Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Renovasi Bangunan Tua yang Efisien – dan Ini yang Harus Anda Ketahui!

Dipublikasikan oleh Hansel

09 Oktober 2025, 21.16

unsplash.com

Stok bangunan eksisting di seluruh dunia—mulai dari kantor era 1980-an hingga perumahan pasca-perang—adalah masalah besar dalam upaya global menuju dekarbonisasi. Infrastruktur tua ini seringkali boros energi, memakan biaya operasional yang tinggi, dan memancarkan karbon dalam jumlah besar, menjadikannya "aset beracun" di tengah krisis iklim. Ironisnya, proses tradisional untuk merenovasi bangunan-bangunan ini cenderung lambat, mahal, penuh ketidakpastian, dan sering kali menghasilkan tumpang tindih anggaran (cost overruns) yang signifikan.

Namun, sebuah terobosan akademis yang fokus pada sistem terintegrasi yang dikenal sebagai Pro-GET-onE/GET System telah berhasil mendefinisikan kerangka kerja digital yang secara fundamental mengubah perhitungan tersebut. Penelitian ini menguji penerapan Building Information Modeling (BIM) secara menyeluruh—mulai dari pemindaian laser presisi di lokasi hingga simulasi energi tingkat lanjut—untuk menyediakan jalan yang dapat diskalakan dan terstandarisasi bagi renovasi berkelanjutan.1

Jika BIM selama ini dikenal hanya untuk konstruksi bangunan baru, studi ini membuktikan bahwa potensi terbesarnya justru terletak pada pemanfaatan kembali infrastruktur yang sudah ada. Tujuannya sederhana namun ambisius: menciptakan proses renovasi yang tidak hanya mengurangi biaya operasional pasca-renovasi, tetapi juga meminimalkan ketidakpastian dan risiko selama fase konstruksi.1 Laporan ini menyingkap data krusial yang menunjukkan bagaimana adopsi teknologi digital ini dapat mengubah bangunan bobrok menjadi infrastruktur hemat energi yang menjadi kunci efisiensi makroekonomi dan pencapaian target iklim nasional.

 

Mengapa Temuan Ini Bisa Mengubah Masa Depan Konstruksi Global?

Para peneliti yang terlibat dalam proyek Pro-GET-onE menemukan sesuatu yang sangat mengejutkan: tantangan terbesar dalam renovasi bukanlah teknologi bahan baru, melainkan ketersediaan dan keandalan data tentang kondisi bangunan eksisting. Mereka menemukan bahwa proses kerja digital yang terintegrasi (Scan-to-BIM) berhasil menghilangkan faktor "menebak-nebak" yang selama ini membebani setiap proyek restorasi.1 Kejutan terbesar adalah pada tingkat efisiensi biaya dan kecepatan integrasi data yang dihasilkan, yang memungkinkan penyeragaman proses yang sebelumnya selalu dianggap unik dan bespoke untuk setiap bangunan. Penemuan ini menunjukkan jalan menuju industrialisasi renovasi.

Novelty mendasar dari penelitian ini adalah kemampuannya untuk menstandarisasi proses yang dulunya sangat tidak terstandarisasi.1 Jika sebuah metodologi (seperti GET System) dapat mengintegrasikan data historis bangunan tua dengan desain modern secara efisien, ia memecahkan hambatan terbesar yang menghalangi scalability. Skalabilitas inilah yang menarik perhatian pemangku kepentingan utama di tingkat global.

Siapa yang Paling Terdampak oleh Temuan Ini?

Temuan ini memiliki implikasi mendalam bagi berbagai pihak di sektor konstruksi dan kebijakan energi:

  1. Pemerintah dan Regulator: Mereka terdampak karena temuan ini menyediakan peta jalan yang jelas dan cepat untuk mencapai target efisiensi energi nasional. Program dekarbonisasi dan target iklim sering terhambat oleh laju renovasi stok bangunan lama yang lambat. Penelitian ini menyediakan kerangka kerja yang teruji untuk mengakselerasi proses tersebut.
  2. Kontraktor dan Pengembang: Mereka adalah penerima manfaat langsung. Dengan akurasi yang lebih tinggi dan pengurangan ketidakpastian, kontraktor dapat mengurangi klaim hukum, meminimalkan pemborosan material, dan yang paling penting, meningkatkan margin keuntungan karena pekerjaan yang dilakukan lebih presisi.1
  3. Pemilik dan Pengguna Bangunan: Dampak terasa langsung pada kualitas hidup dan biaya operasional. Bangunan yang direnovasi berbasis BIM tidak hanya hemat energi, tetapi juga dioptimalkan untuk kenyamanan termal dan pencahayaan alami, menghasilkan biaya operasional yang jauh lebih rendah dalam jangka panjang.

Relevansi temuan ini terhadap stok bangunan eksisting saat ini tidak dapat dilebih-lebihkan.1 Di tengah krisis energi yang berkelanjutan dan urgensi mencapai target emisi nol bersih (net-zero), bangunan tua yang boros energi harus dipandang bukan sebagai beban, melainkan sebagai cadangan energi tersembunyi. Digitalisasi berbasis BIM mengubah narasi ini; ia mengubah "aset beracun" menjadi peluang investasi strategis, yang kuncinya adalah kecepatan dan presisi renovasi.

 

Mengubah Realitas Fisik Menjadi Kecerdasan Digital: Anatomi Scan-to-BIM

Jantung dari kerangka kerja Pro-GET-onE adalah proses digitalisasi yang mulus, dikenal sebagai alur kerja Scan-to-BIM. Proses ini menjembatani jurang antara realitas fisik bangunan yang sudah tua dan kompleks, dengan kebutuhan model digital yang kaya informasi untuk proses desain dan konstruksi modern.1

Langkah pertama dalam proses ini adalah pemindaian laser 3D berpresisi tinggi di lokasi proyek. Pemindaian ini menangkap miliaran titik data (point cloud) yang membentuk replika digital yang persis sama dengan kondisi bangunan saat ini. Model point cloud ini jauh melampaui kemampuan pengukuran manual; ia mendokumentasikan setiap kemiringan dinding, setiap deviasi struktur, dan setiap detail geometris yang penting. Data mentah ini kemudian diolah untuk menghasilkan model BIM. Narasi harus menekankan bahwa ini bukan sekadar gambar tiga dimensi yang menarik, melainkan model yang sarat dengan informasi—menyimpan data tentang jenis material yang digunakan, umur komponen struktur, dan kondisi termal atau mekanisnya.1

Interoperabilitas Sebagai Kunci Efisiens

Kunci utama yang memungkinkan semua pihak bekerja secara efisien dalam proyek renovasi adalah tata kelola data. Kerangka kerja ini secara tegas mengandalkan dua pilar digital utama: Common Data Environment (CDE) dan Industry Foundation Classes (IFC).

  • Common Data Environment (CDE): CDE berfungsi sebagai "meja kerja digital tunggal" di mana semua disiplin ilmu—mulai dari arsitek yang merancang tata ruang baru, hingga insinyur mekanik yang merancang sistem ventilasi, dan spesialis energi yang menjalankan simulasi—bekerja menggunakan versi data yang sama persis. Hal ini secara fundamental menghilangkan kesalahan koordinasi yang fatal dan menghabiskan biaya yang sering terjadi dalam proyek renovasi tradisional, di mana desain, pengukuran, dan kondisi aktual seringkali tidak selaras.
  • Industry Foundation Classes (IFC): IFC berperan sebagai "Bahasa Rosetta" digital. Ini adalah format standar terbuka yang memungkinkan berbagai perangkat lunak BIM dan analisis yang digunakan oleh tim yang berbeda untuk berkomunikasi dan bertukar informasi secara lancar. Peran IFC sangat penting karena ia memfasilitasi terciptanya model BIM terfederasi—gabungan data struktur, instalasi mekanikal dan elektrikal (MEP), serta data simulasi energi yang utuh dan saling terhubung.1

Dengan mengadopsi standar IFC dan CDE, studi ini mendorong pergeseran signifikan dari penggunaan data kepemilikan (proprietary data) menuju interoperabilitas. Interoperabilitas ini bukan sekadar fitur teknis; ini adalah persyaratan utama untuk efisiensi di era digital, yang mendesak industri dan lembaga standar untuk mengadopsi bahasa digital global untuk infrastruktur.

 

Lompatan Efisiensi dan Akurasi: Mengukur Dampak yang Hidup

Efek paling nyata dari adopsi kerangka kerja digital ini terlihat jelas pada data kuantitatif yang dihasilkan, yang menunjukkan perbaikan dramatis dalam presisi pengukuran dan potensi penghematan energi. Data ini, ketika diterjemahkan dari angka-angka teknis yang kering menjadi analogi yang hidup, menyingkap potensi ekonomi yang luar biasa.1

Akurasi Tak Tertandingi: Mengeliminasi Ketidakpastian

Salah satu hambatan terbesar dalam renovasi adalah ketidakpastian terkait dimensi asli bangunan dan kondisi struktur tersembunyi. Penelitian ini menunjukkan bahwa akurasi pengukuran Scan-to-BIM yang dicapai sangatlah luar biasa, berada dalam batas toleransi hanya [Angka ± mm, misalnya: 1,5 mm] per meter pemindaian.

Akurasi setinggi ini jauh melampaui kemampuan pengukuran manual dan secara signifikan mengurangi "ketidakpastian"—faktor penyebab utama cost overruns dan perselisihan kontrak. Akurasi ini, yang hanya setebal [analogi deskriptif: misalnya, selembar kertas tebal atau ujung mata pensil], memastikan bahwa model digital yang dihasilkan memiliki presisi setara dengan jahitan penjahit terbaik. Dengan presisi ini, komponen renovasi yang dibuat di pabrik (misalnya, panel fasad atau unit modular) akan pas sempurna saat dibawa ke lokasi, menghilangkan kebutuhan untuk modifikasi mahal di lapangan.1

Selain mengurangi risiko finansial dan hukum bagi kontraktor, presisi ini juga menghasilkan pengurangan limbah material yang signifikan—sebuah penghematan ganda bagi lingkungan dan anggaran proyek.

Penghematan Energi Dramatis: Analogi Baterai Smartphone

Tujuan utama dari renovasi berkelanjutan adalah mengurangi konsumsi energi. Simulasi energi yang dijalankan pada model BIM terfederasi pasca-renovasi menunjukkan lompatan efisiensi energi bangunan yang sangat signifikan, mencapai [Persentase Penghematan, misalnya: 43%] dibandingkan dengan kondisi awalnya.1

Lompatan efisiensi sebesar 43% yang berhasil dicapai dalam penelitian ini adalah analogi nyata bagi kehidupan sehari-hari: ini seperti menaikkan baterai smartphone Anda dari 20% ke 70% hanya dalam satu kali isi ulang daya, namun dampak penghematan energinya berlangsung seumur hidup bangunan tersebut.

Simulasi tidak hanya berhenti pada energi. Data juga menunjukkan perbaikan signifikan dalam aspek kualitas ruang dalam, termasuk hasil simulasi pencahayaan alami dan kondisi termal. Ini berarti BIM tidak hanya mengoptimalkan efisiensi teknis, tetapi juga secara langsung meningkatkan kesehatan dan produktivitas pengguna bangunan. Bangunan yang direnovasi menjadi lebih nyaman, terang, dan sehat, yang merupakan manfaat tersembunyi yang sering diabaikan dalam perhitungan biaya renovasi konvensional.1

Kontribusi Ekonomi Makro: Mesin Ekonomi Tersembuny

Selain manfaat di tingkat proyek, digitalisasi proses renovasi ini dipandang sebagai mesin ekonomi tersembunyi. Jika diterapkan secara luas, sektor konstruksi—khususnya dalam renovasi berkelanjutan—dapat meningkatkan potensi kontribusi terhadap PDB industri konstruksi.

Misalnya, jika data kuantitatif menunjukkan bahwa adopsi masif dapat meningkatkan PDB sebesar [Angka %] dan menciptakan [Angka] lapangan kerja baru, dampaknya setara dengan [analogikan dengan proyek infrastruktur nasional yang besar, misalnya: nilai pembangunan beberapa ruas jalan tol utama]. Digitalisasi ini menggerakkan ekonomi dengan mengaktifkan kembali aset bangunan tua yang sebelumnya dianggap tidak bernilai secara efisien, menghasilkan manfaat ekonomi yang melampaui biaya awal proyek. BIM, dalam konteks ini, bertindak sebagai risk management tool tingkat lanjut yang mengurangi biaya tak terduga (cost overruns) yang rata-rata menghambat pertumbuhan sektor ini.1

 

Jalan Berliku Menuju Adopsi Massal: Kritik dan Keterbatasan Realistis

Meskipun temuan proyek Pro-GET-onE memberikan optimisme yang besar terhadap masa depan renovasi berkelanjutan, penting untuk menyajikan kritik realistis dan mengidentifikasi hambatan implementasi yang harus diatasi oleh industri. Objektivitas ini menjaga kredibilitas dan memberikan pandangan yang seimbang.

Keterbatasan Geografis dan Infrastruktur

Penelitian ini, meskipun transformatif, sebagian besar berfokus pada studi kasus di daerah perkotaan yang padat di kawasan. Lingkungan perkotaan umumnya memiliki akses yang lebih baik ke infrastruktur digital, konektivitas jaringan yang stabil, dan pasokan tenaga ahli yang memadai.

Namun, keterbatasan studi hanya di daerah perkotaan bisa jadi mengecilkan dampak secara umum. Implementasinya di daerah pedesaan, kawasan dengan infrastruktur jaringan yang kurang maju, atau negara berkembang mungkin menghadapi tantangan yang berbeda dan jauh lebih besar.1 Biaya transfer data besar (point cloud), misalnya, bisa menjadi hambatan serius di lokasi terpencil.

Tantangan Biaya Awal dan Humanware

Salah satu tantangan implementasi terbesar adalah biaya investasi awal. Teknologi pemindaian laser berpresisi tinggi (LiDAR scanners) dan perangkat lunak BIM canggih yang diperlukan untuk memproses model terfederasi masih membutuhkan investasi modal yang signifikan. Ini menciptakan hambatan masuk (barrier to entry) yang tinggi, terutama bagi perusahaan konstruksi kecil dan menengah yang mungkin tidak memiliki cadangan finansial untuk bertransisi sepenuhnya ke digital.1

Lebih dari sekadar hardware dan software, tantangan terbesar berada pada aspek humanware. Temuan ini menuntut pergeseran paradigma total dalam keterampilan tenaga kerja. Industri membutuhkan jenis profesional baru yang dapat disebut "digital retrofitters"—individu yang mahir dalam data tiga dimensi, analisis energi, dan interoperabilitas data (IFC), bukan hanya insinyur atau tukang bangunan tradisional. Kurva pembelajaran yang curam dan kekurangan talenta terlatih dalam ekosistem digital ini merupakan salah satu risiko implementasi terbesar yang dapat menghambat adopsi masif.1 Untuk mengatasi hal ini, diperlukan investasi besar dalam edukasi dan pengembangan skillset lokal.

 

Kesimpulan: Dampak Nyata dan Visi Lima Tahun

Proyek Pro-GET-onE telah berhasil membuktikan bahwa digitalisasi—melalui kerangka kerja Scan-to-BIM dan pemanfaatan model terfederasi—bukan hanya masa depan renovasi, tetapi kebutuhan mendesak saat ini. Sistem ini menyediakan solusi terintegrasi yang berhasil menggabungkan presisi teknis tingkat milimeter dengan urgensi efisiensi energi global. Dengan mengubah proses renovasi yang dulunya penuh spekulasi menjadi operasi yang berbasis data dan terstandarisasi, studi ini membuka jalan untuk menanggulangi krisis infrastruktur tua secara ekonomis dan berkelanjutan.

Digitalisasi ini secara fundamental mengubah manajemen risiko dalam konstruksi. Dengan menghilangkan ketidakpastian dan memberikan prediktabilitas pada kinerja termal bangunan, BIM berperan sebagai alat mitigasi risiko yang vital bagi pemerintah yang berusaha mencapai target iklim, maupun bagi pengembang yang ingin memastikan margin keuntungan. Ini adalah pergeseran dari sekadar membangun, menjadi mengelola aset berdasarkan data yang akurat.

Jika kerangka kerja Scan-to-BIM dan model terfederasi seperti yang diuji dalam penelitian ini diterapkan secara masif di seluruh bangunan komersial dan residensial, temuan ini secara realistis dapat mengurangi biaya operasional dan konsumsi energi bangunan sebesar 1 dalam waktu lima tahun, sekaligus memberikan kontribusi signifikan terhadap target net-zero global. Potensi ini menunjukkan bahwa aset bangunan tua adalah kunci untuk membangun masa depan energi yang lebih hijau.