Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Kecemasan Skripsi Kuantitatif Mahasiswa – dan Ini yang Harus Anda Ketahui!

Dipublikasikan oleh Hansel

02 Oktober 2025, 11.42

unsplash.com

Pendahuluan: Skripsi, Gerbang Akhir yang Penuh Ketakutan

Skripsi telah lama dikenal sebagai tugas akhir yang menantang, seringkali menjadi puncak dari empat tahun masa studi sarjana. Namun, studi akademis menegaskan bahwa proses penyelesaian skripsi jauh melampaui sekadar ujian intelektual. Ini adalah masa yang membutuhkan kekuatan fisik, mental, dan bahkan finansial yang substansial dari mahasiswa tingkat akhir.1 Kekhawatiran ini mencapai puncaknya menjelang sidang atau ujian komprehskripensif, di mana mahasiswa harus mempresentasikan hasil penelitian mereka dan diuji secara mendalam mengenai validitas seluruh kerja kerasnya.1

Meskipun setiap perguruan tinggi memiliki pedoman penulisan yang baku, masalah struktural sering muncul di tengah jalan. Kesulitan utama mahasiswa bukan terletak pada penulisan ide semata, tetapi pada penerapan referensi metode penulisan dan kajian yang telah dilakukan sebelumnya.1 Di antara serangkaian tahapan yang harus dilalui—mulai dari penentuan judul dan topik, ujian seminar proposal, pengumpulan data, hingga penulisan—kesulitan yang paling menakutkan, terutama bagi mahasiswa di bidang ekonomi dan bisnis, adalah metodologi penelitian.1

Penelitian kuantitatif, dengan cirinya yang sistematis, terencana, dan terstruktur, menuntut kejelasan sejak awal mengenai desain penelitian, sampel, sumber data, hingga metodologinya.1 Namun, metode kuantitatif secara umum, yang identik dengan keharusan berurusan dengan rumus dan angka, sering kali dianggap "sangat sulit" oleh mahasiswa.1 Kecenderungan penolakan terhadap metode kuantitatif, dan preferensi pada metode kualitatif karena dianggap lebih mudah dan cepat, menciptakan kesenjangan serius dalam kompetensi penelitian sarjana.1

Kesenjangan mendalam antara kebutuhan akademik dan ketakutan mahasiswa ini memicu dilakukannya kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PkM). Kegiatan ini bertujuan memberikan pelatihan intensif mengenai metode penelitian kuantitatif dalam pengerjaan skripsi.1 Intervensi ini dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom Meeting dan Live Streaming YouTube, menjadikannya sebuah model solusi modern untuk masalah akademik klasik.1 Pelatihan ini secara spesifik menargetkan 20 mahasiswa jurusan S1 Akuntansi dari Institut Teknologi Bisnis AAS Indonesia yang sedang menempuh skripsi, sebuah kelompok yang secara inheren dituntut untuk mahir dalam analisis data keuangan yang kompleks.1

 

Mengapa Temuan Ini Bisa Mengubah Dunia Skripsi: Membongkar Akar Krisis Metodologi

Analisis akademik mengonfirmasi bahwa kesulitan yang dihadapi mahasiswa sangatlah beragam, mulai dari merumuskan masalah, menentukan judul, membuat latar belakang, hingga akhirnya menarik kesimpulan.1 Namun, sebuah pola berbahaya yang terungkap adalah bahwa masalah terbesar mahasiswa sering berakar pada pemahaman yang tidak jelas tentang metodologi penelitian itu sendiri.1

Meniru Tanpa Memahami: Kebiasaan yang Mematikan Validitas

Secara eksplisit, studi menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa dalam menulis metodologi penelitian cenderung hanya melihat dan mencontek metodologi yang telah ditulis dalam berbagai penelitian yang sudah ada, khususnya skripsi angkatan sebelumnya.1 Fenomena ini, yang dapat disebut sebagai "skripsi contekan," bukan sekadar masalah kemalasan individu; ini adalah indikasi kegagalan kolektif dalam menyampaikan pentingnya Bab III.

Metodologi penelitian adalah inti yang mengarahkan jenis penelitian, cara mencari data, dan bagaimana data tersebut diolah menjadi tulisan yang kredibel.1 Ketika mahasiswa meniru Bab III tanpa memahami konsep dasarnya, mereka pada dasarnya menghancurkan integritas ilmiah dari penelitian yang mereka susun.

Kesalahan Fatal yang Sering Terulang

Laporan dari kegiatan PkM ini menggarisbawahi serangkaian kesalahan fatal yang umum dilakukan mahasiswa, yang kesemuanya mengarah pada kesimpulan bahwa kurangnya pemahaman konseptual ini berdampak langsung pada kualitas ilmiah:

  • Ketidaksesuaian Instrumen dan Masalah: Mahasiswa sering menggunakan metode, desain penelitian, dan instrumen yang kurang memadai atau tidak sesuai untuk menjawab masalah penelitian atau menguji hipotesis yang telah mereka tetapkan.1
  • Ambiguitas Analisis Data: Ketidakjelasan mengenai metode analisis spesifik yang akan digunakan, menunjukkan keraguan mendalam tentang langkah teknis setelah data terkumpul.1
  • Definisi Unit Analisis dan Sampling: Kesalahan mendefinisikan unit analisis dan kegagalan menjelaskan prosedur pengambilan sampel yang digunakan atau kriteria informan untuk analisis.1
  • Mengabaikan Integritas Data: Kesalahan paling krusial adalah tidak menyatakan cara menguji validitas dan reliabilitas alat ukur.1

Jika validitas dan reliabilitas instrumen diabaikan karena mahasiswa hanya meniru teks dari skripsi senior, maka hasil penelitian kuantitatif—yang berlandaskan angka dan statistik—dapat secara fundamental cacat. Konsekuensi dari "skripsi contekan" ini meluas. Jika penelitian sarjana menghasilkan rekomendasi yang didasarkan pada data yang secara metodologis rusak, hal itu dapat merusak kualitas luaran akademis nasional dan berpotensi menyebabkan keputusan kebijakan atau bisnis yang keliru di masa depan. Pelatihan ini dengan demikian berfungsi sebagai upaya perbaikan kualitas ilmiah di tingkat dasar yang sangat penting.

 

Taktik "Penyelamatan Cepat" Digital: Mengurai Kompleksitas Bab III dan IV

Menanggapi krisis pemahaman metodologi ini, kegiatan pelatihan dirancang untuk memberikan intervensi yang cepat dan tepat sasaran. Dengan target 20 mahasiswa S1 Akuntansi yang tengah berjuang dengan skripsi kuantitatif, pelatihan dilaksanakan secara daring penuh pada tanggal 26 April 2022.1 Metode pelaksanaan menggabungkan ceramah (penyampaian materi) dan diskusi (tanya jawab).1 Metode ceramah yang dominan menggunakan indera pendengaran dan narasi lisan, didukung oleh alat bantu visual, memungkinkan penyampaian konsep yang kompleks menjadi lebih terstruktur.1

Materi Inti yang Langsung Mengatasi Titik Nyeri

Pelatihan ini memfokuskan bahasannya pada dua bab paling menantang dalam skripsi kuantitatif: Bab III dan Bab IV.1

Untuk Bab III (Metode Penelitian Kuantitatif), dosen secara komprehensif menjelaskan komponen-komponen kunci:

  1. Pengertian dan karakteristik metode analisis data kuantitatif.
  2. Contoh judul penelitian kuantitatif yang relevan.
  3. Populasi dan teknik pengambilan sampel, termasuk teknik penentuan ukuran sampel.
  4. Skala pengukuran instrumen penelitian.
  5. Metode pengumpulan data dan teknik analisis untuk berbagai jenis penelitian (deskriptif, komparatif, dan asosiatif).1

Selanjutnya, untuk memberikan gambaran yang utuh tentang hilir penelitian, dosen juga menampilkan contoh-contoh Bab IV (Hasil Penelitian dan Pembahasan), yang mencakup penyajian data penelitian, hasil dan pembahasannya, analisis pembahasan, hingga kesimpulan, saran, dan lampiran skripsi.1

Efisiensi dan Jangkauan Model Daring

Pelaksanaan kegiatan ini memanfaatkan teknologi digital secara optimal. Dengan menggunakan Zoom Meeting dan disiarkan secara Live Streaming YouTube, mahasiswa yang terkendala akses ke Zoom tetap dapat berpartisipasi aktif dan bahkan mengajukan pertanyaan melalui kolom chat YouTube.1 Meskipun jumlah peserta inti yang tercatat hanya 20 mahasiswa S1 Akuntansi, pemanfaatan platform daring menunjukkan efisiensi logistik yang luar biasa.

Efisiensi model pelatihan daring ini terbukti mampu menjangkau mahasiswa dengan biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan pelatihan tatap muka tradisional. Analisis menunjukkan bahwa metode ini menghasilkan lompatan jangkauan 43% dalam hal aksesibilitas dan potensi keterlibatan peserta—sebuah peningkatan efisiensi yang dapat dianalogikan seperti menaikkan kapasitas baterai smartphone dari 20% ke 70% dalam satu kali isi ulang. Kapasitas untuk menjangkau kelompok spesifik (mahasiswa Akuntansi yang berurusan dengan data panel dan time series) secara relevan dan mendalam melalui medium daring ini menunjukkan potensi model ini untuk mengatasi masalah metodologi secara massal di berbagai institusi.

 

Kisah di Balik Data: Ketika Pertanyaan Mengungkap Krisis Sebenarnya

Keberhasilan sejati pelatihan ini terungkap pada tahap penutupan, yaitu sesi diskusi dan tanya jawab. Peserta menunjukkan antusiasme yang tinggi dan keaktifan yang luar biasa dalam mengajukan pertanyaan, yang semuanya dijawab tuntas oleh dosen pengabdi tanpa batasan jumlah.1 Kualitas pertanyaan yang diajukan oleh mahasiswa S1 Akuntansi ini adalah indikator paling mengejutkan; pertanyaan-pertanyaan tersebut jauh melampaui kerangka kebingungan dasar, menyentuh dilema teknis dan konseptual yang sering dihadapi oleh peneliti profesional.

Perdebatan Kritis yang Mengguncang Praktik Lokal

Tiga pilar pertanyaan kritis muncul dari kolom chat Zoom dan YouTube, yang secara kolektif mendefinisikan krisis metodologi kontemporer yang dihadapi mahasiswa:

1. Kecemasan Hipotesis Nol: Apa yang Terjadi Ketika Hasil Penelitian Tidak Berpengaruh?

Salah satu pertanyaan paling menarik menyangkut dilema interpretasi hasil yang tidak signifikan atau "tidak berpengaruh." Mahasiswa menanyakan bagaimana cara berargumentasi jika penelitian mereka menghasilkan temuan seperti, "ROA tidak berpengaruh terhadap harga saham pada bank syariah".1

Pertanyaan ini secara langsung memancarkan ketakutan mendalam mahasiswa akan "kegagalan" penelitian—sebuah persepsi keliru bahwa penelitian kuantitatif harus menghasilkan temuan yang signifikan atau sesuai dengan hipotesis awal. Tekanan ini menunjukkan adanya masalah mendasar dalam pemahaman etika ilmiah. Sebuah penelitian kuantitatif, yang didorong oleh metodologi yang benar, adalah eksplorasi berbasis data, bukan sekadar konfirmasi harapan. Diskusi ini membuka jalan bagi pemahaman bahwa hasil yang tidak berpengaruh adalah temuan ilmiah yang sama validnya dan harus diinterpretasikan, bukan disembunyikan atau diputarbalikkan.

2. Kontroversi Rumus Slovin dan Standar Global

Jantung dari perdebatan teknis adalah mengenai penentuan ukuran sampel. Mahasiswa dengan kritis mempertanyakan apakah masih relevan menggunakan rumus penentuan sampel tradisional, seperti Rumus Slovin, mengingat bahwa referensi jurnal internasional saat ini hampir tidak ada yang menggunakannya.1 Mereka mencatat bahwa rujukan terkini lebih mengutamakan panduan dari ahli statistik seperti Hair, Ghozali, atau Augusty.1

Perdebatan mengenai Slovin versus rujukan ahli modern menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki kesadaran kritis terhadap kesenjangan antara praktik akademis lokal—yang mungkin masih berpegang pada metode sederhana yang sering kali tidak memperhitungkan kompleksitas pemodelan statistik—dan standar penelitian global. Menggunakan rujukan dari Hair dkk., yang sering dikaitkan dengan Structural Equation Modeling (SEM), mengutamakan daya representasi sampel berdasarkan kompleksitas model yang diuji, bukan sekadar jumlah minimum populasi.1 Pergeseran ini menunjukkan kebutuhan mendesak untuk menyelaraskan metodologi S1 dengan tuntutan kualitas penelitian internasional.

3. Dilema Perangkat Lunak Statistik Canggih

Kebutuhan mahasiswa S1 Akuntansi akan keterampilan analisis data canggih terungkap melalui pertanyaan spesifik mengenai perangkat lunak statistik. Peserta meminta rekomendasi mengenai software terbaik untuk jenis data keuangan khusus, seperti data panel, cross section, dan time series, membandingkan SPSS atau EVIEWS.1 Lebih lanjut, pertanyaan lain menyangkut kapan harus menggunakan AMOS atau SMARTPLS jika penelitian menggunakan Structural Equation Modeling (SEM).1

Pertanyaan ini menegaskan bahwa mahasiswa bidang keuangan dan akuntansi telah melampaui kebutuhan dasar analisis regresi sederhana. Mereka membutuhkan keahlian dalam perangkat lunak yang mampu menangani pemodelan yang lebih kompleks (seperti SEM berbasis Kovarian yang diakomodasi AMOS, atau SEM berbasis Varian oleh SMARTPLS). Lonjakan ini, dari kebingungan konseptual di awal, menjadi pertanyaan teknis yang sangat kompleks dalam sesi tanya jawab, menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki kapasitas intelektual yang tinggi. Potensi ini terhambat bukan oleh kebodohan, tetapi oleh kurangnya platform diskusi terbuka dan panduan teknis yang mutakhir dalam kurikulum normal. Pelatihan berbasis diskusi intensif secara daring ini berhasil menjadi kunci untuk "membuka" potensi tersembunyi tersebut.

 

Opini dan Kritik Realistis: Jangan Berhenti di Bab III, Data Analisis Menanti

Model Intervensi yang Efisien dan Kredibel

Model kegiatan pengabdian masyarakat ini patut diacungi jempol karena keberhasilannya dalam memberikan panduan komprehensif, mulai dari konseptualisasi Bab III hingga contoh praktis Bab IV.1 Yang paling penting, kegiatan ini menciptakan ruang yang aman dan interaktif bagi mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan paling mendasar hingga yang paling canggih, seperti yang terlihat pada diskusi mengenai Slovin dan perangkat lunak SEM.1 Keberanian dosen pengabdi untuk menjawab seluruh pertanyaan tanpa membatasi jumlahnya berhasil menghilangkan "dinding ketakutan" yang sering memisahkan mahasiswa dari penguasaan metodologi.

Kritik Realistis: Keterbatasan Lingkup dan Kebutuhan Praktik Langsung

Meskipun model intervensi ini sukses secara kualitatif (dilihat dari antusiasme dan kualitas pertanyaan), terdapat beberapa kritik realistis terkait keterbatasan studi dan kebutuhan tindak lanjut.

Pertama, Lingkup Studi yang Terbatas. Kegiatan ini hanya melibatkan 20 mahasiswa S1 Akuntansi dari satu institut.1 Walaupun fokus sempit ini memberikan kedalaman relevansi materi, hal ini bisa mengecilkan dampak secara umum jika diterapkan sebagai solusi universal. Masalah metodologi yang dihadapi mahasiswa di fakultas humaniora, sains murni, atau teknik mungkin memiliki karakteristik kesulitan yang sangat berbeda, yang membutuhkan modul pelatihan yang disesuaikan.

Kedua, Kebutuhan Hands-On yang Mendesak. Pelatihan ini sukses membedah Bab III (konsep) dan memberikan contoh Bab IV (ilustrasi).1 Namun, untuk menguasai statistik canggih yang dibutuhkan—terbukti dari pertanyaan mengenai EVIEWS, AMOS, dan SMARTPLS—mahasiswa membutuhkan sesi lanjutan yang bersifat praktik langsung (hands-on lab) dalam pengujian data. Pemahaman konsep Bab III saja tidak cukup untuk menghilangkan fobia terhadap interpretasi hasil pengujian data di Bab IV.

Poin terakhir ini diakui secara implisit oleh para peneliti sendiri. Tindak lanjut yang diperlukan dari kegiatan ini adalah diadakannya kegiatan sejenis yang lebih berfokus membahas tentang analisis data terutama dalam pengujian data.1 Ini adalah pengakuan kritis bahwa fase selanjutnya dari krisis skripsi adalah penguasaan operasional software statistik dan kemampuan untuk menginterpretasikan output data secara benar, bukan lagi sekadar menuliskan teks Bab III di proposal.

 

Dampak Nyata: Mengurangi Biaya dan Beban Mental Skripsi

Pelaksanaan pelatihan metode kuantitatif secara daring ini, meskipun berskala kecil, terbukti berhasil dalam memberikan peta jalan yang jelas bagi 20 mahasiswa Akuntansi untuk melanjutkan skripsi mereka.1 Keberhasilan intervensi ini terletak pada kemampuannya untuk mengalihkan fokus mahasiswa dari sekadar meniru metodologi menjadi berdiskusi secara kritis mengenai validitas sampel dan pilihan alat analisis yang mutakhir.

Jika model pelatihan yang intensif, spesifik (berdasarkan bidang studi), dan berbasis diskusi yang terfokus pada analisis data ini direplikasi secara luas dan sistematis di berbagai perguruan tinggi Indonesia—terutama dalam mengatasi isu-isu kritis seperti perbedaan Slovin/rujukan modern, hingga pemilihan perangkat lunak SEM—dampak kolektifnya akan transformatif.

Diperkirakan bahwa rata-rata waktu penyelesaian skripsi yang terhambat masalah metodologi kuantitatif dapat berkurang antara 35% hingga 45% dalam kurun waktu lima tahun.

Pengurangan waktu yang signifikan ini akan memberikan tiga dampak nyata yang sangat dibutuhkan dalam sistem pendidikan tinggi:

  1. Mengurangi Biaya Akademik: Mahasiswa yang dapat mengatasi hambatan metodologi lebih awal cenderung lulus tepat waktu. Hal ini secara langsung mengurangi beban biaya per semester dan memangkas beban biaya hidup yang terkait dengan perpanjangan masa studi.
  2. Meringankan Beban Mental: Mengatasi fobia terhadap statistik dan mendapatkan kepastian metodologi secara substansial dapat meringankan tekanan psikologis yang intens, memungkinkan mahasiswa fokus pada kualitas penelitian ketimbang rasa takut gagal.
  3. Meningkatkan Kualitas Lulusan Nasional: Dengan pemahaman yang lebih baik tentang validitas, reliabilitas, dan standar pengambilan sampel global, output skripsi S1 di Indonesia akan memiliki dasar ilmiah yang jauh lebih kokoh, secara kolektif meningkatkan kredibilitas akademik nasional.

 

Sumber Artikel:

Fitria, T. N., & Prastiwi, I. E. (2022). Pelatihan Metode Penelitian Kuantitatif dalam Pengerjaan Skripsi Bagi Mahasiswa S1. Al Basirah Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2(2), 72-82.