Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Krisis Limbah Domestik Kampus Pontianak – dan Ini yang Harus Anda Ketahui!

Dipublikasikan oleh Hansel

16 Desember 2025, 16.49

unsplash.com

I. Ancaman Senyap di Jantung Pendidikan: Ketika Limbah Kampus Melampaui Batas

Pertumbuhan aktivitas akademis dan administrasi yang pesat di Fakultas Teknik Universitas Panca Bhakti (UPB) Pontianak ternyata membawa konsekuensi lingkungan yang harus ditangani secara serius. Sebuah penelitian teknis terkini menyoroti kebutuhan mendesak untuk merancang dan membangun sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) domestik yang memadai, menyusul peningkatan signifikan dalam volume dan kompleksitas limbah cair yang dihasilkan.1

Tanpa sistem pengelolaan yang terstruktur dan memenuhi standar rekayasa lingkungan, limbah cair domestik ini menimbulkan risiko pencemaran yang parah, terutama terhadap tanah dan perairan di sekitar lokasi kampus. Peningkatan volume limbah ini mencerminkan tren global di mana institusi pendidikan, sebagai pusat aktivitas manusia yang padat, harus memikul tanggung jawab besar dalam pengelolaan lingkungan berkelanjutan.1

IPAL dalam konteks lingkungan kampus bukan lagi sekadar fasilitas pendukung, melainkan infrastruktur vital. Fungsinya adalah untuk memastikan bahwa air limbah yang dibuang kembali ke badan air lokal telah diolah dan memenuhi standar baku mutu yang berlaku, sebagaimana diatur dalam regulasi nasional seperti PermenLH No. 5 Tahun 2014.1 Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa pengelolaan limbah yang kurang memadai di institusi pendidikan berpotensi memberikan dampak buruk signifikan terhadap kesehatan masyarakat dan ekosistem lokal.1

Mengukur Skala Krisis: Debit Harian yang Mengguncang Lingkungan

Langkah pertama dalam rekayasa lingkungan adalah mengukur masalahnya. Melalui perhitungan berdasarkan jumlah pengguna (mahasiswa, dosen, dan staf) dan data konsumsi air, tim peneliti mendapatkan angka volume limbah harian yang sangat besar. Studi ini mengestimasi bahwa Fakultas Teknik UPB menghasilkan volume limbah cair yang mencapai 55.940,8 Liter per hari.1

Angka tersebut diperoleh dari perhitungan yang mengasumsikan rasio timbulan air limbah sebesar 80% dari total konsumsi air bersih harian, sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh standar lingkungan untuk gedung perkantoran.1 Untuk memberikan gambaran yang lebih konkret, volume limbah cair yang dihasilkan oleh fakultas ini setiap hari setara dengan mengisi satu kolam renang mini berukuran 5 meter kali 5 meter dengan kedalaman 2 meter setiap dua hari sekali.

Volume limbah yang masif ini, yang mencapai lebih dari 55 ton limbah cair per hari, menjadi faktor kausal utama yang menghasilkan beban pencemaran tinggi. Semakin besar volume yang dilepaskan, semakin besar pula konsentrasi polutan total yang masuk ke lingkungan penerima. Kondisi ini menegaskan validitas dan urgensi mengapa proyek IPAL ini harus segera dilaksanakan.

 

II. Melampaui Garis Merah: Seberapa Kotor Air Limbah Kampus Kita?

Karakteristik Limbah dan Baku Mutu Nasional

Karena air limbah di Fakultas Teknik berasal dari aktivitas domestik sehari-hari—termasuk penggunaan fasilitas kantin, toilet, dan kegiatan pembersihan—karakteristiknya diasumsikan sangat mirip dengan limbah yang berasal dari perumahan atau pusat perbelanjaan.1 Limbah jenis ini secara alami mengandung berbagai senyawa organik dan anorganik, sisa makanan, sabun, minyak, dan bahan pembersih. Kontaminan ini secara kolektif meningkatkan parameter pencemar utama, seperti Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Total Suspended Solids (TSS).1

Selain itu, limbah domestik juga mengandung mikroorganisme patogen seperti koliform dan Salmonella yang berasal dari aktivitas sanitasi. Kesamaan karakteristik ini memungkinkan peneliti menggunakan data proksi air limbah domestik perumahan sebagai baseline untuk merancang sistem pengolahan biologis yang ditargetkan pada parameter pencemar kunci.1

Semua perancangan IPAL harus tunduk pada tolok ukur ketat yang diatur dalam Permen LHK No. P.68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. Ambang batas ini merupakan garis merah lingkungan yang tidak boleh dilampaui.1

Beban Oksigen yang Membunuh: Data BOD dan COD yang Mengejutkan

Analisis karakteristik limbah proksi yang digunakan menunjukkan tingkat pencemaran yang jauh melampaui batas aman yang ditetapkan pemerintah.

Mengenai BOD (Kebutuhan Oksigen Biologis):

BOD air limbah perumahan yang dijadikan proksi tercatat mencapai 96,68 miligram per Liter (mg/L).1 Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan batas baku mutu Permen LHK No. P.68/2016 yang hanya mengizinkan maksimum 30 mg/L.1 Dengan demikian, beban organik limbah ini melebihi ambang batas hingga lebih dari 3,2 kali lipat dari yang diizinkan.

Pelampauan yang drastis ini memiliki konsekuensi lingkungan yang fatal. Jika dibuang tanpa pengolahan, limbah tersebut akan "mencuri" oksigen terlarut (DO) yang ada di perairan sekitar untuk memecah bahan organik. Buktinya, kadar DO dalam air limbah yang dijadikan proksi sangat rendah, hanya 0,35 mg/L, jauh di bawah standar minimal 3 mg/L.1 Kondisi ini menciptakan risiko tinggi zona kekurangan oksigen yang dapat mengancam ekosistem akuatik setempat.

Mengenai COD (Kebutuhan Oksigen Kimiawi):

Limbah ini juga mencatatkan tingkat Chemical Oxygen Demand (COD) yang sangat ekstrem, yaitu sebesar 221,42 mg/L.1 Angka ini melampaui batas maksimum baku mutu yang ditetapkan pemerintah sebesar 100 mg/L.1

Tingkat COD yang melampaui batas hingga lebih dari 221% ini menggambarkan intensitas pencemaran yang parah. Ini menunjukkan bahwa limbah mengandung konsentrasi bahan kimia dan organik yang sulit terurai secara alami, memaksa upaya rekayasa pengolahan yang sangat intensif dan teknologi yang terstruktur untuk dapat menurunkannya ke tingkat aman.

Partikel Padat dan Ancaman Patogen

Dua parameter lain yang menjadi fokus utama dalam perancangan IPAL adalah Total Suspended Solids (TSS) dan Total Koliform.

TSS (Padatan Tersuspensi):

Padatan tersuspensi dalam limbah proksi tercatat 122,44 mg/L, yang melebihi batas baku mutu 100 mg/L sebesar 22%.1 Kelebihan TSS ini secara fisik akan menyebabkan pengendapan lumpur yang cepat di saluran air. Penumpukan lumpur ini tidak hanya menghambat aliran, tetapi juga merusak habitat dasar perairan dan meningkatkan frekuensi pembersihan saluran drainase.

Total Koliform:

Dari perspektif ancaman kesehatan masyarakat, data Koliform menjadi yang paling mengkhawatirkan. Total Koliform, sebagai indikator kontaminasi bakteri kotoran, mencapai lebih dari 2.400 ppm (parts per million) pada limbah perumahan yang dijadikan proksi.1 Angka ini sangat jauh di atas batas aman yang ditetapkan, yaitu 1.000 ppm.1

Pelampauan hingga 2,4 kali lipat ini mengindikasikan kontaminasi kotoran yang parah. Jika limbah dengan tingkat Koliform setinggi ini dialirkan ke lingkungan publik, risiko penyebaran penyakit berbasis air akan meningkat tajam. Fakta ini menegaskan bahwa unit disinfeksi di akhir proses pengolahan adalah komponen yang sangat penting untuk keselamatan publik.

 

III. Solusi Rekayasa Lingkungan: Menentukan Jantung Sistem Pengolahan

Proses Seleksi Teknologi: Kemenangan Biofilter Anaerob-Aerob

Untuk memastikan IPAL yang dirancang mampu mengatasi beban pencemaran ekstrem (terutama BOD dan COD yang melebihi 200%), peneliti melakukan analisis komparatif terhadap 12 metode pengolahan limbah domestik yang tersedia. Metode-metode ini, seperti Lagoon Aerasi Fakultatif, Lumpur Aktif, dan Filtrasi Multi-Layer, dievaluasi menggunakan sistem skoring berbasis efektivitasnya dalam menurunkan empat parameter pencemar utama.1

Sistem skoring ini bertujuan untuk mengidentifikasi metode yang paling sesuai, efisien, dan berkelanjutan untuk Fakultas Teknik UPB.

Hasil penilaian skoring menunjukkan bahwa Kombinasi Biofilter Anaerob-Aerob muncul sebagai pemenang mutlak dengan total skor tertinggi, mencapai 23.1 Metode ini menunjukkan efektivitas tertinggi (skor 6) untuk penurunan BOD, COD, dan Koliform, yang merupakan tantangan utama dari air limbah kampus. Pilihan ini secara teknis dijustifikasi karena sistem biofilter kombinasi menawarkan efisiensi tinggi dalam penyisihan polutan sambil mempertahankan aspek ramah lingkungan dan potensi penghematan energi, terutama dibandingkan sistem aerasi penuh.

Mengukur Keberhasilan: Analogi Lompatan Efisiensi 81%

Efektivitas pilihan teknologi ini didukung oleh data kinerja yang menunjukkan kemampuan penyisihan polutan yang substansial. Berdasarkan studi kasus sekunder, efisiensi penyisihan COD menggunakan sistem biofilter anaerob-aerob dapat mencapai hingga 81,3%.3 Sementara itu, kemampuan penyisihan TSS dapat mencapai efisiensi yang luar biasa, yakni 91,8%.3

Peningkatan kinerja rekayasa ini dapat divisualisasikan secara dramatis:

Mengingat tingkat pencemaran COD awal sebesar 221,42 mg/L, pengurangan sebesar 81,3% berarti konsentrasi air olahan akhir hanya sekitar 41.8 mg/L. Transformasi ini mengubah air limbah dari kondisi yang melampaui batas baku mutu hingga lebih dari 200% menjadi air yang jauh di bawah ambang batas 100 mg/L yang diizinkan. Lompatan efisiensi sebesar 81,3% ini sebanding dengan peningkatan kinerja pengisian baterai smartphone dari 20% menjadi 90% dalam satu kali pengisian—sebuah perubahan mendasar dalam kualitas air.

Selain itu, sistem ini sangat efisien dalam mengatasi BOD. Meskipun konsentrasi awal mencapai 96,68 mg/L, sistem ini mampu menurunkan konsentrasi BOD akhir hingga sekitar 4,459 mg/L.3 Nilai BOD yang sangat rendah ini, yang jauh di bawah standar 30 mg/L, memastikan bahwa air buangan tidak akan menimbulkan ancaman serius terhadap ketersediaan oksigen di badan air penerima.

 

IV. Struktur IPAL Fakultas Teknik: Kronologi Lima Tahap Pengolahan

Perancangan IPAL domestik untuk Fakultas Teknik UPB mengintegrasikan unit-unit yang terbukti paling efektif, menciptakan rangkaian pengolahan yang solid, mulai dari tahap pengendapan kasar hingga disinfeksi akhir.1

Tahap Primer dan Biologis Anaerobik

Jalur pengolahan limbah dimulai melalui dua unit utama:

1. Bak Pengendapan Awal: Unit ini berfungsi sebagai pra-pengolahan penting untuk memisahkan partikel padat besar dan bahan tersuspensi yang mudah mengendap (TSS) dari aliran limbah. Pengendapan awal yang efisien sangat krusial karena melindungi unit-unit biologis dari risiko penyumbatan dan memastikan bahwa hanya limbah yang lebih homogen yang diproses di tahap selanjutnya.

2. Bak Biofilter Anaerobik: Setelah padatan besar tersaring, limbah memasuki bak anaerobik. Di sini, penguraian biologis terjadi secara pasif tanpa memerlukan oksigen. Bakteri anaerobik bekerja memecah bahan organik, yang berfungsi untuk memotong konsentrasi BOD dan COD awal yang sangat tinggi. Proses ini hemat energi, efektif, dan mengubah bahan organik menjadi produk yang lebih stabil.

Intensifikasi Aerobik dan Disinfeksi Kritis

Air limbah kemudian disempurnakan kualitasnya melalui tahap intensif:

3. Tungki Aerasi: Unit ini merupakan inti dari pengolahan biologis yang ditargetkan untuk mencapai standar baku mutu yang ketat. Oksigen dimasukkan secara intensif ke dalam air limbah, mendorong pertumbuhan pesat bakteri aerobik. Bakteri ini menyelesaikan penguraian bahan organik tersisa, memastikan penurunan BOD hingga mencapai konsentrasi minimal.

4. Bak Pengendapan Akhir: Air yang keluar dari Tungki Aerasi dialirkan untuk memisahkan biomassa (lumpur aktif) yang telah menyelesaikan tugasnya. Pemisahan padatan ini menghasilkan air yang lebih jernih. Sebagian besar lumpur aktif ini kemudian dikembalikan ke Tungki Aerasi untuk menjaga populasi bakteri yang optimal.

5. Sistem Klorinasi: Sebagai langkah disinfeksi wajib, air olahan memasuki unit klorinasi. Klorin digunakan untuk membasmi sisa-sisa bakteri patogen, khususnya Koliform yang tingkat kontaminasinya mencapai lebih dari 2.400 ppm.1 Unit klorinasi ini memastikan air yang dibuang melalui saluran Outlet/Badan Air telah aman bagi kesehatan masyarakat.

Perancangan skema IPAL ini mengadopsi prinsip rekayasa lingkungan modern, tidak hanya berfokus pada pembuangan ke badan air, tetapi juga menyertakan jalur menuju Kotak Reuse.1 Inklusi jalur reuse menunjukkan bahwa air olahan berkualitas tinggi dapat dimanfaatkan kembali, misalnya untuk penyiraman tanaman atau pembilasan toilet kampus, mendukung upaya konservasi sumber daya air di Pontianak.

 

V. Opini Analis dan Kritik Realistis: Menjaga Kredibilitas Ilmiah

Meskipun perancangan IPAL ini didukung oleh analisis teknis yang kuat, ada beberapa keterbatasan dan tantangan realistis yang harus disoroti.

Tantangan Validasi Data: Keterbatasan Asumsi Proksi

Kritik realistis utama terhadap studi perancangan ini adalah ketergantungannya pada data karakteristik limbah domestik yang bersifat asumsi—menggunakan proksi dari limbah perumahan dan pusat perbelanjaan.1 Meskipun proksi ini logis untuk limbah toilet dan kantin, penggunaannya bisa menjadi bias jika Fakultas Teknik memiliki kegiatan spesifik.

Sebagai contoh, kegiatan di laboratorium kimia atau bengkel dapat menghasilkan limbah non-domestik yang mengandung pelarut atau logam berat. Jenis limbah ini memerlukan perlakuan awal (pre-treatment) yang berbeda dan tidak dapat ditangani secara efektif oleh IPAL yang dirancang murni untuk limbah domestik biologis. Jika ada limbah non-domestik yang signifikan, desain IPAL ini mungkin tidak optimal dalam jangka panjang.

Oleh karena itu, sangat tepat bahwa peneliti sendiri merekomendasikan adanya penelitian lanjutan berupa pengambilan sampel air limbah domestik di lingkungan Fakultas Teknik UPB secara spesifik.1 Tindakan ini krusial untuk mengidentifikasi karakteristik nyata limbah dan memungkinkan optimasi atau perancangan ulang IPAL agar efektivitas pengolahan terjamin penuh dan berkelanjutan.

Kendala Operasional dan Finansial yang Tidak Dapat Dihindari

Analisis kelebihan dan kekurangan non-teknis menunjukkan bahwa meskipun sistem Biofilter Anaerob-Aerob efisien, ia membawa tantangan implementasi yang nyata.

Pertama, di sisi biaya. Metode Biofilter Anaerob-Aerob memerlukan lahan yang luas untuk menampung unit-unit pengolahan dan menuntut biaya investasi awal yang besar.1 Di lingkungan kampus perkotaan, ketersediaan lahan dapat menjadi hambatan serius.

Kedua, di sisi operasional. Walaupun proses anaerobik hemat energi, sistem ini masih bergantung pada energi tinggi untuk operasional Tungki Aerasi. Selain itu, aspek pemeliharaan membutuhkan kontrol ketat terhadap kondisi biologis dan memerlukan penggantian media filter secara berkala.1 Biaya operasional rutin (Opex), termasuk energi dan pemeliharaan, tergolong tinggi.

Keputusan untuk mengadopsi teknologi skor tinggi (23) ini harus diikuti dengan komitmen finansial jangka panjang yang kuat dari pihak universitas. Tanpa alokasi anggaran yang memadai untuk pemeliharaan rutin dan energi, sistem IPAL berisiko mengalami penurunan efisiensi drastis. Kegagalan operasional ini pada akhirnya akan menyebabkan air limbah yang dibuang kembali melampaui baku mutu, mengembalikan kondisi pencemaran yang ingin dihindari.

 

VI. Dampak Nyata dan Visi Keberlanjutan

Mengukur Keberhasilan Lingkungan dalam Lima Tahun

Perancangan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang mengintegrasikan unit Biofilter Anaerob-Aerob, Tungki Aerasi, dan Klorinasi adalah langkah strategis yang didukung oleh keunggulan teknis.

Jika perancangan ini diterapkan secara optimal dengan unit-unit yang tepat, temuan ini diprediksi dapat mengurangi beban pencemaran BOD, COD, dan Koliform yang dibuang ke badan air sekitar hingga rata-rata di atas 75% dalam waktu lima tahun.

Pengurangan polutan ini menghasilkan dampak nyata sebagai berikut:

  1. Kepatuhan Lingkungan: Memastikan bahwa institusi mematuhi standar hukum yang diwajibkan oleh Permen LHK No. P.68/2016.

  2. Perlindungan Ekosistem: Menghentikan praktik "pencurian" oksigen di perairan lokal dengan menurunkan BOD, serta mencegah penumpukan lumpur dengan mengurangi TSS.

  3. Keamanan Kesehatan Publik: Disinfeksi klorinasi yang efektif menghilangkan ancaman penyakit berbasis air dari tingkat Koliform yang sangat tinggi.

Penerapan IPAL ini tidak hanya menyelesaikan masalah limbah, tetapi juga memposisikan Fakultas Teknik UPB sebagai institusi yang mempraktikkan keberlanjutan. Dengan adanya jalur reuse air olahan, ia menciptakan sumber daya air baru untuk keperluan non-potabel di kampus dan menjadi model studi kasus rekayasa lingkungan yang dapat diadopsi oleh institusi lain di Kalimantan Barat.

 

Sumber Artikel:

Rahsia, S. A., & Widodo, M. L. (2025). Timbulan Air Limbah Dan Unit Instalasi Pengolahan Air Limbah Pada Fakultas Teknik Universitas Panca Bhakti Kota Pontianak. Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, 13(1), 80–89.