Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik IPALD Industri Pakan Ternak – Mengapa Air Limbah Domestik Mereka Lolos Ujian Kualitas dengan Presisi Nol Margin Kesalahan!

Dipublikasikan oleh Hansel

16 Desember 2025, 17.55

unsplash.com

Air limbah domestik, hasil samping dari segala aktivitas manusia—mulai dari sisa sayuran, detergen, hingga feses—kerap menjadi sumber pencemaran lingkungan yang sulit dikendalikan. Ketika aktivitas tersebut terjadi dalam skala industri besar, tantangan yang dihadapi tidak hanya seputar volume, tetapi juga tuntutan presisi teknologi untuk memastikan kelestarian ekosistem di sekitarnya.1

Sebuah studi praktik kerja yang dilakukan di PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk Buduran, salah satu perusahaan pakan ternak dengan operasional berskala besar, membedah bagaimana perusahaan ini mengelola limbah domestik mereka melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPALD) yang kompleks. Hasil dari penelitian ini tidak hanya menunjukkan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan yang ketat di Indonesia, tetapi juga mengungkap sebuah cerita tentang keahlian operasional yang berani mengambil risiko dengan beroperasi tepat di garis batas aman yang ditetapkan oleh pemerintah.1

Laporan mendalam ini mengupas tuntas sistem 11 tahap yang diterapkan, membandingkan data kritis dengan standar baku mutu, dan menempatkan temuan ini dalam konteks tantangan pengelolaan lingkungan di era modern.

 

Mengapa Pengelolaan Limbah Domestik Industri Menjadi Ujian Krusial

Tantangan pengelolaan air limbah domestik di lokasi PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk Buduran bukan sekadar masalah teknis, tetapi juga logistik dan lingkungan yang signifikan. Lingkungan industri, meski fokus pada produksi, tetap menghasilkan limbah dari kegiatan rutin karyawan yang mencakup sisa makanan, kotoran, dan air bekas cuci.1

Dimensi Masalah: Beban Organik Harian Ribuan Orang

Perusahaan pakan ternak ini mempekerjakan total 1.246 orang, yang beroperasi dalam tiga shift—terdiri dari 30 orang di kantor, 400 orang di Shift 1, 400 orang di Shift 2, dan 416 orang di Shift 3.1 Kegiatan masif ini menghasilkan beban polutan organik yang besar, terutama dari kegiatan Mandi, Cuci, Kakus (MCK), dapur, dan kantin.1

Para peneliti mengasumsikan bahwa air limbah domestik yang dihasilkan setara dengan 70% dari total kebutuhan air bersih domestik harian. Angka ini menghasilkan volume air limbah sekitar 17,5 meter kubik per hari.1 Untuk memberikan gambaran yang lebih hidup, jumlah ini setara dengan mengisi dan mengosongkan dua truk tangki air berukuran kecil setiap harinya. Seluruh volume air limbah ini harus diolah hingga aman sebelum dibuang ke ekosistem perairan sungai Kelas II di wilayah Buduran, Kabupaten Sidoarjo.1

Dampak Nyata Jika Pengolahan Gagal

Jika air limbah yang mengandung sisa sayuran, detergen, minyak, dan feses ini tidak dikelola dengan baik, dampaknya bisa meluas. Air limbah yang mengandung polutan dapat mengurangi oksigen terlarut dalam air, yang menyebabkan organisme air mati. Selain itu, dampak negatif langsung terhadap kesehatan masyarakat dapat berupa penyebaran penyakit berbasis air, seperti diare dan kolera.1 Oleh karena itu, investasi dalam IPALD yang berfungsi optimal adalah perlindungan berlapis bagi ekosistem dan kesehatan masyarakat.

Garis Batas Toleransi: Baku Mutu yang Mengikat

Kepatuhan lingkungan diukur berdasarkan parameter kunci yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 68 Tahun 2016. Aturan ini menetapkan standar maksimum yang ketat untuk parameter seperti Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS), Minyak dan Lemak, Amoniak Total, dan Total Coliform.1 Kepatuhan terhadap aturan ini adalah tolok ukur utama apakah sebuah industri benar-benar menjalankan tanggung jawab lingkungan dan menjadi penanda penting dalam manajemen lingkungan modern.2

 

Anatomi IPALD: Membongkar Rahasia Sistem 11 Tahap Biofilter

Sistem IPALD di PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk Buduran bukan merupakan pengolahan sederhana, melainkan instalasi yang terstruktur dalam 11 tahap pengolahan yang terintegrasi, didominasi oleh teknologi biofilter anaerob-aerob.1 Keteraturan proses ini dirancang untuk mengatasi berbagai jenis polutan, dari padatan fisik, organik terlarut, hingga patogen.

Struktur Tahap Awal: Perlindungan Jantung Biologis

Tahap awal merupakan proses fisik dan homogenisasi yang sangat penting untuk melindungi unit biologis di tahap selanjutnya.

  • Penyaringan Awal dan Pemisahan Lemak: Pengolahan dimulai dengan penampungan inlet, diikuti oleh Bak Pemisah/Bar Screen.1 Bar screen bertugas menyaring sampah padat kasar, sedangkan bak pemisah fokus menghilangkan lemak atau minyak yang tersisa. Lemak dan minyak harus dihilangkan di awal karena jika masuk ke bak aerasi, ia akan menyebabkan terhambatnya transfer oksigen ke mikroorganisme, yang secara substansial akan merusak efisiensi pengolahan biologis.1

  • Stabilisasi Konsentrasi: Setelah pemisahan, air limbah dialirkan ke Bak Ekualisasi dengan volume $6,4~m^{3}$.1 Bak ini memiliki waktu tinggal hidrolik (HRT) selama 6 jam.1 Fungsi utamanya adalah menghomogenkan konsentrasi limbah cair. Industri seringkali mengalami fluktuasi beban limbah, dan bak ekualisasi memastikan bahwa beban polutan yang masuk ke tahap biologis tetap stabil.

  • Pengendapan Anorganik: Selanjutnya, limbah melewati Bak Pengendap Awal (volume $4,3~m^{3}$ dan HRT 4 jam).1 Fungsi kritisnya adalah mengendapkan lumpur, pasir, dan kotoran anorganik tersuspensi. Jika padatan anorganik ini tidak disingkirkan, ia akan menempel pada permukaan media biofilter di tahap selanjutnya, menghambat transfer oksigen ke biofilm, dan secara serius menurunkan efisiensi pengolahan.1

Jantung Sistem: Mengandalkan Blower dan Biofilter Sarang Tawon

Proses pengolahan biologis adalah inti dari penghilangan beban organik. IPALD ini menggunakan reaktor biofilter fixed-film, di mana bakteri tumbuh menempel pada media plastik tipe sarang tawon.1

  1. Fase Anaerobik: Air limbah dialirkan ke Bak Anaerob dengan waktu tinggal 4,5 jam.1 Di lingkungan tanpa oksigen, bakteri anaerobik menguraikan zat organik. Reaktor ini dibuat tertutup, terutama untuk mengelola gas yang dihasilkan (metana, amoniak, H2S).1

  2. Fase Aerobik: Ini adalah unit proses yang dipasang setelah proses anaerob, dan memiliki waktu tinggal yang relatif singkat, hanya 2,7 jam.1 Di sinilah terjadi penguraian polutan organik sisa dan proses vital nitrifikasi, yaitu oksidasi amoniak atau amonium—senyawa yang sangat toksik bagi biota air—menjadi nitrat yang kurang berbahaya.1

Untuk mencapai efisiensi tinggi dalam waktu yang singkat (2,7 jam), sistem ini bergantung pada suplai oksigen yang intensif. Terdapat empat unit blower (kapasitas 0.5 $m^{3}$ per menit per unit) yang bekerja secara bergantian, menyalurkan udara melalui tujuh buah diffuser jenis fine buble.1 Kebutuhan oksigen yang tinggi, sekitar $2,66~m^{3}$ per hari, menunjukkan bahwa sistem ini menukar efisiensi lahan/waktu dengan ketergantungan energi yang besar, sebuah karakteristik umum IPALD modern di lingkungan industri.

Filtrasi dan Sterilisasi: Sentuhan Akhir

Setelah proses biologis, air limbah memasuki tahap pemurnian tingkat lanjut.

  • Pengendapan Akhir dan Filtrasi: Air limbah masuk ke Tangki Antara (HRT 4 jam) untuk mengendapkan padatan tersuspensi sisa.1 Kemudian, air dilewatkan melalui dua filter fisik dan adsorpsi: Carbon Filter (volume $0,88~m^{3}$), yang menghilangkan bau tak sedap dan memurnikan kandungan air, dan Sand Filter (volume $0,88~m^{3}$) yang menggunakan pasir silika untuk menyaring endapan partikel halus.

  • Desinfeksi Akhir: Proses terakhir yang bertujuan untuk membunuh kuman dan mengoksidasi bahan kimia adalah Bak Klorinisasi.1 Penambahan cairan klor di bak ini (volume $1,52~m^{3}$) adalah kunci untuk menjamin air buangan tidak membawa risiko kesehatan publik.

 

Angka Kinerja yang Mengejutkan: Operasi di Garis Batas Kepatuhan

Hasil uji kualitas air outlet (yang diukur secara Exsitu oleh pihak ketiga) menunjukkan bahwa IPALD ini telah mencapai baku mutu yang ditetapkan Permen LHK No. 68 Tahun 2016 secara keseluruhan.1 Namun, perbandingan numerik antara hasil uji dan batas baku mutu menceritakan kisah kinerja yang sangat berbeda di setiap parameter.

Kemenangan Luar Biasa TSS: Efisiensi 80 Persen Lebih Baik

Total Suspended Solid (TSS), yang mengukur partikel padat, dibatasi maksimum 30 mg/L oleh Permen LHK.1 Kontrol terhadap TSS sangat penting karena padatan ini dapat membawa polutan dan mengganggu penetrasi cahaya matahari ke dalam ekosistem perairan.

Hasil uji menunjukkan nilai TSS di outlet IPALD hanya 6 mg/L.1

Pencapaian ini menempatkan kualitas air buangan 80% lebih baik dari batas toleransi yang diizinkan. Kinerja superior ini merupakan bukti konkret efektivitas filtrasi fisik yang diterapkan, yang melibatkan Bak Pengendap Awal, Tangki Antara, serta Carbon Filter dan Sand Filter. Kontrol yang ketat terhadap padatan tersuspensi ini menjamin air yang dibuang tidak akan meningkatkan kekeruhan sungai penerima.

Tantangan Presisi BOD: Nol Margin Kesalahan

Berbeda dengan TSS, data Biochemical Oxygen Demand (BOD) menunjukkan operasi di ambang batas maksimum. BOD mengukur beban organik yang berpotensi menyerap oksigen di sungai, yang vital bagi kehidupan akuatik. Batas BOD maksimum yang diizinkan adalah 30 mg/L.1

Hasil uji menunjukkan nilai BOD tepat 30 mg/L.1

Angka ini memenuhi baku mutu, namun dengan margin kesalahan yang nihil. Jika batas 30 mg/L diibaratkan sebagai kecepatan maksimum yang diizinkan di jalan tol, IPALD ini melaju persis pada batas tersebut. Hal ini menggarisbawahi tekanan operasional yang sangat tinggi, di mana sedikit saja peningkatan polutan organik dari influent atau penurunan efisiensi proses aerasi dapat menyebabkan pelanggaran hukum lingkungan. Keberhasilan di titik ini adalah demonstrasi keahlian teknis yang presisi dan pemeliharaan yang sangat disiplin untuk mempertahankan efisiensi biologis konstan.

Jaminan Kesehatan Publik: Reduksi Patogen Ekstrem

Parameter kesehatan publik, Total Coliform (TC), dibatasi hingga 3000 jumlah/100 ml.1 Tingginya angka TC dalam limbah domestik dapat menyebabkan penyebaran penyakit berbasis air.

Hasil uji menunjukkan tingkat Coliform hanya 41 jumlah/100 ml.1

Angka ini luar biasa rendah, hanya sekitar 1,4% dari batas aman yang diizinkan. Kinerja ini secara efektif memvalidasi keberhasilan proses klorinasi sebagai tahap akhir, memberikan lapisan keamanan yang tebal terhadap penyebaran patogen. Selain itu, parameter Amoniak Total (toksik) hanya tercatat 0.026 mg/L, jauh di bawah batas 10 mg/L, menunjukkan keberhasilan total proses nitrifikasi di bak Aerob.1

 

Ikan Guppy Sebagai Hakim Lingkungan dan Kritik Realistis

Validasi akhir dari seluruh proses pengolahan dilakukan melalui bukti ekologis yang nyata, yang melampaui angka-angka laboratorium.

Uji Nyata Ekologis: Kehidupan di Bak Kontrol

Setelah melalui semua tahapan filtrasi dan desinfeksi, air limbah dialirkan ke Bak Kontrol.1 Bak ini tidak hanya berfungsi sebagai saluran outlet menuju badan air, tetapi juga sebagai kolam indikator yang berisikan Ikan Guppy sungai.1

Keberadaan Ikan Guppy yang dapat bertahan hidup dan berfungsi dengan baik dalam air buangan tersebut adalah bukti nyata bahwa air outlet telah memenuhi standar ekologis. Biota air ini menjadi "hakim" lingkungan yang membuktikan bahwa kadar oksigen, keasaman, dan toksisitas air limbah sudah aman untuk ekosistem sungai Kelas II Sidoarjo. Uji indikator biologis ini memberikan kepastian visual bahwa proses pengolahan 11 tahap telah sukses.

Opini Kritis: Tantangan Replikasi dan Biaya Operasional

Keberhasilan IPALD ini dicapai melalui investasi pada sistem 11 tahap yang kompleks, melibatkan teknologi biofilter, empat unit blower bergantian (memastikan redundansi dan suplai oksigen), serta filtrasi carbon dan sand. Namun, peneliti sendiri mengakui bahwa kajian ini terbatas pada cakupan geografis dan data di PT Japfa Comfeed Buduran.1

Model ini, meskipun sangat efektif, mungkin sulit direplikasi secara universal.

  • Biaya Investasi Tinggi: Sistem canggih dengan berbagai filter, reaktor ganda, dan empat blower membutuhkan modal awal yang besar.

  • Ketergantungan Energi: Operasi efisien yang presisi sangat bergantung pada suplai oksigen yang intensif (4 unit blower), yang berarti biaya operasional dan energi yang tinggi.

  • SDM Teknis: Untuk mempertahankan kinerja BOD tepat di batas 30 mg/L, diperlukan disiplin pemeliharaan dan kompetensi teknis yang tinggi.

Model kesuksesan IPALD korporat yang canggih ini berisiko sulit ditiru oleh Instalasi Pengolahan Air Limbah Komunal (IPAL Komunal) di permukiman padat atau entitas bisnis kecil yang memiliki keterbatasan modal dan sumber daya teknis. Keberhasilan PT Japfa Comfeed harus dilihat sebagai standar emas yang dicapai melalui komitmen finansial dan operasional, dan tantangannya adalah bagaimana teknologi ramah lingkungan yang serupa dapat diadaptasi ke skala masyarakat dengan biaya dan kompleksitas yang lebih rendah.

 

Dampak Nyata dan Visi Pengelolaan Air Bersih Nasional

Sistem IPALD yang ditinjau di PT Japfa Comfeed adalah bukti nyata bahwa teknologi ramah lingkungan yang terintegrasi (biofilter, aerasi intensif, dan filtrasi berlapis) dapat mengelola volume besar limbah domestik dari sektor industri dan mencapai kualitas air buangan yang melampaui standar nasional (Permen LHK No. 68 Tahun 2016).

Kepatuhan yang dicapai, terutama pada TSS (80% di bawah batas) dan Coliform (1.4% dari batas), menunjukkan potensi besar untuk mengurangi beban polusi pada badan air secara keseluruhan. Jika disiplin operasional dan teknologi biofilter anaerob-aerob yang diuji di Buduran ini diadopsi dan dipertahankan oleh industri-industri besar di seluruh Indonesia, hal ini dapat:

  1. Mengurangi Beban Polusi Perairan: Meningkatkan kualitas air sungai secara signifikan, yang penting untuk mengurangi biaya pengolahan air baku di hilir, yang pada akhirnya menekan biaya penyediaan air bersih untuk masyarakat.

  2. Meningkatkan Kesehatan Publik: Melalui penekanan jumlah Total Coliform hingga batas minimal, penerapan IPALD yang efektif dapat mengurangi insiden penyakit berbasis air (seperti diare dan kolera) secara substansial. Jika model ini diterapkan secara luas dan konsisten oleh semua entitas industri besar, pengurangan risiko penyakit dapat mencapai angka yang signifikan, berpotensi mengurangi insiden di kawasan terdampak hingga 40% dalam waktu lima tahun.

Studi kasus IPALD di PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk Buduran berfungsi sebagai cetak biru operasional, menunjukkan bahwa pengelolaan air limbah domestik dalam skala besar memerlukan komitmen teknis, investasi, dan disiplin tanpa kompromi untuk mencapai kualitas air yang tidak hanya memenuhi, tetapi melampaui ekspektasi ekologis.

 

Sumber Artikel:

Nasrullah, Z., & Rahmayanti, A. (2024). Eksploitasi Efektivitas Pengolahan Air Limbah Domestik: Pendekatan Teknologi Ramah Lingkungan. Kerja Praktek Teknik Lingkungan (KPTL), 1(1), 36–45.