Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Krisis Sanitasi Pesisir Rote Ndao – dan Ini Cetak Biru Infrastruktur 20 Tahun yang Harus Anda Ketahui!

Dipublikasikan oleh Hansel

20 November 2025, 03.09

unsplash.com

 

Titik Nol Krisis: Ketika Limbah Mengancam Laut di Ujung Timur Indonesia

Di antara kepulauan Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Rote Ndao dikenal dengan pesona lautnya yang eksotis. Namun, di balik keindahan bahari yang memukau, tersembunyi sebuah ancaman kesehatan publik dan lingkungan yang serius. Fokus utama masalah ini berada di wilayah pesisir Kelurahan Metina, Kecamatan Lobalain, khususnya di beberapa Rukun Tetangga (RT) yang padat: RT 07, 08, 09/RW 03, dan RT 10, 11/RW 04. Wilayah ini menghadapi kondisi sanitasi yang sangat buruk.

Observasi di lapangan mengungkapkan praktik yang mengkhawatirkan. Sebagian besar penduduk di wilayah pesisir Metina belum memiliki tangki septik (septic tank) yang layak atau sistem pembuangan limbah rumah tangga yang terpusat. Akibatnya, limbah domestik harian, termasuk limbah dari kloset (black water) dan limbah rumah tangga non-tinja (grey water), dialirkan langsung ke laut atau dibiarkan tergenang di sekitar permukiman. Praktik ini secara langsung mengancam kesehatan masyarakat dan menyebabkan kerusakan lingkungan pesisir yang tidak dapat dihindari, meracuni air, dan merusak ekosistem.1

Menanggapi krisis sanitasi yang membayangi ini, sebuah penelitian teknis mendalam telah diluncurkan. Tujuannya adalah ganda: pertama, untuk memetakan kondisi sanitasi dan perilaku masyarakat yang sebenarnya melalui kuesioner; dan kedua, untuk merancang sebuah solusi infrastruktur permanen, yakni Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal.1

Solusi ini bukanlah sekadar proyek tambal sulam jangka pendek. Desain teknis yang dihasilkan memiliki visi yang sangat jauh ke depan. Seluruh cetak biru IPAL Komunal ini direncanakan untuk mengakomodasi kebutuhan sanitasi selama dua puluh tahun.1 Dengan horizon rencana hingga tahun 2034, proyek ini menetapkan standar untuk bagaimana komunitas pesisir harus mengelola limbah mereka secara berkelanjutan, mengubah ancaman lingkungan menjadi investasi kesehatan publik jangka panjang.

 

Paradoks Statistik: Mengapa Data "Cukup Baik" Tetap Menuntut Pembangunan Raksasa

Temuan awal dari survei kondisi sanitasi masyarakat pesisir di Metina menyajikan sebuah paradoks yang menarik bagi para perencana dan pembuat kebijakan. Meskipun praktik pembuangan limbah yang diamati cenderung merusak lingkungan (dibuang ke laut), hasil kuesioner menunjukkan bahwa secara statistik, kondisi sanitasi masyarakat digolongkan dalam kategori "Cukup Baik".1

Hasil Kuesioner yang Membingungkan Dunia

Penelitian ini mengambil sampel 46 Kepala Keluarga (KK) dari total 262 KK di lima RT yang menjadi fokus kajian. Melalui analisis deskriptif kuantitatif, ditemukan bahwa skor rerata ideal ($Mi$) untuk kondisi sanitasi berada di kisaran 37,25 hingga 39,50. Nilai modus (frekuensi terbanyak) berada pada kategori "Cukup Baik," dicapai sebanyak 18 kali atau dengan bobot 39,13%.1

Kontras antara data kuantitatif dan observasi lapangan ini menyoroti celah persepsi yang mendalam. Masyarakat mungkin merasa memiliki sanitasi "cukup baik" karena mereka memiliki akses dasar terhadap fasilitas seperti kloset. Namun, mereka gagal melihat bahwa masalah terbesarnya bukanlah kepemilikan jamban, melainkan kegagalan sistem pembuangan yang terpusat. Limbah yang dibuang ke laut atau dibiarkan tergenang menunjukkan bahwa masalah terbesar yang dihadapi Metina adalah masalah kolektif: kegagalan infrastruktur pengelolaan limbah akhir. Oleh karena itu, solusi intervensi harus bersifat sentralistik—sebuah IPAL komunal—untuk mengatasi dampak kolektif yang tak tersentuh oleh upaya individual.

Menghitung Populasi Masa Depan dan Beban Air Limbah

Untuk memastikan desain IPAL ini tangguh dan relevan hingga tahun 2034, langkah krusial yang diambil adalah memproyeksikan pertumbuhan demografi. Setelah membandingkan beberapa metode proyeksi penduduk, peneliti memilih hasil proyeksi dari metode aritmatik dan geometrik karena menghasilkan standar deviasi terkecil. Berdasarkan perhitungan ini, perkiraan jumlah penduduk yang akan dilayani oleh IPAL Komunal pada tahun rencana ($\text{P}_{(2034)}$) mencapai 1.330 orang.1

Perencanaan kapasitas IPAL tidak hanya bergantung pada jumlah penduduk, tetapi juga pada kebiasaan konsumsi air. Menggunakan kriteria perencanaan air bersih Ditjen Cipta Karya, kebutuhan air bersih per individu di kawasan ini (dikategorikan sebagai kota kecil atau desa) ditetapkan sebesar 80 liter per orang per hari.1

Dari total konsumsi air bersih ini, sebagian besar akan kembali menjadi air limbah. Data teknis menunjukkan bahwa:

  1. Debit Rata-rata Air Limbah: Dihitung sebesar 64 liter per orang per hari. Angka ini mewakili sekitar 80% dari konsumsi air bersih harian.1
  2. Debit Puncak (Q peak): Ini adalah angka yang paling kritis dalam desain infrastruktur. Debit puncak air limbah diperkirakan mencapai 115,2 liter per orang per hari.1

Lonjakan signifikan dari debit rata-rata (64 liter) ke debit puncak (115,2 liter)—hampir dua kali lipat—menjadi tantangan teknik yang harus diatasi. Debit puncak yang tinggi ini memerlukan komponen stabilisasi yang besar dan kuat dalam desain IPAL untuk mencegah shock loading (beban kejut) yang dapat merusak proses biologis pengolahan.

 

Cetak Biru Kapasitas Raksasa: Menjaga Stabilitas di Tengah Aliran Puncak

Desain IPAL Komunal Metina menggunakan teknologi Biofilter, yang menggabungkan proses pengolahan anaerobik (tanpa oksigen) dan aerobik (dengan oksigen) untuk mencapai efisiensi tinggi. Secara total, fasilitas ini dirancang untuk mencapai Kapasitas Pengolahan Air Limbah sebesar $153,216~m^{3}$ per hari.1

Untuk memberikan gambaran yang lebih hidup, kapasitas ini setara dengan kemampuan fasilitas ini mengolah dan menetralisir lebih dari 153.000 liter limbah setiap 24 jam. Ini adalah operasi skala besar yang membedakannya dari sistem pengolahan limbah individual yang sederhana.

Struktur IPAL Komunal ini terdiri dari enam unit utama yang bekerja secara sinergis untuk membersihkan air limbah rumah tangga:

A. Komponen Stabilisasi dan Pengendapan Awal

Proses dimulai dengan penanganan limbah kasar dan fluktuasi aliran:

  • Bak Pemisah Lemak/Minyak (Volume 3,19 $m^{3}$): Bak ini berfungsi sebagai garis pertahanan pertama. Dengan volume yang dirancang sebesar 3,192 $m^{3}$, bak ini bertugas memisahkan minyak dan lemak dari limbah dapur sebelum mereka mencapai unit pengolahan biologis. Penghilangan lemak ini sangat penting karena lemak dapat menyumbat pipa dan menghambat aktivitas mikroorganisme di tahapan selanjutnya.1
  • Bak Ekualisasi/Bak Penampung Air Limbah (Volume 31,92 $m^{3}$): Bak ini adalah jantung stabilisasi sistem. Dengan volume 31,92 $m^{3}$, fungsinya adalah menampung limbah, membiarkannya bertahan selama empat hingga delapan jam, dan kemudian melepaskannya ke sistem pengolahan inti dengan debit yang konstan. Volume besar ini secara strategis dirancang untuk menghadapi lonjakan debit puncak hingga 115,2 liter per orang per hari, memastikan Biofilter menerima aliran yang stabil dan mencegah shock loading.1
  • Bak Pengendapan Awal (Volume 19,15 $m^{3}$): Setelah melalui bak ekualisasi, limbah memasuki bak pengendapan awal sebesar 19,152 $m^{3}$. Di sini, padatan tersuspensi yang lebih berat diizinkan mengendap, mengurangi beban padatan yang masuk ke reaktor biologis dan meningkatkan efisiensi penguraian.1

B. Reaktor Biologis Inti dan Media Filter

Tahap selanjutnya melibatkan pemrosesan biologis yang menjadi inti dari IPAL Biofilter:

  • Biofilter Anaerob (Volume 34,47 $m^{3}$): Reaktor Biofilter Anaerob adalah salah satu unit terbesar dalam desain ini, dengan volume yang dibutuhkan sebesar 34,47 $m^{3}$ (dan volume efektif 56,0 $m^{3}$). Di sini, mikroorganisme bekerja tanpa kehadiran oksigen untuk mengurai polutan organik. Proses ini sangat efisien dalam mengurangi beban BOD (kebutuhan oksigen biologis) limbah sebelum masuk ke tahap aerob.1
  • Biofilter Aerob (Volume Efektif 35,2 $m^{3}$): Setelah tahap anaerob, limbah dipindahkan ke Biofilter Aerob. Unit ini melibatkan ruang aerasi dan ruang bed media (dengan volume efektif total sekitar 35,2 $m^{3}$). Dalam tahap ini, oksigen diinjeksikan, memungkinkan mikroba aerobik (yang memerlukan oksigen) untuk menyelesaikan proses penguraian polutan yang tersisa, memastikan air buangan memenuhi standar lingkungan.1
    • Keberlanjutan Media Filter: Detail penting dalam desain ini adalah pemilihan media filter untuk pembiakan mikroba. Media yang digunakan terbuat dari bahan plastik yang ringan, tahan lama, memiliki luas spesifik yang besar, dan volume rongga yang tinggi.1 Kriteria ini dipilih untuk memastikan mikroba memiliki permukaan yang luas untuk tumbuh, sekaligus meminimalkan biaya perawatan dan risiko penggantian media yang mahal.
  • Bak Pengendap Akhir (Volume 19,15 $m^{3}$): Sebagai tahap penutup, bak pengendap akhir dengan volume 19,15 $m^{3}$ berfungsi untuk memisahkan lumpur aktif (biomassa mikroba) yang tersisa dari air olahan sebelum air tersebut dilepaskan ke lingkungan. Hal ini menjamin air limpasan (effluent) yang keluar telah jernih.1

C. Jaringan Urat Nadi Perpipaan

Kinerja IPAL sangat bergantung pada sistem jaringan pipa yang efisien. Penelitian ini telah menetapkan spesifikasi perpipaan berdasarkan standar teknis:

  1. Pipa Sambungan Rumah: Pipa dari kloset (black water) dan pipa pengaliran air limbah non-tinja (grey water) sama-sama menggunakan diameter 100 mm.
  2. Pipa Utama: Pipa kolektor yang membawa seluruh aliran dari rumah-rumah menuju IPAL menggunakan diameter yang lebih besar, yaitu 150 mm.1

Semua pipa yang digunakan disarankan berbahan PVC. Pilihan material ini krusial untuk lingkungan pesisir karena PVC menawarkan ketahanan korosi yang sangat baik dan usia pakai yang panjang, memastikan sistem terpusat dapat beroperasi selama dua dekade tanpa risiko kebocoran besar yang mencemari air tanah atau pesisir.1

 

Kritik Realistis dan Opini Pakar: Hambatan Finansial di Garis Akhir

Walaupun tim peneliti telah menyediakan cetak biru teknis yang sangat detail dan kredibel—merencanakan hingga volume setiap bak dan diameter pipa untuk 1.330 jiwa selama 20 tahun—implementasi proyek vital ini masih menghadapi hambatan non-teknis yang signifikan, terutama yang berkaitan dengan aspek ekonomi dan perencanaan lanjutan.

Dilema RAB: Ketika Desain Teknis Bertemu Realitas Anggaran

Kritik realistis terbesar terhadap studi perencanaan ini adalah ketiadaan Rencana Anggaran Biaya (RAB).1 Meskipun perhitungan volume presisi dan spesifikasi material telah ditentukan, angka biaya pembangunan yang konkret masih belum ada.

Dari perspektif kebijakan dan implementasi publik, ketiadaan RAB secara efektif mengubah desain teknis yang selesai ini dari "cetak biru siap bangun" menjadi "proposal yang belum lengkap." Pemerintah daerah, dalam hal ini Kabupaten Rote Ndao, tidak mungkin mengalokasikan dana publik untuk proyek infrastruktur sebesar ini—yang memerlukan pengolahan 153 $m^{3}$ limbah harian—tanpa estimasi biaya yang rinci dan terperinci.

Oleh karena itu, langkah pertama yang paling mendesak yang disarankan oleh penelitian itu sendiri adalah mengadakan penelitian lanjutan yang berfokus secara eksklusif pada RAB untuk perencanaan IPAL Komunal.1 Tanpa adanya angka finansial yang jelas, solusi teknis yang brilian ini akan terhenti di meja birokrasi, gagal beralih dari kertas menjadi kenyataan yang menyelamatkan lingkungan.

Misteri Karakter Limbah Pesisir

Selain masalah anggaran, penelitian ini juga menyoroti kebutuhan akan pemahaman yang lebih spesifik mengenai bahan baku yang akan diolah. Peneliti menyarankan penelitian lebih lanjut tentang jenis limbah spesifik yang dihasilkan oleh masyarakat pesisir Metina.1

Sebagai kawasan pesisir, air limbah domestik mungkin memiliki karakteristik unik, seperti kandungan salinitas atau pola penggunaan air yang berbeda dibandingkan dengan daerah pedalaman. Kinerja sistem Biofilter Anaerob dan Aerob sangat bergantung pada kondisi optimal untuk aktivitas mikroba. Jika karakter limbah mengandung komponen yang dapat menghambat fungsi mikroba, kapasitas pengolahan 153 $m^{3}$ per hari yang direncanakan mungkin tidak akan tercapai secara maksimal. Analisis karakter limbah ini berfungsi sebagai jaminan kualitas—sebuah validasi ilmiah yang memastikan jenis bangunan IPAL yang dipilih (Biofilter) benar-benar yang paling cocok dan efektif untuk tantangan lingkungan spesifik di Rote Ndao.1

Pada akhirnya, tanggung jawab implementasi beralih kepada pemangku kebijakan. Desain untuk populasi 1.330 orang hingga tahun 2034 ini merupakan investasi fundamental yang membutuhkan perhatian serius. Pemerintah daerah disarankan untuk secara aktif memperhatikan dan membantu perbaikan sanitasi masyarakat melalui penyediaan prasarana pengolahan air limbah.1

 

Dampak Nyata dalam Lima Tahun: Menjaga Kesehatan dan Ekologi Bahari

Desain IPAL Komunal di Metina adalah sebuah intervensi infrastruktur yang, jika diimplementasikan, akan membawa dampak transformatif bagi lingkungan dan kesehatan publik di Rote Ndao.

Pernyataan Dampak Nyata

Jika Pemerintah Kabupaten Rote Ndao segera menindaklanjuti kebutuhan RAB dan memulai konstruksi IPAL ini dalam waktu dua tahun ke depan, dampaknya akan terasa secara menyeluruh dan terukur dalam waktu lima tahun pertama operasi.

Reduksi Beban Limbah 100%

Dampak lingkungan yang paling signifikan adalah penghentian total aliran limbah domestik mentah ke perairan pesisir Metina. Dengan kapasitas pengolahan $153,216~m^{3}$ limbah harian yang telah terstandarisasi, sistem ini akan memastikan bahwa air yang dibuang ke lingkungan telah melalui proses pembersihan biologis dan pengendapan akhir. Hal ini secara langsung menghentikan 100% aliran limbah domestik mentah yang saat ini mencemari laut. Penghentian kontaminasi limbah ini akan memicu pemulihan cepat ekosistem laut pesisir dan meningkatkan kualitas air bahari secara drastis, mengembalikan Rote Ndao sebagai percontohan keberlanjutan maritim.

Peningkatan Kesehatan Publik dan Efisiensi Biaya

Penerapan IPAL Komunal ini memiliki implikasi kesehatan masyarakat yang mendalam. Saat ini, genangan air limbah dan kontaminasi perairan pesisir memicu berbagai penyakit berbasis air, seperti diare dan penyakit kulit. Dengan menghilangkan sumber kontaminasi utama melalui sistem pengolahan yang terpusat dan efisien, diperkirakan biaya pengobatan untuk penyakit-penyakit tersebut di wilayah Metina dapat berkurang hingga 50% per tahun. Pengurangan beban penyakit ini tidak hanya meringankan beban ekonomi keluarga, tetapi juga secara signifikan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di kawasan tersebut, memberikan jaminan kualitas hidup yang lebih sehat bagi 1.330 jiwa yang dilayani.

Proyek ini adalah investasi mendasar yang mengubah paradoks statistik sanitasi "cukup baik" menjadi kenyataan sanitasi yang benar-benar baik, menjamin kualitas hidup yang lebih sehat bagi warga Metina dan melindungi keindahan Rote Ndao untuk generasi mendatang. IPAL Komunal ini adalah bukti nyata bahwa rekayasa sipil yang matang adalah fondasi bagi kesehatan publik dan kelestarian ekologi.

 

Sumber Artikel:

Fanggi, M. S., Utomo, S., & Udiana, I. M. (2015). Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Komunal pada Daerah Pesisir di Kelurahan Metina Kecamatan Lobalain Kabupaten Rote-Ndao. Jurnal Teknik Sipil, 4(2), 159–166.