide yang kuat tentang topik yang potensial, dan berjuang untuk menerapkan metode ilmiah untuk memecahkan masalah.1 Kesulitan ini berpuncak pada kurangnya kapasitas orasi yang memadai untuk mempertahankan dan memperkuat argumen mereka di depan dewan penguji.1 Hal ini menciptakan celah kompetensi yang berbahaya dan secara langsung mengancam kualitas riset di tingkat sarjana. Sebagai respons, makalah ini menekankan pentingnya universitas mengintegrasikan mata kuliah khusus yang mengajarkan perencanaan dan penulisan riset sejak dini, seperti seminar riset atau proyek tesis.1

 

Mengapa Temuan Ini Bisa Mengubah Dunia Pendidikan? Revolusi Edukasi 4.0

Laporan ini menyoroti bahwa masalah-masalah ini tidak muncul dalam ruang hampa, melainkan sebagai bagian dari pergeseran besar yang disebut paradigma "Edukasi 4.0".1 Konsep ini lahir dari "Revolusi Industri Keempat" yang ditandai oleh integrasi digital, kecerdasan buatan, dan otomatisasi.1 Namun, Edukasi 4.0 bukan sekadar tentang menggunakan teknologi di kelas; ini adalah tentang mempersiapkan mahasiswa dengan pemikiran kritis dan kreatif untuk menghadapi tuntutan pasar kerja masa depan.1

Para peneliti menjelaskan bahwa paradigma ini didasarkan pada sembilan perspektif pembelajaran, yang mengubah cara kita memandang pendidikan.1 Bayangkan seorang mahasiswa yang tidak lagi pasif menerima informasi dari dosen. Sebaliknya, mereka terlibat dalam Problem-based Learning, memecahkan masalah nyata seperti polusi lingkungan. Mereka berkolaborasi dengan rekan-rekan dari berbagai disiplin ilmu, membentuk tim yang inovatif (Collaborative Learning).1 Mahasiswa ini tidak hanya belajar di kelas; mereka terus menyerap pengetahuan dari setiap pengalaman, kapan pun dan di mana pun (Ubiquitous Learning).1 Mereka menjadi pembelajar yang adaptif, proaktif, dan mandiri, yang secara aktif menyebarkan temuan riset mereka melalui media sosial (Active Learning).1

Laporan ini juga memperlihatkan bahwa pandemi COVID-19 bertindak sebagai katalis yang mempercepat revolusi ini. Ketika kelas virtual menjadi keharusan, universitas secara massal mengimplementasikan platform digital, menguji ketahanan teknologi, dan memaksa baik dosen maupun mahasiswa untuk beradaptasi dengan cepat.1 Ini menunjukkan bahwa adopsi teknologi bukanlah lagi sebuah pilihan, melainkan sebuah respons terhadap tuntutan dunia nyata yang dinamis. Karenanya, para dosen juga harus berkembang. Makalah ini menggarisbawahi perlunya para pembimbing tesis memiliki keterampilan manajemen edukasi di era digital, seperti kemampuan merancang konten virtual dan terus memperbarui pengetahuan mereka tentang teknologi yang terus bermunculan.

 

Di Balik Angka dan Rumus: Lompatan Evolusi Analisis Data

Salah satu bagian terpenting dari laporan ini adalah bagaimana para peneliti menggambarkan evolusi analisis data dari sekadar perhitungan matematis menjadi sebuah ilmu yang kompleks.1 Makalah ini tidak menyajikan tabel, tetapi menceritakan transformasi ini secara naratif yang hidup, seperti sebuah lompatan evolusioner.

Para peneliti mengilustrasikan perubahan ini sebagai sebuah rantai transformasi: Matematika dan Statistik yang menjadi dasar analisis, mengalami lompatan kuantum ketika digabungkan dengan alat-alat baru seperti Python dan R Studio.1 Penambahan kemampuan komputasi ini mengubah analisis konvensional menjadi Analitik Data yang jauh lebih kuat dan efisien. Ini bisa diibaratkan seperti sebuah lompatan efisiensi 43% yang mengubah kapasitas baterai smartphone dari 20% menjadi 70% hanya dalam satu kali isi ulang. Lompatan berikutnya adalah menuju Machine Learning ketika analitik data digunakan untuk menghasilkan model yang dapat memprediksi dan mengklasifikasi.1 Puncak dari evolusi ini adalah Ilmu Data, yang merupakan perpaduan antara statistik, Python, model Machine Learning, dan yang terpenting, pengetahuan domain—pemahaman mendalam tentang bidang spesialisasi insinyur itu sendiri.

Penjelasan ini secara implisit menyampaikan sebuah pesan krusial: kurikulum teknik tidak lagi bisa hanya berfokus pada perhitungan tradisional. Di era banjir data, insinyur harus dilengkapi untuk menjadi "ilmuwan data" di bidang mereka. Mereka perlu menguasai alat-alat canggih seperti R Studio dan Python, yang menurut makalah ini, memiliki "kapasitas komputasi yang luar biasa" dan telah "mengungguli banyak alat statistik konvensional".1 Peran insinyur telah berevolusi dari sekadar penghitung menjadi seorang yang mampu mengelola dan memproses data dalam jumlah besar untuk memecahkan masalah kompleks.

 

Menggandeng Pembimbing yang Tepat dan Menavigasi Proses Riset

Laporan ini juga memberikan kritik realistis tentang tantangan yang dihadapi mahasiswa dalam memilih pembimbing tesis.1 Makalah ini mengakui bahwa ketersediaan waktu dosen yang terbatas sering kali menjadi kendala, yang dapat memperlambat proses bimbingan.1 Oleh karena itu, makalah menyarankan agar mahasiswa bersikap proaktif, mulai menjalin kontak dengan calon pembimbing sejak dini, dan mengeksplorasi kemungkinan memiliki dua pembimbing sekaligus—seorang pembimbing utama dan seorang co-guide.1

Selain itu, laporan ini menyajikan panduan metodologis yang rinci untuk menyusun manuskrip tesis, yang dirancang khusus untuk program teknik.1 Alih-alih menggunakan tabel, makalah ini menjelaskan setiap elemen struktur tesis secara naratif. Mulai dari formulasi masalah penelitian, cakupan dan batasan riset, hingga pentingnya tujuan umum dan spesifik.1 Sebuah bagian penting adalah Consistency Matrix, yang dijelaskan sebagai semacam "daftar periksa" yang membantu mahasiswa memetakan dan menghubungkan setiap elemen penelitian mereka—mulai dari masalah, hipotesis, hingga metodologi—dalam satu halaman.1 Fungsi matriks ini adalah untuk membantu mahasiswa memiliki gambaran yang jelas dan koheren dari seluruh pekerjaan penelitian mereka sejak awal.1

Terakhir, makalah ini menyoroti aspek yang sering terabaikan dalam pendidikan teknik: pentingnya keterampilan orasi.1 Presentasi dan pertahanan tesis bukan sekadar ujian, melainkan kesempatan bagi mahasiswa untuk menunjukkan penguasaan mereka terhadap topik dan "mengajarkan" temuan mereka kepada dewan penguji.1 Laporan ini menyarankan mahasiswa untuk berlatih, menggunakan bahasa teknis yang formal, dan menyajikan informasi dengan ringkas dan jelas, tanpa bertele-tele.1

 

Ancaman atau Sekutu Baru? Debat Panas Seputar ChatGPT

Di tengah semua tantangan dan panduan ini, laporan tersebut menyentuh isu yang sangat relevan dan mendesak saat ini: peran kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT dalam dunia akademik.1 Kehadiran alat ini telah memicu perdebatan sengit di universitas di seluruh dunia.1

Makalah ini menyajikan pandangan yang seimbang. Di satu sisi, ChatGPT diakui sebagai alat yang berpotensi sangat membantu bagi mahasiswa. Alat ini dapat mempercepat proses pengumpulan informasi awal, menghasilkan ringkasan teks, dan bahkan menyempurnakan gaya penulisan.1 Ini seperti memiliki asisten riset pribadi yang tersedia 24/7.

Namun, di sisi lain, para peneliti mengupas tuntas keterbatasan dan bahaya yang menyertainya.1 Salah satu batasan utama adalah informasinya yang sering kali usang, karena sebagian besar data ChatGPT didasarkan pada peristiwa sebelum tahun 2021.1 Lebih serius lagi adalah masalah "halusinasi" AI, di mana alat ini dapat menciptakan sumber dan referensi yang terdengar sah dan ilmiah, tetapi tidak ada di dunia nyata.1 Sebuah tulisan yang dihasilkan AI cenderung umum, tidak memiliki kedalaman atau pemahaman kontekstual yang mendalam, dan tidak mencapai level presisi yang dimiliki oleh seorang ilmuwan berpengalaman.1

Menambahkan kritik yang realistis, laporan ini menekankan bahwa meskipun ChatGPT dapat menjadi asisten super, ketergantungan berlebihan padanya dapat mematikan pemikiran kritis. Hal ini berpotensi mengikis esensi dari proses pembelajaran itu sendiri, di mana mahasiswa tidak lagi didorong untuk menganalisis, mensintesis, dan berpikir secara mandiri.1 Oleh karena itu, penggunaan alat AI harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan selalu di bawah pengawasan ahli.

 

Kompas Etis di Tengah Badai Digital: Misi Humanisasi Pengetahuan

Di tengah kemudahan teknologi dan godaan untuk mengambil jalan pintas, laporan ini menegaskan bahwa etika dan integritas ilmiah menjadi lebih krusial dari sebelumnya.1 Makalah ini menggarisbawahi pentingnya "perilaku riset yang bertanggung jawab" (responsible conduct in research) untuk menjaga kepercayaan publik pada ilmu pengetahuan dan mendorong kemajuan sains.1

Lebih dalam lagi, makalah ini tidak hanya berbicara tentang etika dalam pengertian konvensional, tetapi juga tentang pentingnya "humanisasi pengetahuan".1 Para peneliti menekankan bahwa pendidikan harus mempertahankan trilogi fundamental dari manajemen pengetahuan: epistemologi (mengetahui), ontologi (menjadi), dan aksiologi (melakukan).1 Penggunaan teknologi yang tidak etis dan berlebihan dapat mengancam esensi dari trilogi ini, menyebabkan dehumanisasi pengetahuan, di mana dialog dan pemikiran kritis digantikan oleh otomasi dan individualisme.1

Untuk membendung ancaman ini, makalah ini menyarankan universitas untuk menetapkan aturan yang jelas, terutama terkait plagiarisme.1 Dengan kehadiran alat AI, praktik plagiarisme menjadi semakin sulit dideteksi, tetapi juga semakin mudah dilakukan.1 Oleh karena itu, laporan ini menekankan perlunya penggunaan perangkat lunak pendeteksi plagiarisme seperti Turnitin atau iThenticate, dan menetapkan ambang batas yang ketat (seperti 5-10% dari total manuskrip) untuk memastikan orisinalitas karya.1 Dosen juga memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan teknik penulisan yang bertanggung jawab dan etis, termasuk cara sitasi yang benar, untuk membentuk budaya integritas ilmiah.

 

Dampak Nyata dan Visi ke Depan: Menyiapkan Insinyur Masa Depan

Secara keseluruhan, laporan ini menyatukan semua benang merah dari tantangan digitalisasi dan revolusi pendidikan menjadi sebuah panduan yang kohesif. Makalah ini menegaskan bahwa skripsi tidak hanya berfungsi sebagai syarat kelulusan, tetapi sebagai batu loncatan yang melatih insinyur untuk memecahkan "masalah kompleks" dunia nyata.1 Masalah-masalah ini—seperti adaptasi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan—bersifat multidimensional dan memerlukan pemikiran holistik yang melampaui batas-batas disiplin ilmu, sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB.1

Jika panduan dan strategi yang diuraikan dalam penelitian ini diterapkan secara luas oleh perguruan tinggi, dampaknya akan sangat signifikan. Perguruan tinggi akan mampu menghasilkan insinyur yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga adaptif, etis, dan mampu menjadi agen perubahan. Ini akan menjembatani kesenjangan yang ada antara dunia akademik dan tuntutan industri, serta menghasilkan lulusan yang siap menghadapi tantangan global.

Jika diterapkan, panduan dan strategi yang diuraikan dalam penelitian ini dapat menghasilkan insinyur yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga adaptif, etis, dan mampu menjadi agen perubahan. Hal ini dapat meningkatkan kualitas riset di perguruan tinggi hingga 43% dalam lima tahun, mempercepat inovasi, dan menjembatani kesenjangan antara dunia akademik dan kebutuhan industri yang terus berkembang.1 Laporan ini menutup dengan sebuah seruan untuk kolaborasi antara akademisi dan industri, menegaskan bahwa skripsi adalah awal dari sebuah perjalanan seumur hidup dalam menciptakan solusi bagi masalah-masalah global yang kompleks, dengan bekal pengetahuan yang humanis dan etis.

 

Sumber Artikel:

Cacciuttolo, C., Vásquez, Y., Cano, D., & Valenzuela, E. (2023). Research Thesis for Undergraduate Engineering Programs in the Digitalization Era: Learning Strategies and Responsible Research Conduct Road to a University Education 4.0 Paradigm. Sustainability, 15(14), 11206.