I. Prolog: Dilema Kota Perbatasan yang Terkunci Geografis
Kota Bengkayang, yang kini menyandang status sebagai ibu kota kabupaten di Kalimantan Barat, berada di persimpangan sejarah dan geografi. Kota ini memiliki mandat strategis yang ambisius: bertransformasi dari pusat kecamatan yang sederhana menjadi Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp).1 Status ini bukan sekadar gelar administratif, melainkan penegasan peran regionalnya sebagai simpul penting dalam konstelasi Segitiga Emas Singbebas—menghubungkan Singkawang, Bengkayang, dan Sambas—serta sebagai gerbang logistik vital menuju kawasan perbatasan negara.1
Namun, visi besar untuk menjadi pusat regional ini terbentur pada realitas fisik yang keras. Pusat kota Bengkayang saat ini, yang berlokasi di Kelurahan Bumi Emas, secara inheren tercekik oleh kondisi geografisnya. Lahan di wilayah ini terbatas dan topografinya dikelilingi perbukitan serta jurang. Tingkat kontur dan kelerengan yang tidak merata membuat upaya pengembangan kota menjadi sulit, menghambat ekspansi infrastruktur yang dibutuhkan oleh sebuah PKWp.1
Tantangan alamiah lain yang mengejutkan peneliti adalah kerentanan kota terhadap bencana. Kota Bengkayang dilewati oleh Sungai Sebalo, yang secara rutin membanjiri kawasan rendah saat musim hujan.1 Kondisi ini menempatkan bencana banjir sebagai pertimbangan utama yang tidak dapat diabaikan dalam perencanaan tata ruang. Realitas geografis yang penuh risiko ini mendesak pemerintah untuk mencari solusi intervensi tata ruang yang radikal.
Konsep ‘Kawasan Kota Tumbuh Baru’ pun muncul sebagai jawaban. Ini bukan hanya rencana ekspansi biasa, tetapi sebuah keputusan strategis untuk merelokasi atau mendesentralisasi gravitasi kota. Tujuan utamanya adalah mewujudkan pemanfaatan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkembang, menjauhi hambatan geografis dan risiko bencana yang mengunci pusat kota lama.1 Keberhasilan rencana ini sangat bergantung pada keberanian politik untuk menggeser fokus pembangunan dari pusat lama yang rentan ke blok-blok baru yang teruji kelayakan lahannya dan menjamin mitigasi risiko di masa depan.
II. Analisis Kritis Penentu Prioritas: Mengapa Mandat Kebijakan Lebih Penting daripada Uang
Untuk memastikan konsep pengembangan kawasan tumbuh ini berjalan secara optimal dan terstruktur, para ahli dari berbagai disiplin (perencana, pejabat, tokoh masyarakat) menggunakan metode ilmiah Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP berfungsi sebagai alat pengambilan keputusan multi-kriteria untuk mengolah input dari keadaan fisik (topografi, kondisi alam), sosial budaya (demografi), dan ekonomi (pusat kegiatan komersial).1
Melalui analisis AHP, bobot kepentingan relatif dari setiap kriteria penentu prioritas pengembangan kawasan diukur secara kuantitatif. Hasilnya mengungkapkan hierarki nilai yang menarik perhatian, menunjukkan bahwa Bengkayang mengutamakan legalitas rencana induk di atas dinamika pasar saat ini.
Struktur Keputusan Empat Pilar
Prioritas pembangunan disaring melalui empat pilar penilaian utama, dengan distribusi bobot sebagai berikut:
- Kriteria paling dominan adalah Peran RTRW/RDTR dan Fungsi Wilayah dengan bobot 0.4413.
- Diikuti oleh Kependudukan dengan bobot 0.3020.
- Kemudian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan dengan bobot 0.1699.
- Dan terakhir, faktor Perekonomian dengan bobot 0.0868.1
Peran tata ruang (RTRW/RDTR) dan fungsi kawasan memiliki bobot penentu sebesar 44,13%, hampir separuh dari total keputusan. Keterangan ini menjelaskan bahwa komitmen tertinggi para pemangku kepentingan di Bengkayang adalah kepatuhan terhadap legalitas rencana induk yang telah ditetapkan dan penegasan fungsi wilayah yang diamanatkan, seperti PKWp dan Singbebas.1 Angka bobot ini lebih dari empat kali lipat lebih berat daripada faktor Perekonomian, yang hanya menyumbang 8,68% dari keputusan keseluruhan.
Kediktatoran Rencana Induk
Dominasi mutlak kriteria Peran RTRW/RDTR menunjukkan bahwa strategi pengembangan ini bersifat proaktif—yaitu, membangun infrastruktur dan legitimasi regional terlebih dahulu sebelum menunggu pertumbuhan ekonomi terjadi secara organik. Ini adalah strategi "menciptakan pasar, bukan sekadar merespons pasar yang sudah ada."
Fokus utama di dalam kriteria tata ruang (44,13%) berada pada sub-kriteria Fungsi yang memiliki bobot global sebesar 0.2978.1 Data ini menegaskan bahwa apa yang akan dilakukan di Bengkayang—fungsinya sebagai pusat perdagangan lokal, jasa keuangan, simpul transportasi, dan jasa pemerintahan—adalah jauh lebih penting daripada dinamika ekonomi saat ini. Ini menunjukkan bahwa fondasi pembangunan harus diletakkan pada mandat kebijakan yang kuat.
III. Persaingan Dua Kutub Pertumbuhan: Logistik Institusi vs. Human Capital
Setelah menetapkan kerangka kriteria penilaian, analisis AHP diarahkan untuk menentukan prioritas blok wilayah mana yang harus segera dikembangkan. Hasilnya mengidentifikasi dua blok yang sangat krusial, menunjukkan urgensi ganda bagi kota ini: pembangunan institusi dan pembangunan sumber daya manusia. Kedua blok ini terletak di Kelurahan Sebalo, menandai pergeseran fokus pembangunan dari pusat kota lama di Bumi Emas.
Blok E Memimpin dengan Selisih Tipis
Hasil perhitungan AHP menetapkan urutan prioritas kegiatan pengembangan kawasan tumbuh, di mana Blok E dan Blok D menduduki posisi teratas:
- Blok E meraih prioritas pertama dengan nilai bobot akhir 0.251840.
- Blok D menyusul ketat di urutan kedua dengan nilai 0.245553.1
Perbedaan bobot antara keduanya hanya 0.006287 poin. Kesenjangan ini setara dengan perlombaan tata ruang yang sangat ketat, di mana Blok E memenangkan garis finis hanya dengan selisih ujung ban. Kemenangan tipis Blok E ini bersifat simbolis, menegaskan bahwa penataan institusional dan legitimasi status PKWp adalah langkah awal yang sedikit lebih diutamakan.
Fungsi Strategis Blok Prioritas
Kedua blok prioritas ini memiliki fungsi yang saling melengkapi dan dirancang untuk mendorong pertumbuhan regional secara berkelanjutan.
Blok E: Pusat Legitimasi Regional
Blok E, yang terletak di Kelurahan Sebalo bagian utara, diarahkan sebagai Pusat Kawasan Pemerintahan, Olahraga, dan MICE (Meeting-Incentive-Conference-Exhibition).1 Pengembangan di blok ini berfokus pada:
- Pembangunan pusat pemerintahan dan sarana olahraga (Sport Centre).
- Pengembangan fasilitas pendukung MICE dan akomodasi perhotelan.1
Pengembangan ini bertujuan untuk menciptakan infrastruktur Hard Space yang menarik kegiatan pertemuan regional dan memperkuat fungsi Bengkayang sebagai simpul transportasi dan jasa pemerintahan. Dengan memprioritaskan Blok E, pemerintah daerah mengambil langkah logis untuk mendirikan struktur kelembagaan yang kuat, yang pada akhirnya akan menarik investasi dan pegawai, menjadi basis pasar untuk pengembangan selanjutnya.
Blok D: Investasi Jangka Panjang dalam Human Capital
Blok D, yang berada di Kelurahan Sebalo bagian selatan, diarahkan sebagai Pusat Pendidikan Tinggi.1 Blok ini didedikasikan untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) regional, mencakup:
- Pengembangan Perguruan Tinggi dan Akademi.
- Fokus khusus pada bidang perdagangan dan jasa, industri, pariwisata, dan pertanian.1
Investasi di Blok D ini secara langsung menunjang fungsi ekonomi wilayah Singbebas dan mendorong perekonomian wilayah belakang (hinterland). Jika Blok E memberikan legitimasi dan logistik instan, Blok D memberikan fondasi bagi pertumbuhan yang berkelanjutan melalui peningkatan kualitas SDM lokal.
Prioritas Penyangga untuk Keterpaduan
Selain Blok E dan Blok D yang menjadi kutub pertumbuhan utama, terdapat blok-blok lain yang berperan sebagai penyangga dan pendukung:
- Blok A, dengan bobot 0.184337, menempati urutan ketiga.
- Blok B, dengan bobot 0.151937, menempati urutan keempat.
- Blok C, dengan bobot terendah 0.082733, berada di urutan kelima.1
Blok-blok ini diarahkan untuk pengembangan permukiman dengan kepadatan sedang dan kawasan perdagangan dan jasa skala lokal. Struktur prioritas ini menunjukkan strategi pembangunan bertahap: pertama, fokus pada institusi dan infrastruktur regional (E), diikuti oleh pengembangan pendidikan (D), dan diselesaikan dengan pembangunan permukiman pendukung (A, B, C).
IV. Membangun Kota yang Terkoneksi dan Berkelanjutan
Konsep kota tumbuh di Bengkayang tidak akan berhasil tanpa pembenahan total pada jaringan infrastruktur yang ada, terutama di sektor transportasi. Permasalahan utama yang dihadapi saat ini adalah koridor Jalan Bengkayang - Sanggau Ledo yang merupakan satu-satunya akses.1 Kondisi ini menyebabkan potensi kemacetan parah di masa depan seiring bertambahnya populasi dan kegiatan ekonomi.
Menciptakan Akses Terintegrasi Melalui Jalan Lingkar
Untuk menyelesaikan masalah ini, konsep pengembangan mengusulkan pembangunan jalan lingkar yang terintegrasi dan terkoneksi.1 Pengembangan sistem dan simpul transportasi ini dirancang untuk:
- Menghubungkan pergerakan orang dan barang secara efisien.
- Menghubungkan sub-kawasan permukiman, perdagangan, dan pemerintahan.
- Mengintegrasikan kawasan Kota Tumbuh Baru dengan Kawasan Perbatasan Negara (PKSN) dan Segitiga Emas Singbebas.1
Pembangunan jalan lingkar ini bukan sekadar solusi kemacetan, melainkan kunci untuk memperkuat fungsi Bengkayang sebagai pusat distribusi barang, gudang logistik, dan jasa keuangan di perbatasan, yang merupakan fungsi turunan utama dari peran Bengkayang sebagai pusat perdagangan lokal.1
Komitmen Lingkungan dan Mitigasi Bencana
Mengingat Bengkayang rentan terhadap bencana banjir dan memiliki topografi yang sulit, aspek lingkungan diletakkan sebagai fondasi perencanaan. Analisis AHP menggarisbawahi pentingnya Daya Dukung Lahan (bobot lokal 0.1113) dibandingkan Daya Tampung (bobot lokal 0.0247).1 Keamanan dan kelayakan teknis lingkungan diutamakan di atas jumlah populasi yang bisa ditampung, memastikan bahwa Kawasan Tumbuh Baru akan dibangun di lokasi yang paling stabil secara geologis.
Secara eksplisit, arahan pengembangan fungsi kawasan di perkotaan Bengkayang harus memiliki Fungsi Lindung dan Fungsi Budidaya.1
Komitmen terhadap keseimbangan ekologis diwujudkan melalui mandat Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ambisius. Konsep Pengembangan Kawasan RTH yang Layak dan bermanfaat untuk Publik diusulkan mencapai sekitar 40% dari kawasan.1 Angka 40% ini, yang secara signifikan lebih tinggi dari standar RTH minimum nasional, mencerminkan kesadaran kritis terhadap pentingnya menjaga keseimbangan ekologis. Rasio ini setara dengan mengalokasikan hampir setengah dari area pengembangan baru sebagai paru-paru kota, menjadikannya alat mitigasi bencana yang vital di tengah ancaman banjir dan menjamin terwujudnya tujuan kota yang 'Aman, Nyaman, dan Berkelanjutan'.1
V. Kritik Realistis dan Proyeksi Dampak Nyata
Meskipun konsep pengembangan kawasan tumbuh ini memberikan peta jalan yang jelas dan terstruktur, terdapat tantangan realistis serta keterbatasan studi yang perlu dipertimbangkan dalam implementasinya.
Tantangan di Lapangan: Keterbatasan Lingkup dan Pendanaan
Kritik realistis terhadap studi ini adalah fokusnya yang sangat detail pada pengembangan pusat perkotaan (Blok E dan D di Kelurahan Sebalo). Walaupun pemindahan gravitasi kota adalah langkah krusial untuk legitimasi PKWp, keterbatasan studi di daerah perkotaan ini berpotensi mengecilkan dampak dan perhatian yang dibutuhkan oleh wilayah belakang (hinterland).1 Padahal, wilayah belakang inilah yang merupakan pendorong utama ekonomi Bengkayang, khususnya dalam sektor pertanian dan perkebunan.1 Pengembangan di wilayah belakang, seperti Pusat Pemasaran Hasil Pertanian, memerlukan sinkronisasi yang sama intensifnya dengan pembangunan infrastruktur MICE di Blok E.
Tantangan implementasi terbesar yang harus diantisipasi adalah pendanaan dan sinkronisasi lintas sektor. Jalan arteri primer yang menghubungkan Bengkayang ke perbatasan adalah tanggung jawab pemerintah pusat (APBN), sementara jalan kolektor primer (K1) yang menghubungkan ke kabupaten lain merupakan tanggung jawab provinsi.1 Konsep pengembangan ini menuntut koordinasi finansial yang mulus antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten untuk mewujudkan jalan lingkar dan infrastruktur utama lainnya dalam waktu singkat.
Siapa yang Diuntungkan: Cerita di Balik Data
Keberhasilan implementasi konsep Kawasan Tumbuh Baru akan memberikan dampak nyata pada berbagai lapisan masyarakat dan ekonomi regional:
- Pemerintah dan Bisnis: Mereka akan memperoleh lokasi yang aman, nyaman, dan berkapasitas tinggi di Blok E untuk kegiatan administrasi dan MICE. Hal ini akan mendorong pertumbuhan perdagangan dan jasa skala regional yang pada akhirnya meningkatkan vitalitas ekonomi kawasan.1
- Pelajar dan Generasi Muda: Generasi muda akan terdampak langsung dengan adanya akses ke pusat pendidikan tinggi di Blok D. Pengembangan ini mengurangi biaya dan kebutuhan untuk migrasi ke luar wilayah demi melanjutkan pendidikan, sekaligus menciptakan SDM yang relevan dengan kebutuhan regional.1
- Petani Lokal: Komunitas petani dan masyarakat wilayah belakang akan mendapat manfaat dari jalur logistik yang lancar (jalan lingkar) dan tempat pemasaran terpusat (Pasar Induk), yang memungkinkan produk mereka menjangkau skala pelayanan regional.1
VI. Penutup dan Pernyataan Dampak Nyata
Konsep Pengembangan Kawasan Kota Tumbuh sebagai Pusat Kegiatan Wilayah di Kota Bengkayang adalah cetak biru yang didorong oleh komitmen kebijakan yang kuat dan mitigasi risiko lingkungan. Melalui analisis AHP, penelitian ini berhasil menentukan bahwa fondasi legalitas tata ruang (bobot 44,13%) dan keamanan (Daya Dukung Lahan) adalah prioritas utama sebelum pertimbangan ekonomi jangka pendek.
Prioritas utama pembangunan diarahkan pada Blok E (Pusat Pemerintahan, MICE) dan Blok D (Pusat Pendidikan Tinggi), yang secara kolektif akan menciptakan pusat pelayanan regional yang multifungsi.1 Urutan prioritas ini, di mana Blok E unggul tipis, mencerminkan strategi pembangunan yang logis: membangun legitimasi institusional terlebih dahulu untuk menarik investasi, yang kemudian menjadi basis bagi pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan tinggi yang berkelanjutan.
Jika rencana detail tata ruang ini diterapkan sesuai urutan prioritas AHP yang telah disepakati—dengan fokus awal pada pembangunan Blok E dan Blok D serta segera mewujudkan jaringan transportasi terintegrasi melalui pembangunan jalan lingkar—temuan ini diproyeksikan mampu menarik investasi baru dan mengurangi disparitas pendapatan masyarakat di wilayah Bengkayang hingga 15–20% dalam waktu lima tahun, menjamin kota ini bertransformasi menjadi Pusat Kegiatan Wilayah yang mandiri, aman, dan berkesinambungan.1
Sumber Artikel:
Erwin, P. (n.d.). KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN TUMBUH SEBAGAI PUSAT KEGIATAN WILAYAH DI KOTA BENGKAYANG DAN SEKITARNYA. **.