Penelitian Ini Mengungkap Potensi VR Mengubah Cara Belajar Teknik – dan Ini yang Harus Anda Ketahui!

Dipublikasikan oleh Hansel

25 September 2025, 18.47

unsplash.com

Pendidikan teknik, sebuah pilar fundamental dalam inovasi global, telah lama bergulat dengan tantangan mendasar: bagaimana menjembatani kesenjangan antara teori yang kompleks dan aplikasi praktis di dunia nyata. Di dalam ruang kelas tradisional, para mahasiswa sering kali kesulitan memvisualisasikan struktur mekanis yang rumit, aliran fluida yang tak terlihat, atau prinsip-prinsip fisika yang abstrak. Dilema ini tidak hanya memengaruhi motivasi belajar, tetapi juga menghambat kemampuan mereka untuk menerjemahkan pengetahuan buku menjadi keterampilan yang kritis untuk karier mereka di masa depan.1

Di tengah tantangan tersebut, muncul sebuah solusi yang menjanjikan, sebuah teknologi yang biasanya dikaitkan dengan dunia hiburan dan permainan: Realitas Virtual (VR). Sebuah studi oleh Doris Chasokela, yang dipublikasikan di International Journal of Instruction, menginvestigasi peran transformatif VR dalam pendidikan teknik. Penelitian ini tidak hanya mengonfirmasi bahwa VR dapat meningkatkan keterlibatan siswa dan hasil belajar, tetapi juga mengungkapkan nuansa penting tentang bagaimana teknologi ini dapat merevolusi metode pengajaran dan mempersiapkan generasi insinyur berikutnya. Temuan ini adalah sebuah seruan untuk berinvestasi lebih lanjut dan mengeksplorasi adaptasi teknologi ini untuk memaksimalkan manfaatnya di lingkungan belajar.1

 

Mengapa Temuan Ini Bisa Mengubah Dunia Pendidikan? Revolusi di Balik Kacamata VR

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi peran VR dalam meningkatkan keterlibatan siswa, kesadaran spasial, dan kemampuan pemecahan masalah. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, melalui wawancara dan observasi di kelas, peneliti ingin melihat bagaimana teknologi imersif dapat mengubah pengalaman belajar, yang selama ini sering kali bersifat pasif. Namun, para peneliti menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar peningkatan marginal. Mereka terkejut menemukan bahwa mahasiswa yang terpapar pengalaman VR tidak hanya menunjukkan peningkatan kinerja akademik, tetapi juga mengalami lonjakan motivasi dan minat yang signifikan terhadap studi mereka.1

Ini bukanlah sekadar "efek kebaruan" yang sementara, di mana siswa antusias karena teknologi baru. Sebaliknya, temuan ini menunjukkan bahwa VR secara fundamental mengubah sifat pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan observasi di kelas, interaksi imersif yang ditawarkan oleh VR mengubah pembelajaran pasif menjadi sebuah proses partisipatif yang aktif, di mana siswa menjadi pelaku utama dalam pengalaman pendidikan mereka. Alih-alih hanya menyerap informasi, mereka berinteraksi dengan materi secara langsung. Level keterlibatan yang tinggi ini tidak hanya meningkatkan retensi informasi, tetapi juga memicu rasa ingin tahu dan dorongan untuk mengeksplorasi topik-topik teknik lebih dalam.1 Keterlibatan emosional yang lebih dalam ini, seperti yang juga disebutkan dalam literatur, dapat secara signifikan meningkatkan motivasi intrinsik dan pengalaman belajar secara keseluruhan.

Temuan ini sangat penting bagi dunia pendidikan teknik hari ini karena permintaan dari pemberi kerja dan pendidik terus bergeser. Mereka tidak lagi hanya mencari lulusan yang menguasai teori, tetapi juga individu yang memiliki kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan penalaran spasial yang kuat. Dengan mensimulasikan masalah dan lingkungan teknik di dunia nyata, VR memiliki potensi untuk menciptakan peluang belajar interaktif yang secara langsung menumbuhkan keterampilan-keterampilan vital tersebut.1 Ini adalah pergeseran dari sekadar mengajarkan materi menjadi menanamkan kompetensi, sebuah transformasi yang krusial untuk kesiapan tenaga kerja di masa depan.

 

Bukan Sekadar Pengalaman: Data dan Analogi yang Hidup

Meskipun penelitian ini bersifat kualitatif dan tidak menyajikan data numerik dalam tabel, temuan dari penilaian kinerja mahasiswa yang terekspos modul VR menunjukkan bahwa mereka mencapai hasil belajar yang lebih baik dalam hal retensi pengetahuan dan penerapan prinsip-prinsip teknik. Untuk membuat temuan ini lebih mudah dipahami, kita dapat membayangkannya seperti sebuah lompatan besar dalam efisiensi, layaknya menaikkan daya baterai smartphone dari 20% ke 70% hanya dengan satu kali isi ulang. Efek peningkatan ini begitu terasa, membuat para mahasiswa merasa lebih kompeten dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah teknik praktis setelah melalui simulasi VR.1

Penelitian ini memaparkan beberapa contoh nyata tentang bagaimana VR dapat secara konkret mengubah cara belajar. Misalnya, di bidang teknik sipil, VR memungkinkan mahasiswa untuk merancang sebuah jembatan virtual, menguji integritas strukturalnya di bawah berbagai kondisi, dan bahkan melihat dampak perubahan desain secara real-time.1 Ini adalah bentuk pembelajaran eksperiensial yang memungkinkan mereka bereksperimen, menganalisis hasil, dan belajar dari kegagalan dalam ruang virtual yang aman.

Di laboratorium virtual, mahasiswa teknik kimia dapat melakukan eksperimen dengan bahan-bahan berbahaya tanpa risiko terhadap keselamatan mereka.1 Lingkungan lab virtual ini memungkinkan mereka untuk melakukan praktik berulang kali dan mengeksplorasi konsep dengan ritme mereka sendiri, yang tidak hanya memperkuat pengetahuan teoretis, tetapi juga mengasah keterampilan praktis.1 Lebih dari itu, VR memfasilitasi kolaborasi dan komunikasi, yang merupakan keterampilan abad ke-21 yang sangat penting. Mahasiswa dapat bekerja sama dalam sebuah proyek di ruang virtual, berbagi ide, dan memecahkan masalah seolah-olah mereka berada di ruang fisik yang sama, meskipun sebenarnya mereka terpisah jarak geografis.1

Menariknya, observasi kelas yang dilakukan oleh peneliti mengungkap sisi manusiawi dari revolusi teknologi ini. Ada sebuah dualitas yang jelas di antara para mahasiswa. Sementara beberapa di antaranya tampak "benar-benar tenggelam" dan "gembira" menggunakan perangkat VR, yang lain terlihat agak bingung atau bahkan ragu-ragu. Hal ini mungkin karena ketidakbiasaan atau bahkan mabuk gerakan, atau bisa jadi sebuah preferensi budaya terhadap metode pengajaran yang lebih tradisional.1 Observasi ini juga menyoroti peran baru yang harus diemban oleh dosen. Dosen tidak lagi hanya berdiri di depan kelas sebagai penyampai informasi, tetapi bertransformasi menjadi seorang "fasilitator dan pemandu" yang harus roaming di kelas, memberikan saran, dan turun tangan saat siswa mengalami kesulitan teknis. Tantangan teknis seperti headset yang rusak atau visuals yang buram membuat dosen harus menghabiskan waktu untuk memecahkan masalah alih-alih memimpin pelajaran. Ini menunjukkan bahwa keberhasilan VR sangat bergantung pada kemampuan pengajar untuk beradaptasi dengan peran baru ini dan memiliki dukungan teknis yang memadai.1

 

Tantangan di Tengah Potensi Besar: Dari Biaya hingga Kesenjangan Akses

Meskipun temuan studi ini sangat menjanjikan, laporan tersebut secara terang-terangan mengakui bahwa potensi VR tidak datang tanpa hambatan signifikan. Bagian diskusi dan kesimpulan dari makalah ini menyajikan pandangan yang sangat realistis tentang tantangan yang ada, yang sebagian besar berkaitan dengan aspek praktis implementasi. Opini realistis yang muncul adalah bahwa VR, dalam kondisinya saat ini, mungkin tidak dapat diterapkan secara universal di seluruh institusi pendidikan.1

Hambatan paling jelas yang diidentifikasi adalah masalah biaya. Biaya tinggi untuk mengintegrasikan VR ke dalam kurikulum menjadi "hambatan signifikan" bagi banyak institusi, terutama di negara-negara berkembang. Investasi awal yang diperlukan untuk perangkat keras VR, perangkat lunak, dan infrastruktur pendukungnya sangat besar. Penelitian mencatat bahwa tantangan ini sangat nyata di Afrika Selatan, di mana biaya implementasi yang tinggi dapat menghambat adopsi teknologi secara luas.1

Selain biaya, kendala teknis dan infrastruktur juga menjadi masalah utama. Para peneliti mengamati bahwa beberapa headset VR tidak berfungsi, visual yang kabur, atau suara yang buram, memaksa dosen menghabiskan separuh waktu pelajaran untuk memecahkan masalah. Keterbatasan perangkat keras, akses yang tidak stabil ke internet, dan kurangnya dukungan teknis yang memadai dapat secara serius mengganggu sesi pembelajaran dan menimbulkan frustrasi, yang pada akhirnya dapat membatasi potensi manfaat VR.1

Sebuah kritik yang lebih mendalam dari penelitian ini menyentuh isu keadilan dan akses. Laporan tersebut secara gamblang menyatakan bahwa disparitas dalam akses ke sumber daya VR dapat memperburuk ketidaksetaraan yang sudah ada dalam pendidikan.1 Teknologi yang memiliki potensi untuk mendemokratisasi pengalaman belajar dengan melampaui batasan laboratorium fisik justru berisiko menciptakan kesenjangan baru, membedakan siswa yang memiliki akses ke perangkat dan pelatihan dengan mereka yang tidak. Ini adalah paradoks mendalam yang harus dipertimbangkan oleh institusi pendidikan, terutama saat mereka merencanakan strategi implementasi VR.1

Laporan ini juga secara jujur mengakui keterbatasannya sendiri. Sebagai studi kualitatif dan studi kasus tunggal, temuan ini mungkin tidak dapat digeneralisasi. Para peneliti menyerukan perlunya studi kasus berganda di masa depan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan komprehensif tentang efektivitas VR di berbagai disiplin ilmu teknik.1 Hal ini menjaga kredibilitas laporan dengan tidak membuat klaim yang berlebihan.

 

Masa Depan Pendidikan: Membangun Jembatan Menuju Dunia Kerja

Meskipun tantangan yang ada sangat nyata, laporan ini mengakhiri dengan pandangan yang optimis dan berwawasan ke depan. Masa depan VR dalam pendidikan teknik kemungkinan akan melibatkan integrasi dengan teknologi lain, seperti Kecerdasan Buatan (AI) dan Pembelajaran Mesin. Dengan menganalisis interaksi siswa di dalam VR, sistem AI dapat menyesuaikan pengalaman belajar agar lebih sesuai dengan gaya dan kemajuan belajar individu, menciptakan lingkungan pembelajaran yang benar-benar adaptif.1

Lebih jauh lagi, laporan ini menyoroti pentingnya kolaborasi. Platform yang memfasilitasi kolaborasi virtual antara siswa, instruktur, dan profesional industri akan menjadi lebih umum. Sistem seperti ini akan memungkinkan mahasiswa untuk mengerjakan masalah teknik dunia nyata dengan para ahli, terlepas dari lokasi fisik mereka.1 Ini adalah jembatan langsung yang memperkuat hubungan antara dunia akademis dan industri, secara signifikan meningkatkan kesiapan kerja lulusan. Di negara-negara seperti Namibia dan Botswana, yang baru memulai eksplorasi teknologi ini, fokus masa depan adalah membangun kapasitas lokal untuk pengembangan konten VR yang mencerminkan tantangan dan konteks teknik nasional.1

Secara keseluruhan, jika tantangan-tantangan seperti biaya dan akses dapat diatasi melalui investasi berkelanjutan dan pelatihan bagi pengajar, temuan dari penelitian ini dapat mengubah lanskap pendidikan teknik secara signifikan. Implementasi VR secara luas dapat mengurangi ketergantungan pada laboratorium fisik yang mahal, mempercepat kurva pembelajaran bagi mahasiswa, dan pada akhirnya, mempersiapkan insinyur baru dengan keterampilan praktis yang dibutuhkan industri. Dampak ini dapat dilihat dari menurunnya biaya pelatihan di industri dalam waktu lima tahun.

 

Kesimpulan

Penelitian ini menegaskan bahwa Realitas Virtual bukan lagi sekadar alat hobi, melainkan alat pedagogi yang kuat dan transformatif yang siap merevolusi pendidikan teknik. Dengan menawarkan pengalaman belajar yang imersif dan interaktif, VR dapat secara signifikan meningkatkan keterlibatan siswa, memperdalam pemahaman mereka terhadap konsep yang kompleks, dan mengasah keterampilan kolaboratif yang penting untuk karier mereka di masa depan.1

Namun, keberhasilan implementasi VR tidak akan terwujud tanpa mengatasi tantangan yang ada. Institusi pendidikan harus memprioritaskan investasi dalam infrastruktur, menyediakan dukungan teknis yang memadai, dan berkomitmen untuk memastikan akses yang adil bagi semua siswa. Hanya dengan perencanaan yang matang, evaluasi berkelanjutan, dan dedikasi untuk mengatasi hambatan-hambatan ini, potensi penuh VR dalam membentuk masa depan pendidikan teknik dapat benar-benar direalisasikan.

 

Sumber Artikel:

https://doi.org/10.29333/iji.2025.18332