Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik IPAL Industri Rokok Indonesia – dan Mengapa Air Sungai Kita Selamat!

Dipublikasikan oleh Hansel

16 Desember 2025, 20.58

wint.ai

1. PROLOG: PERTARUNGAN SUNYI ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KUALITAS AIR NASIONAL

Industri rokok di Indonesia selalu berada di persimpangan dilema besar: di satu sisi, sektor ini adalah raksasa ekonomi yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara melalui cukai dan menciptakan jutaan lapangan kerja, mulai dari petani tembakau hingga pekerja pabrik.1 Pertumbuhan industri ini didorong oleh posisi Indonesia sebagai negara dengan konsumsi rokok tertinggi kelima di dunia, yang menjamin permintaan pasar yang tak pernah surut.1

Namun, di sisi lain, operasi skala besar industri ini menciptakan bayangan lingkungan yang gelap, terutama dalam bentuk limbah cair. Penelitian dan analisis terbaru menunjukkan bahwa proses produksi tembakau menghasilkan air limbah yang mengandung "koktail" polutan berbahaya yang sangat pekat.1 Polutan utama yang menjadi perhatian serius meliputi Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS), serta senyawa spesifik industri seperti fenol dan ketidakseimbangan pH.1

Jika dibuang tanpa pengolahan yang memadai, limbah ini memiliki potensi merusak yang luar biasa pada ekosistem perairan. Oleh karena itu, studi tentang Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) industri rokok menjadi sangat penting. Ini bukan sekadar laporan teknis, melainkan dokumentasi pertarungan teknologi dan kebijakan untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak datang dengan mengorbankan kualitas air nasional.

Panggilan Kepatuhan Regulasi di Garis Depan

Di Indonesia, komitmen terhadap lingkungan diikat kuat oleh regulasi. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 mewajibkan setiap pelaku usaha yang menghasilkan limbah cair untuk mengolahnya, baik untuk dimanfaatkan kembali maupun untuk dibuang sesuai standar.1 Lebih lanjut, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 5 Tahun 2021 mengatur tata cara pembuangan limbah ke badan air permukaan, menegaskan bahwa perusahaan wajib memiliki Persetujuan Teknis (Pertek) dan Surat Kelayakan Operasional (SLO) sebelum membuang limbah ke sungai.1

Kajian analitis ini mengevaluasi bagaimana IPAL industri rokok menjalankan mandat ini, terutama karena kompleksitas dan tingkat kekeruhan limbah awal mereka. Industri ini harus mampu mengelola air limbah domestik dari aktivitas kantor dan mess karyawan, yang diolah secara terintegrasi dengan limbah operasional dari pencucian peralatan dan blowdown boiler.1 Pencapaian baku mutu integrasi menjadi tantangan teknis dan manajerial yang harus diatasi dengan sistem pengolahan multi-tahap yang canggih.1

 

2. MENGAPA TEMUAN INI MENGUNGKAP KRISIS POLUSI SUPER

Para peneliti yang menganalisis karakteristik air limbah mentah (influent) dari industri rokok menemukan bahwa tingkat pencemaran awal yang masuk ke sistem pengolahan berada pada skala yang ekstrem. Data hasil uji laboratorium menunjukkan betapa berat beban yang harus ditanggung oleh IPAL sebelum air tersebut bisa dikembalikan ke lingkungan.

Limpah yang Sepuluh Kali Lebih Berbahaya

Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) adalah indikator krusial yang menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik dalam air limbah, sehingga mencerminkan tingkat polusi organik secara menyeluruh.1

Data awal menunjukkan tingkat COD yang masuk ke IPAL tercatat sebesar $1070~mg/L$.1 Angka ini sangat mengejutkan jika dibandingkan dengan standar Baku Mutu Integrasi yang diizinkan untuk dibuang ke badan air, yaitu $109,41~mg/L$.1

Analisis menunjukkan bahwa limbah cair mentah industri rokok memiliki tingkat polusi COD hampir sepuluh kali lipat dari batas aman yang ditentukan regulasi nasional.

  • Analogi yang Menghidupkan Data: Bayangkan IPAL adalah sebuah mesin filtrasi yang bertugas membersihkan air lumpur yang keruh. Jika baku mutu mensyaratkan tingkat kekeruhan seperti air cucian beras, maka IPAL industri rokok ini menerima air yang pekat seperti adonan semen. Tingkat COD yang $1070~mg/L$ menunjukkan bahwa IPAL harus bekerja jauh lebih keras untuk memurnikan "adonan" polusi yang kelewat batas ini.

Beban pencemaran tidak hanya pada COD. Biological Oxygen Demand (BOD), yang mengukur oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk mengurai bahan organik, tercatat $324,4~mg/L$.1 Angka ini jauh melampaui baku mutu $44,12~mg/L$.1 Tingginya BOD (sekitar tujuh kali lipat dari batas aman) berarti jika limbah ini dibuang langsung ke sungai, ia akan menyedot oksigen terlarut dari perairan secara cepat. Konsekuensinya adalah dead zone lokal, yang memicu kematian biota air dalam waktu singkat karena kekurangan oksigen.1

Selain itu, Total Suspended Solid (TSS)—partikel padat yang melayang dalam air—mencapai $120~mg/L$, dua belas kali lipat dari baku mutu $10~mg/L$.1 Partikel ini tidak hanya merusak estetika air, tetapi juga berfungsi sebagai pengangkut bahan organik berbahaya.1

Ancaman Toksisitas Senyawa Khusus

Tantangan yang dihadapi IPAL ini bersifat ganda: mengurangi polusi massal (BOD/COD/TSS) sekaligus menetralkan polutan spesifik yang toksik. Limbah industri rokok diketahui mengandung Fenol ($C_{6}H_{5}-OH$), senyawa monohidroksida yang bersifat racun dan berpotensi menumpuk (bioakumulasi) di dalam tubuh biota air jika dikonsumsi.1 Meskipun kadar Fenol dalam air limbah awal tergolong rendah ($0,0103~mg/L$ dibandingkan Baku Mutu $0,50~mg/L$), potensi risiko jangka panjang Fenol dalam rantai makanan adalah hal yang membuat proses pengolahan harus diperhatikan dengan serius.1

Studi ini secara jelas menunjukkan bahwa air limbah yang dihasilkan oleh industri rokok memiliki tingkat pencemaran yang tinggi, memerlukan serangkaian tahapan pengolahan yang kompleks dan terintegrasi untuk mencapai standar aman.1

 

3. TUJUH TAHAP PEMBERSIHAN: KRONIK INOVASI INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN

Untuk menjinakkan air limbah yang memiliki COD hampir $1070~mg/L$, industri ini mengandalkan sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) berkapasitas $500~m^{3}$ per hari, yang mengolah debit limbah harian sebesar $345,02~m^{3}$.1 Proses ini adalah urutan pertahanan teknis yang cermat, memastikan setiap polutan ditargetkan dengan metode pengolahan yang paling efektif.

Pondasi Pengolahan: Menjinakkan Fluktuasi

Langkah awal pengolahan adalah menstabilkan limbah yang masuk. Limbah dari berbagai sumber, baik domestik (kantor, mushola, pantry) maupun operasional (pencucian mesin, blowdown boiler), ditampung sementara di Bak Pengumpul (Collecting Tank) melalui aliran gravitasi.1

Langkah kritis selanjutnya adalah Bak Ekualisasi (Buffer Tank). Air limbah industri seringkali mengalami fluktuasi mendadak baik dalam volume (kuantitas) maupun kepekatan polutan (kualitas). Bak Ekualisasi berfungsi menyeimbangkan aliran dan beban limbah, memastikan homogenisasi karakteristik air sebelum memasuki proses kimia dan biologi.1 Stabilisasi ini merupakan pra-syarat mutlak. Tanpa bak ekualisasi, variasi mendadak dalam kepekatan COD atau pH dapat membuat proses koagulasi menjadi tidak efektif, atau yang lebih buruk, meracuni mikroorganisme di tahapan biologis berikutnya.

Pertahanan Fisika-Kimia: Pemisahan Partikel Berat

Setelah homogenisasi, air limbah memasuki tahapan kimia yang bertujuan untuk mengikat dan mengendapkan padatan dan koloid.

  1. Koagulasi - Flokulasi: Proses dimulai dengan injeksi bahan kimia (koagulan seperti PAC dan flokulan seperti Rectafloc) yang diikuti dengan pengadukan cepat.1 Koagulasi mendestabilisasi partikel koloid bermuatan, sementara flokulasi mendorong partikel-partikel kecil yang bermuatan tidak stabil ini untuk bertumbukan, menyatu, dan membentuk gumpalan yang lebih besar yang disebut flokulan atau flok.1

  2. Clariflocculator / Clarifier: Flok yang terbentuk kemudian dialirkan ke Clarifier, di mana proses pengendapan terjadi secara gravitasi karena perbedaan massa jenis.1 Unit ini secara spesifik menargetkan penghilangan padatan tersuspensi (TSS) melalui mekanisme sedimentasi.1

Pada tahap gabungan Clariflocculator/Clarifier ini, terjadi keberhasilan signifikan dalam menurunkan beban polusi. Analisis menunjukkan bahwa unit ini mampu menghilangkan beban COD dan TSS hingga 60%.1 Artinya, COD yang semula $1070~mg/L$ berhasil dikurangi menjadi $428~mg/L$, dan TSS berkurang dari $120~mg/L$ menjadi $72~mg/L$.1 Meskipun pengurangan 60% ini merupakan lompatan efisiensi yang luar biasa, air limbah yang keluar dari tahap ini ($428~mg/L$ COD) masih jauh melampaui batas aman, menandakan perlunya intervensi lanjutan yang radikal.

 

4. MENIUP GELEMBUNG KE DALAM MASALAH: PERAN VITAL DAF

Intervensi radikal yang dibutuhkan datang dalam bentuk Dissolved Air Flotation (DAF). DAF adalah unit pertahanan lapis kedua yang sangat penting, terutama untuk limbah yang kaya akan senyawa organik non-larut atau ringan, seperti minyak dan lemak.

DAF: Pelindung Biologis IPAL

Unit Dissolved Air Flotation (DAF) bekerja berdasarkan prinsip flotasi, yaitu pembentukan gelembung udara mikro yang diinjeksikan ke dalam air limbah.1 Gelembung-gelembung ini menempel pada polutan (padatan halus, minyak, dan lemak), menyebabkannya terapung ke atas permukaan untuk kemudian disisihkan menggunakan skimmer.1

Peran DAF dalam skema pengolahan limbah rokok ini adalah game-changer yang sering terlewatkan. Data menunjukkan DAF mencapai efisiensi tinggi, menghilangkan 85% dari Minyak dan Lemak.1

  • Implikasi Fungsional: Jika minyak dan lemak ini tidak dihilangkan secara tuntas, mereka akan membentuk lapisan tipis di permukaan media di unit Trickling Filter, mengurangi konsentrasi oksigen terlarut, dan secara efektif "mencekik" mikroorganisme yang bertugas mengurai sisa polutan di tahap biologis.1 Oleh karena itu, efisiensi 85% DAF adalah pelindung biologis yang vital, memastikan tahapan selanjutnya dapat bekerja secara optimal.

Selain itu, DAF memberikan kontribusi signifikan dalam mengurangi sisa beban organik: unit ini mengurangi BOD, COD, dan TSS sebesar 50% dari beban yang masuk.1 Beban COD berhasil diturunkan lagi dari $428~mg/L$ menjadi $214~mg/L$, dan BOD turun dari $324,4~mg/L$ (influent awal) menjadi $162,2~mg/L$ setelah melewati DAF.1 Meskipun beban polutan telah berkurang drastis berkat teknologi fisika-kimia, air limbah masih belum aman untuk dibuang.

 

5. PAHLAWAN SEJATI: BAGAIMANA MIKROORGANISME MENCAPAI KEPATUHAN 85%

Puncak dari proses pengolahan limbah industri rokok berada pada tahap biologis, di mana mikroorganisme mengambil peran sebagai pahlawan sejati dalam mencapai kepatuhan regulasi lingkungan.

Trickling Filter: Ujung Tombak Pemurnian Biologis

Air limbah yang kini lebih jernih dan bebas dari padatan berat serta minyak dialirkan ke Trickling Filter (TF).1 Unit ini memanfaatkan sistem biofilter dengan Attached Growth System, di mana air limbah disebarkan di atas tumpukan media filter (kerikil atau material lainnya).1 Di permukaan media tersebut, terbentuklah lapisan biofilm yang terdiri dari mikroorganisme. Senyawa organik terlarut yang tersisa di dalam polutan akan diurai oleh mikroorganisme ini saat terjadi kontak air dengan media.1

Keberhasilan sistem multi-tahap ini terbukti sangat menentukan di unit Trickling Filter:

  • Lompatan Efisiensi BOD 85%: Trickling Filter mencapai efisiensi removal BOD sebesar 85%.1 Beban BOD yang masuk ke TF adalah $162,2~mg/L$ (setelah DAF), dan berhasil diturunkan menjadi hanya $24,33~mg/L$.1

  • Lompatan Efisiensi COD 70%: Sementara itu, efisiensi removal COD mencapai 70%, menurunkan beban sisa dari $214~mg/L$ menjadi $64,2~mg/L$.1

Pencapaian Final: Air Aman ke Badan Air Permukaan

Pencapaian ini sangat fenomenal karena kedua parameter kunci kini secara meyakinkan telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah:

  1. BOD $24,33~mg/L$ berada jauh di bawah Baku Mutu $44,12~mg/L$.

  2. COD $64,2~mg/L$ berada di bawah Baku Mutu $109,41~mg/L$.

  • Analogi Kepatuhan: Lompatan efisiensi di Trickling Filter, khususnya pengurangan COD dari tingkat krisis $1070~mg/L$ menjadi $64,2~mg/L$—yang merupakan pemurnian total lebih dari $94\%$—setara dengan menaikkan baterai ponsel pintar dari $20\%$ ke $99\%$ dalam satu kali pengisian ulang. Air yang dihasilkan melalui tujuh tahapan ini telah memenuhi syarat untuk dibuang dengan aman ke badan air permukaan.

Sebagai langkah verifikasi dan komitmen lingkungan, air effluent yang telah diolah kemudian dialirkan ke Kolam Ikan, yang berfungsi sebagai indikator visual dan biologis kualitas air limbah melalui indikator biota akuatik.1

 

6. JALAN KE DEPAN: KRITIK REALISTIS DAN KEHARUSAN KEBERLANJUTAN

Meskipun sistem pengolahan limbah industri rokok ini menunjukkan keberhasilan teknis yang luar biasa, setiap model industri perlu ditinjau melalui lensa kritis yang realistis untuk mengidentifikasi tantangan dan risiko yang berkelanjutan.

Tantangan Sisa: Lumpur dan Biaya Tersembunyi (Sludge Management)

Keberhasilan pengolahan air selalu menghasilkan dilema yang tak terhindarkan: lumpur (sludge). Setelah polutan dihilangkan dari air, mereka kini terkonsentrasi dalam bentuk lumpur.1 IPAL dalam studi ini menggunakan Filter Press dan Sludge Drying Bed untuk mengeringkan lumpur, berhasil mengurangi kadar air hingga 85%.1 Pengurangan volume lumpur yang besar ini adalah langkah efisien untuk mengurangi biaya transportasi dan pembuangan.

Namun, kritik yang harus diajukan adalah mengenai nasib akhir lumpur ini. Mengingat konsentrasi polutan awal yang ekstrem—terutama Fenol dan logam berat (walaupun tidak diukur dalam detail)—lumpur ini berpotensi tinggi untuk diklasifikasikan sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).1 Pengelolaan, penyimpanan, dan pembuangan akhir lumpur B3 secara aman dan legal memerlukan biaya operasional yang sangat besar dan infrastruktur khusus.

Studi ini sukses menunjukkan air yang aman, tetapi tidak membahas detail disposisi akhir lumpur B3. Tantangan berkelanjutan bagi industri rokok adalah memastikan bahwa keberhasilan dalam pengolahan air tidak mengalihkan masalah polusi ke dalam bentuk limbah padat B3 yang berisiko tinggi bagi tanah dan air tanah di masa depan.

Keterbatasan dan Generalisasi Studi

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan perhitungan sederhana berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari satu lokasi Industri Rokok tertentu.1 Fokus pada data sekunder, meskipun memberikan gambaran yang kuat tentang efisiensi proses, memiliki batasan dalam generalisasi.

Meskipun sistem IPAL tujuh tahap ini terbukti efektif dalam konteks spesifik industri tersebut, hasilnya mungkin tidak serta merta berlaku identik untuk semua industri rokok di Indonesia. Skala usaha, jenis tembakau, dan proses manufaktur yang bervariasi (misalnya, rokok kretek versus rokok putih) dapat menghasilkan karakteristik limbah yang berbeda. Keterbatasan studi ini menyoroti perlunya studi perbandingan yang lebih luas dan survei lapangan langsung yang independen di berbagai lokasi industri untuk memverifikasi model IPAL ini secara nasional.

Saran untuk Peningkatan Lanjutan

Studi ini memberikan rekomendasi penting bagi pelaku industri. Salah satunya adalah keharusan untuk terus mengembangkan teknologi pengolahan limbah. Meskipun IPAL yang ada sudah memenuhi baku mutu, investasi berkelanjutan pada teknologi, misalnya penyempurnaan unit pengolahan lumpur atau penggunaan teknologi tersier untuk menghilangkan polutan mikro yang tersisa (seperti Fenol), akan meningkatkan margin keamanan lingkungan.1

Yang tak kalah penting, pelaku usaha diwajibkan melakukan pemantauan kualitas air limbah secara teratur dan transparan. Pemantauan ini perlu dilakukan tidak hanya untuk memenuhi baku mutu harian, tetapi juga untuk menilai dampak jangka panjang air effluent terhadap ekosistem yang menerimanya.1 Transparansi data ini adalah kunci untuk membangun kepercayaan publik dan memastikan keberlanjutan lingkungan.

 

7. DAMPAK NYATA: BLUEPRINT MASA DEPAN INDUSTRI HIJAU

Penelitian mengenai IPAL industri rokok ini telah melampaui sekadar laporan teknis; ia menyediakan blueprint yang jelas tentang bagaimana sektor padat modal dan padat polusi dapat memenuhi tanggung jawab lingkungan yang ketat.

Keberhasilan luar biasa dalam menekan COD dari tingkat krisis ($1070~mg/L$) menjadi tingkat yang aman ($64,2~mg/L$) membuktikan bahwa kepatuhan lingkungan adalah tujuan yang dapat dicapai melalui perencanaan infrastruktur yang cermat dan penerapan teknologi terintegrasi (fisika-kimia-biologi) yang disiplin. Ini adalah kemenangan kebijakan lingkungan dan preseden bagi sektor manufaktur berat lainnya di Indonesia.

Jika sistem IPAL tujuh tahap yang efisien ini, yang menunjukkan total efisiensi pemurnian BOD dan COD lebih dari 90% secara keseluruhan, diterapkan secara ketat sebagai standar wajib di seluruh rantai pasok manufaktur di Indonesia:

  • Temuan ini berpotensi mengurangi beban pencemaran bahan organik (BOD/COD) di badan air permukaan nasional hingga minimal $90\%$ dalam waktu lima tahun, hanya dengan meniru model pengolahan limbah yang terbukti berhasil dalam studi kasus ini.

  • Hal ini secara langsung akan mengurangi risiko krisis air baku, melindungi kesehatan masyarakat yang bergantung pada sungai, dan menekan biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk program pemulihan lingkungan di kawasan industri, menjamin pertumbuhan ekonomi yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan bagi Indonesia.

 

Sumber Artikel:

Tuffahati, R. F., & Novembrianto, R. (2024). Analisis Pengolahan Limbah Industri Rokok dalam Pencapaian Standar Lingkungan Badan Air Permukaan. Venus: Jurnal Publikasi Rumpun Ilmu Teknik, 2(6), 32–45. https://doi.org/10.61132/venus.v2i6.618