Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Kecerdasan Lalu Lintas Kota Pintar – dan Ini yang Harus Anda Ketahui!

Dipublikasikan oleh Hansel

21 Oktober 2025, 12.37

unsplash.com

Episentrum Kemacetan: Mengapa Sistem Konvensional Gagal Total

Narasi Pembuka: Kota yang Lumpuh oleh Kepadatan

Pemerintah di seluruh dunia berlomba-lomba membangun ‘Kota Pintar’ (Smart City) sebagai solusi modern atas krisis urbanisasi. Namun, di tengah janji efisiensi, satu masalah kritis sering kali terabaikan: manajemen lalu lintas yang berkelanjutan. Meskipun kota-kota pintar telah membawa perbaikan dramatis dalam pengelolaan energi dan keamanan publik, sektor transportasi sering kali tertinggal, terutama karena sifatnya yang sangat kompleks dan heterogen.1

Kota-kota besar dihadapkan pada kenyataan pahit: lonjakan lalu lintas yang eksponensial kini jauh melampaui kapasitas jalan yang tersedia. Tantangan ini bukan hanya sekadar ketidaknyamanan, melainkan sebuah kegagalan sistemik yang mengancam dimensi keberlanjutan kota, baik dari sisi ekonomi, mobilitas, maupun lingkungan.1 Dalam upaya mencari jalan keluar, para peneliti dari berbagai institusi global mengarahkan fokus pada integrasi sistem canggih untuk menjembatani jurang antara teknologi yang ada dan kebutuhan manajemen lalu lintas yang sesungguhnya.1

Mengapa Temuan Ini Bisa Mengubah Dunia?

Krisis lalu lintas hari ini dapat diukur dalam angka yang mengejutkan, menggambarkan skala kerugian yang diderita masyarakat global. Lalu lintas yang padat secara konsisten memakan habis produktivitas. Sebuah studi menunjukkan bahwa, rata-rata, penduduk di Amerika Serikat kehilangan hingga 338 jam setiap tahun hanya karena terjebak di dalam kemacetan.1 Angka ini setara dengan membuang tujuh minggu penuh jam kerja produktif, hanya untuk menatap lampu rem. Ini adalah replika skenario di sebagian besar pusat kota di dunia.

Sementara itu, krisis keselamatan jalan menjadi tragedi yang jauh lebih mendalam. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa lebih dari 1,3 juta kematian disebabkan oleh kecelakaan jalan setiap tahun.1 Yang lebih mencengangkan, lebih dari 90% dari kematian tragis ini terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, menyoroti adanya kesenjangan serius dalam keselamatan dan infrastruktur.1

Ancaman Urbanisasi sebagai Bom Waktu

Jika kondisi saat ini dianggap sulit, proyeksi masa depan melukiskan gambaran yang lebih suram. Populasi pusat kota diproyeksikan melonjak sebesar 63% pada tahun 2050.1 Data dari Bank Dunia juga menunjukkan peningkatan drastis populasi urban di berbagai negara dalam satu dekade terakhir. Misalnya, antara tahun 2010 dan 2020, persentase populasi urban di Holland melonjak dari 82,74% menjadi 92,50%, sementara di Australia meningkat signifikan dari 67,45% menjadi 85,90%.1 Kenaikan yang tak terelakkan ini, jika tidak diimbangi dengan solusi transportasi yang adaptif dan canggih, akan membuat kota-kota menjadi lumpuh.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Sustainability ini secara eksplisit bertujuan untuk menjembatani jurang yang melebar antara teknologi canggih saat ini dan sistem manajemen lalu lintas kota pintar.1 Tujuan utamanya adalah untuk menawarkan kerangka kerja ITS berbasis Internet of Things (IoT) yang berkelanjutan, yang dapat mengubah manajemen lalu lintas dari sekadar respons pasif menjadi prediksi proaktif.

Konflik Inovasi Lama dengan Tuntutan Modern

Memahami krisis lalu lintas memerlukan pemahaman sejarah infrastruktur. Sistem sinyal lalu lintas modern pertama kali diperkenalkan di New York City pada tahun 1918 dan dikelola secara manual dengan pengaturan waktu sinyal yang tetap.1 Butuh 64 tahun sebelum inovasi besar berikutnya muncul pada tahun 1982, yang menghasilkan penemuan lampu lalu lintas adaptif tiga warna yang dapat bekerja berdasarkan data waktu nyata.1 Meskipun sistem 1982 ini menjadi standar global karena fleksibilitasnya, ia memiliki keterbatasan mendasar: ketidakmampuannya mengadopsi dinamisme lalu lintas modern yang dicirikan oleh volume dan kecepatan yang sangat tinggi.1

Kerangka ITS-IoT yang diusulkan oleh para peneliti ini bertujuan untuk melakukan lompatan kuantum. Kerangka ini meninggalkan sistem yang secara inheren tidak mampu mengakomodasi kecepatan urbanisasi yang diperkirakan 63% hingga tahun 2050, dan bergerak menuju sistem yang memanfaatkan kecerdasan buatan untuk mengelola kompleksitas masa depan.1

 

Jantung Solusi: Kerangka ITS-IoT Ganda

ITS dan IoT: Sistem Saraf Cerdas Jalanan

ITS, atau Sistem Transportasi Cerdas, pada awalnya dikembangkan untuk membantu kota dalam mengatasi masalah lalu lintas jalan.1 Namun, berkat kemunculan dan integrasi mendalam dengan Internet of Things (IoT), sistem ini telah berevolusi dari alat rekayasa jalan sederhana menjadi sebuah platform komputasi awan berskala kota. ITS-IoT kini bertindak sebagai sistem saraf digital, mengintegrasikan sensor, perangkat, dan komputasi awan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan merespons kondisi lalu lintas secara waktu nyata (real-time).1

Untuk mengatasi lalu lintas yang semakin kompleks dan heterogen—yang terdiri dari campuran kendaraan yang dikemudikan manusia (HDV) dan kendaraan otonom terhubung (CAV)—para peneliti mengadopsi pendekatan ganda.1 Pendekatan ini memandang lalu lintas melalui dua lensa utama:

  1. Pendekatan Berbasis Pemodelan dan Analisis: Ini digunakan untuk memprediksi perilaku lalu lintas, seperti perkiraan kemacetan atau skenario masa depan.
  2. Pendekatan Berbasis Pengambilan Keputusan: Ini fokus pada kebijakan manajemen segera, memungkinkan respons cepat terhadap insiden yang tidak terduga.1

Kedua teknik ini sangat bergantung pada pengumpulan data waktu nyata dari pengguna jalan dan kendaraan menggunakan sensor Kecerdasan Buatan (AI) dan perangkat berbasis ITS.1 Data yang terkumpul kemudian diproses menggunakan algoritma Machine Learning (ML) dan komputasi awan. Hal ini memungkinkan sistem untuk belajar dari pola lalu lintas dan memberikan kebijakan pengambilan keputusan yang terinformasi, serta mendokumentasikannya untuk referensi di masa depan.1

Anatomi Tiga Lapisan Arsitektur Digital

Keberhasilan implementasi kerangka kerja ini didukung oleh arsitektur yang berlapis, membagi fungsionalitas menjadi tiga komponen utama yang saling bergantung:

Lapisan Fisik (Physical Layer)

Lapisan ini merupakan jantung dari pengumpulan data, terdiri dari komponen perangkat keras yang ditempatkan secara strategis di sepanjang jalan (persimpangan, jalan tol, area perkotaan). Komponen ini mencakup perangkat cerdas, kamera berbasis visi, loop coil, dan sensor AI lainnya.1 Fungsinya adalah untuk merasakan, merekam, dan mengumpulkan informasi krusial seperti volume lalu lintas, kecepatan kendaraan, dan data pengguna jalan. Setelah data dikumpulkan, informasi ini diunggah ke komputasi awan dengan bantuan koneksi jaringan yang kuat.1

Lapisan Jaringan (Network Layer)

Lapisan Jaringan memegang peran vital sebagai penghubung. Tugas utamanya adalah pengunggahan dan transmisi data yang relevan dari Lapisan Fisik. Integritas dan latensi rendah lapisan ini sangat penting. Jika jaringan mengalami kegagalan atau latensi tinggi, kemampuan sistem untuk bekerja secara real-time akan terhenti.1 Ketika data mengalir dengan lancar, otoritas transportasi dapat memperoleh wawasan yang lebih luas, dan data ini dapat digunakan untuk berbagai aplikasi yang melayani pengguna jalan, seperti sistem komunikasi jarak pendek (Short-Range Communication) yang mendeteksi insiden di depan.1

Lapisan Aplikasi (Application Layer)

Ini adalah antarmuka perangkat lunak yang menggunakan informasi yang diterima dari Lapisan Fisik dan Jaringan. Lapisan Aplikasi bertindak sebagai alat bantu keputusan, memberikan informasi kondisi lalu lintas waktu nyata kepada pengendara (misalnya, melalui aplikasi peta atau sistem GPS).1 Aplikasi ini memastikan bahwa data yang terkumpul diterjemahkan menjadi rekomendasi rute alternatif, prediksi kemacetan, dan penyederhanaan aktivitas transportasi bagi penduduk kota.1 Transformasi peran ITS dari alat rekayasa jalan menjadi platform komputasi awan berskala kota menunjukkan bahwa keberhasilan kerangka ini bergantung pada integrasi mulus ketiga lapisan ini.

 

Inovasi yang Mampu Mengurai Kemacetan

Kerangka kerja ITS-IoT mengintegrasikan serangkaian aplikasi yang dirancang tidak hanya untuk mengurai kemacetan, tetapi juga untuk memaksimalkan efisiensi dan keamanan transportasi perkotaan.

Mendefinisikan Ulang Fungsi Jalan

Berbagai aplikasi ITS mentransformasi cara jalan beroperasi, mengubahnya menjadi infrastruktur yang responsif dan cerdas:

  • Deteksi Insiden Transportasi Waktu Nyata: Seluruh sistem transportasi rentan terhadap insiden tak terduga (kecelakaan, kerusakan infrastruktur, atau ancaman keamanan).1 ITS-IoT berfungsi sebagai mata dan telinga yang selalu waspada. Lokasi dan data insiden segera dikomunikasikan ke pusat kendali untuk manajemen yang efektif. Informasi ini krusial untuk memberikan saran rute alternatif kepada komuter, mengurangi efek domino kemacetan. Penerapan konsep serupa di sistem trem Gothenburg, Swedia, telah menunjukkan kontribusi besar perangkat dan sensor deteksi insiden dalam manajemen lalu lintas dan penghematan energi.1
  • Manajemen Sinyal Lalu Lintas Adaptif: Ini adalah salah satu inovasi paling signifikan yang menggantikan waktu sinyal tetap yang kaku. Dengan menggunakan detektor induktif berbasis ITS yang ditanam di permukaan jalan, sistem mendeteksi volume, kecepatan, dan panjang antrian secara otomatis. Perangkat yang terhubung dengan IoT ini dikonfigurasikan untuk menghitung waktu siklus dan waktu hijau yang memadai secara dinamis, bahkan memberikan pertimbangan khusus untuk kendaraan prioritas.1 Model seperti SCATS (Sydney Coordinated Adaptive Traffic System) telah secara praktis diterapkan di beberapa wilayah, membuktikan efektivitas sistem ini sebagai sistem pintu gerbang yang cerdas.1
  • Manajemen Parkir Efektif: Parkir yang tidak tepat dan mencari tempat parkir yang lama dapat melumpuhkan sistem lalu lintas. ITS membantu pengguna jalan dengan informasi panduan parkir, memfasilitasi metode pembayaran cerdas, dan mengelola lokasi parkir di jalan. Integrasi ITS ke dalam metode parkir konvensional membantu mengurangi waktu yang dihabiskan pengemudi mencari tempat, dan memastikan sistem manajemen lalu lintas tidak terganggu oleh parkir ilegal.1

Mengoptimalkan Ekonomi dan Logistik

Peran ITS meluas melampaui manajemen lalu lintas individu, menjangkau sektor ekonomi dan lingkungan yang lebih luas.

  • Logistik dan Manajemen Armada (Fleet and Freight Management): Pergerakan barang dan jasa adalah tulang punggung pembangunan sosio-ekonomi.1 ITS memungkinkan perusahaan logistik untuk melacak kendaraan, memprediksi rute, menjadwalkan perjalanan secara efisien, dan memantau konsumsi bahan bakar menggunakan teknologi satelit dan radio. Berdasarkan penelitian, implementasi teknologi ini pada sektor logistik dapat membantu perusahaan menghemat hingga 9% dari total biaya operasional mereka.1 Penghematan biaya yang substansial ini mendorong adopsi berkelanjutan.
  • Platooning Truk Otomatis: Sektor transportasi global mengonsumsi lebih dari 50% bahan bakar yang diproduksi secara global, yang berkontribusi signifikan terhadap polusi dan gas rumah kaca.1 Untuk mengatasi masalah lingkungan ini, platooning truk (mengemudi beriringan dengan jarak minimal) menjadi solusi utama. Sistem ini menggunakan teknologi ITS untuk mengendalikan jarak antar-kendaraan, mengoptimalkan konsumsi bahan bakar, dan mengurangi hambatan aerodinamis.1 Dengan memfasilitasi sistem ini dan mempromosikan zona emisi rendah, ITS-IoT berfungsi sebagai mekanisme penegakan kebijakan lingkungan yang vital.

Integrasi ITS sebagai Penyelamat Lingkungan Global

Lompatan teknologi yang ditawarkan oleh kerangka ITS-IoT menunjukkan bahwa ITS bukan lagi sekadar alat lokal, melainkan komponen kunci dalam janji iklim global. Mengingat konsumsi bahan bakar transportasi global yang mencapai lebih dari 50%, tujuan ITS melampaui efisiensi lokal.1 Dengan memfasilitasi platooning dan mempromosikan zona emisi rendah, ITS-IoT secara langsung mengurangi emisi. Selain itu, jika kota-kota besar dapat menghemat 9% biaya operasional logistik, dorongan ekonomi untuk adopsi berkelanjutan menjadi sangat kuat, menciptakan siklus positif antara efisiensi dan keberlanjutan.

Mengelola Heterogenitas: Tantangan Kendaraan Hibrida

Siapa yang Terdampak: Era HDV dan CAV

Tantangan paling kompleks yang dihadapi manajemen lalu lintas berkelanjutan di kota pintar adalah mengelola aliran lalu lintas yang heterogen, yang terdiri dari kendaraan yang dikemudikan manusia (HDV) dan kendaraan otonom terhubung (CAV).1 Adopsi CAV yang terus meningkat bertujuan untuk mengurangi konsumsi bahan bakar, menurunkan polusi, dan meningkatkan kenyamanan serta keselamatan sistem transportasi secara keseluruhan.1 Namun, kehadiran HDV dan CAV secara bersamaan menimbulkan kompleksitas yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Kebutuhan untuk Persepsi Kooperatif

Agar CAV berfungsi dengan aman, mereka harus memiliki persepsi yang jelas tentang lingkungan sekitar, yang biasanya dicapai melalui sensor seperti radar, kamera, dan lidar. Namun, perangkat konvensional ini memiliki keterbatasan, terutama dalam kondisi cuaca ekstrem atau saat menghadapi blind spots (titik buta) yang disebabkan oleh hambatan fisik.1

Solusinya terletak pada Cooperative Perception (Persepsi Kooperatif). Sistem ini memanfaatkan komunikasi nirkabel (V2V—Vehicle-to-Vehicle) antara kendaraan dan node infrastruktur. Dengan mentransmisikan informasi secara real-time, sistem ini mengatasi titik buta dan mendeteksi rintangan sementara yang mungkin tidak terlihat oleh sensor tunggal.1 Inovasi ini, yang didukung oleh sistem fusi data canggih seperti filter Kalman yang disempurnakan (misalnya Cubature Kalman filter dan Unscented Kalman filter) 1, memastikan bahwa kendaraan otonom dapat mempertahankan stabilitas dan keselamatan bahkan ketika berinteraksi dengan perilaku HDV yang tidak terduga.

Pemodelan untuk Memprediksi Stabilitas

Untuk mengelola ketidakpastian dalam lalu lintas hibrida, para peneliti mengandalkan pemodelan canggih. Sebelum menerapkan sistem pengambilan keputusan, penting untuk memahami sifat data melalui tahapan Knowledge Discovery in Database (KDD), mulai dari pemahaman bisnis, persiapan data, pemodelan, evaluasi, hingga penyebaran.1

Analisis lalu lintas secara umum diklasifikasikan menjadi tiga model utama:

  • Model Mikroskopik: Model ini memberikan hubungan yang meyakinkan antara kendaraan, komuter, dan jaringan jalan secara individu. Ini sangat berguna untuk memahami interaksi langsung HDV dan CAV, misalnya melalui model car-following.1
  • Model Makroskopik: Berbeda dengan mikroskopik, model ini membangun hubungan matematis yang lebih luas menggunakan kepadatan dan aliran arus lalu lintas, mengabaikan karakteristik individu kendaraan.1
  • Model Mesoskopik: Model ini menjembatani celah di antara kedua model di atas, bekerja pada tingkat probabilitas distribusi untuk menjelaskan sifat lalu lintas.1

Dampak Kuantum CAV

Studi tentang lalu lintas hibrida menyoroti temuan penting: pengenalan CAV ke dalam aliran HDV konvensional terbukti dapat meningkatkan karakteristik kemacetan dan secara drastis mengurangi ketidakpastian.1 Model transmisi sel (CTM), misalnya, telah terbukti menjanjikan untuk memprediksi kecepatan dan kemacetan dalam skenario lalu lintas campuran.

Tantangan pengambilan keputusan dalam lalu lintas hibrida adalah perlombaan antara kecepatan data dan ketidakpastian perilaku manusia. Lalu lintas hibrida menghasilkan "ketidakpastian" (dari HDV, seperti ngebut atau pengereman mendadak) yang harus segera diatasi oleh "kepastian" (dari CAV dan sistem AI). Keputusan berbasis analisis data memerlukan waktu, tetapi lalu lintas yang heterogen menuntut pendekatan proaktif dan waktu nyata.1 Oleh karena itu, model AI dan CTM harus mampu memprediksi kesalahan manusia sebelum kesalahan tersebut mengganggu arus, yang menetapkan standar kredibilitas yang sangat tinggi bagi sistem.

 

Opini Jurnalistik: Biaya Inovasi dan Kritik Realistis

Meskipun kerangka ITS-IoT menjanjikan visi kota yang lebih cerdas dan hijau, implementasi teknologi ini di dunia nyata menghadapi tantangan yang perlu dikritisi secara realistis.

Jebakan Implementasi dan Keterbatasan

Implementasi ITS melibatkan penggunaan perangkat canggih yang mahal dan sensitif. Peralatan deteksi seperti pemrosesan citra video, radar gelombang mikro, dan radar laser sering kali sensitif terhadap gangguan cuaca buruk, bahkan vandalisme.1 Dilema implementasi muncul: solusi paling canggih (yaitu, yang paling andal dalam pengumpulan data) adalah yang paling sulit untuk dipertahankan dalam kondisi lingkungan yang keras.fd

Kritik Realistis: Jurang Kesenjangan Global

Salah satu kritik paling mendasar terhadap studi yang berfokus pada kerangka kerja kota pintar adalah masalah kesetaraan global. Lebih dari 90% kematian akibat kecelakaan jalan terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.1 Negara-negara ini adalah yang paling membutuhkan teknologi keselamatan canggih seperti ITS-IoT, namun mereka jugalah yang paling sulit mengimplementasikannya karena kendala biaya perangkat keras yang mahal dan kurangnya infrastruktur jaringan yang kuat.1

Jika studi dan implementasi ITS-IoT terus terfokus pada kota-kota metropolitan kaya, solusi ‘kota pintar’ ini berisiko memperlebar kesenjangan keselamatan, menciptakan dua kelas pengguna jalan: mereka yang dilindungi oleh teknologi prediktif AI dan mereka yang masih berhadapan dengan sistem usang.

Selain itu, keberhasilan ITS bergantung pada kepatuhan penuh pengguna jalan. Dalam skenario lalu lintas hibrida, ketidakpatuhan manusia (misalnya, overspeeding atau mengabaikan informasi rute) dapat dengan mudah mengganggu algoritma kontrol yang optimal, yang dirancang untuk kondisi ideal.1

Rekomendasi Jangka Panjang untuk Keberlanjutan

Keberlanjutan manajemen lalu lintas tidak hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang tata kelola dan perencanaan yang terintegrasi. Studi ini merekomendasikan empat pilar kinerja penting yang harus dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan:

  • Visi Tata Ruang (Land Use Visioning): Perlu adanya konsensus yang jelas mengenai alokasi lahan untuk infrastruktur penting (transportasi, taman, hunian) untuk memandu pengembangan kota di masa depan. Pendekatan ini memfasilitasi prediksi pertumbuhan masa depan.1
  • Perencanaan Transportasi Jangka Panjang: Keputusan hari ini mengenai infrastruktur transportasi harus diprioritaskan berdasarkan hasil komprehensif dari perencanaan jangka panjang, menggunakan metrik pengembalian investasi dan analisis manfaat-biaya. Ini penting untuk memastikan pendanaan yang memadai.1
  • Pemrograman Studi Koridor: Di kota pintar, studi koridor harus dilakukan secara independen dari perencanaan jangka panjang untuk memastikan jalan raya utama bebas hambatan, memiliki aksesibilitas penuh, dan mobilitas yang tepat bagi pengguna jalan, yang secara langsung berkontribusi pada manajemen lalu lintas yang lebih baik.1
  • Pemantauan Kinerja Lingkungan: Setiap proyek transportasi baru harus melalui penilaian lingkungan yang tepat sebelum konstruksi. Penilaian ini harus memastikan bahwa infrastruktur tidak menciptakan ancaman yang melanggar tujuan keberlanjutan. Pemantauan berkala terhadap infrastruktur yang sudah ada juga penting untuk mengukur tingkat kemacetan, polusi, dan faktor lain yang merugikan pembangunan kota pintar.1

 

Pernyataan Dampak Nyata dan Visi Nol Emisi

Membalikkan Tren Polusi dan Biaya

Kerangka ITS-IoT adalah mekanisme penting dalam membalikkan tren polusi yang mengancam keberlanjutan. Lalu lintas, terutama kemacetan, merupakan sumber utama polusi udara dengan emisi gas berbahaya seperti karbon dioksida, karbon monoksida, dan nitrogen oksida.1 Dengan memprediksi, mencegah, dan mengurai kemacetan (recurrent maupun non-recurrent), sistem ini mengurangi waktu kendaraan berada dalam mode idle (diam), yang merupakan penyumbang utama emisi.1

  • Target Nol Emisi dan Energi: Saat ini, lebih dari 50% bahan bakar yang diproduksi secara global dikonsumsi oleh industri transportasi.1 Kerangka ITS-IoT secara aktif mempromosikan penggunaan transportasi publik dan menganjurkan pembentukan zona emisi rendah karbon, secara langsung mengatasi masalah lingkungan.1
  • Pemulihan Waktu yang Hilang: Dengan kemampuannya untuk melakukan prediksi lalu lintas, mengurangi kemacetan, dan menyarankan rute alternatif, jam-jam yang hilang akibat kemacetan (seperti 338 jam per tahun di AS) dapat diminimalkan secara drastis.1 Efisiensi ini memulihkan produktivitas ekonomi yang sangat besar.

Proyeksi Dampak Jangka Menengah

Jika kerangka ITS-IoT ini diterapkan secara komprehensif di koridor transportasi utama kota-kota besar yang padat dan terintegrasi dengan kebijakan tata ruang yang ketat, temuan penelitian ini memiliki potensi untuk menghasilkan dampak signifikan:

  • Mengurangi kerugian ekonomi tahunan akibat waktu yang hilang dalam kemacetan hingga 40% dalam waktu lima hingga tujuh tahun. Pengurangan ini dicapai melalui optimalisasi sinyal adaptif, manajemen insiden waktu nyata, dan penyediaan rute alternatif yang didukung oleh AI, yang secara langsung menargetkan kemacetan berulang.
  • Menurunkan konsumsi bahan bakar di sektor logistik perkotaan sebesar 15% dalam waktu lima tahun. Efisiensi ini didorong oleh manajemen armada cerdas (yang berpotensi menghemat 9% dari total biaya operasional) 1 dan adopsi platooning truk otomatis, yang mengoptimalkan aliran kendaraan dan mengurangi hambatan aerodinamis.

 

Kesimpulan

Kota pintar masa depan membutuhkan pendekatan transportasi yang fleksibel, andal, dan terintegrasi dengan infrastruktur kecerdasan buatan mutakhir. Tantangan terbesar, yaitu kompleksitas dan heterogenitas lalu lintas campuran (HDV dan CAV), tidak dapat lagi diatasi dengan sistem sinyal tradisional yang kaku.1 Kerangka ITS-IoT yang diusulkan, yang didukung oleh sensor AI, pembelajaran mesin, dan komputasi awan, menawarkan jalan keluar yang terstruktur.

Kerangka ini tidak hanya memungkinkan prediksi hasil lalu lintas dan peramalan kemacetan, tetapi juga mendukung kebijakan pengambilan keputusan yang proaktif, menyederhanakan aktivitas perjalanan urban, dan secara aktif mempromosikan zona emisi rendah. Visi kota yang lebih layak huni dan ramah lingkungan kini berada di tangan para pembuat kebijakan yang harus berani berinvestasi dalam integrasi AI, ML, dan Cloud Computing untuk memutus rantai kelumpuhan transportasi dan memberikan kualitas hidup yang lebih baik bagi penduduk kota.

 

Sumber Artikel:

https://doi.org/10.3390/su15139859