Penelitian di Manado Mengungkap Paradoks Jalan Satu Arah – Temuan Ini Bisa Mengubah Wajah Kota Anda!

Dipublikasikan oleh Hansel

23 Oktober 2025, 14.40

unsplash.com

Bagian I: Membedah Temuan Mengejutkan di Jalan Bethesda, Manado (Resensi Jurnalistik)

Mitos Kelancaran Jalan Satu Arah yang Terpatahkan

Di tengah deru mesin dan lautan kendaraan yang menyesaki kota-kota besar Indonesia, ada satu keyakinan yang seolah menjadi mantra sakti para perencana kota: jika macet, buatlah jalan satu arah. Logikanya sederhana, dengan menghilangkan konflik dari arah berlawanan, arus kendaraan akan melaju lebih cepat dan lancar. Namun, bagaimana jika solusi yang selama ini kita anggap sebagai obat mujarab justru dalam kondisi tertentu bisa menjadi racun yang memperparah penyakit?

Sebuah penelitian yang cermat dan mendetail dari jantung kota Manado, Sulawesi Utara, mengguncang asumsi lama ini. Tim peneliti dari Program Studi Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi, yang dipimpin oleh Gerwin Wa'Bone, melakukan sebuah investigasi mendalam di Jalan Bethesda, sebuah koridor vital di Kecamatan Sario.1 Jalan ini unik karena memiliki dua segmen yang bersebelahan: satu menerapkan sistem dua arah, dan satu lagi sistem satu arah. Kondisi ini menjadikannya laboratorium perkotaan yang sempurna untuk menjawab pertanyaan fundamental: di antara keduanya, manakah yang benar-benar lebih efektif dalam memerangi kemacetan? Jawabannya, yang terungkap melalui data lapangan dan simulasi digital canggih, ternyata sangat mengejutkan dan berpotensi mengubah cara kita memandang manajemen lalu lintas di seluruh Indonesia.

 

Di Balik Angka: Apa yang Sebenarnya Terjadi di Jantung Kota Manado?

Untuk membongkar realitas lalu lintas di Jalan Bethesda, para peneliti tidak hanya duduk di belakang meja. Mereka melakukan "investigasi" lapangan yang intensif. Selama tiga hari—mencakup dua hari kerja dan satu hari libur—tim ini secara manual menghitung setiap kendaraan yang melintas, mengukur kecepatannya, dan mencatat setiap gangguan kecil yang terjadi di tepi jalan, mulai dari pejalan kaki yang menyeberang hingga mobil yang parkir sembarangan.1

Dari ribuan data yang terkumpul, mereka mengidentifikasi momen paling kritis: jam puncak pada hari Kamis, 15 September 2022, antara pukul 12.00 hingga 13.00 WITA. Pada satu jam genting ini, total 4.282 kendaraan membanjiri persimpangan tersebut.1 Bayangkan, setiap jamnya, lebih dari empat ribu kendaraan—cukup untuk membuat antrean sepanjang 20 kilometer jika dijejerkan—berdesakan di satu titik. Ini adalah potret nyata dari tekanan luar biasa yang dialami infrastruktur perkotaan kita setiap hari.

Namun, data mentah saja tidak cukup. Untuk memahami dinamika yang kompleks, tim peneliti membawa "medan perang" lalu lintas ini ke dalam dunia digital. Mereka menggunakan PTV Vissim, sebuah perangkat lunak simulasi mikro yang diakui secara global, untuk menciptakan kembaran virtual (digital twin) dari Jalan Bethesda.1 Ini bukan sekadar animasi biasa. Para peneliti dengan teliti memasukkan semua data lapangan—volume kendaraan, kecepatan rata-rata, hingga perilaku pengemudi lokal—ke dalam model.

Langkah krusial berikutnya adalah kalibrasi dan validasi. Model digital ini "diuji" berulang kali, dan parameternya disesuaikan hingga perilakunya cocok dengan kondisi nyata di lapangan. Keakuratannya diukur menggunakan rumus statistik bernama GEH. Hasilnya, setelah kalibrasi, model simulasi mereka terbukti sangat akurat, dengan nilai GEH jauh di bawah ambang batas toleransi.1 Langkah ini memberikan bobot ilmiah yang luar biasa pada temuan mereka, memastikan bahwa kesimpulan yang ditarik bukan berasal dari spekulasi, melainkan dari model yang telah terverifikasi secara ketat.

 

Mengurai Misteri Kinerja Jalan

Hasil dari laboratorium digital ini kemudian dianalisis menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, sebuah panduan standar untuk mengukur kesehatan jalan raya.1 Ada dua indikator utama yang menjadi fokus: "Tingkat Pelayanan" (Level of Service - LOS) dan "Derajat Kejenuhan" (Degree of Saturation - DS).

Bayangkan Tingkat Pelayanan (LOS) sebagai rapor kinerja sebuah jalan, dengan skala dari A (sangat lancar) hingga F (macet total). Sementara itu, Derajat Kejenuhan (DS) bisa diibaratkan sebagai tingkat kepenuhan sebuah botol air; angka 1.0 (atau 100%) berarti botol itu sudah penuh sesak dan tidak bisa menampung air lagi.

Di sinilah letak temuan yang tak terduga itu:

  • Jalan Bethesda Dua Arah: Mendapatkan rapor C. Ini berarti arus lalu lintas masih stabil, dan pengemudi masih memiliki kebebasan untuk mengendalikan kecepatan kendaraannya. Tingkat kepenuhannya hanya 0,519 (atau 51,9%).1 Jalan ini masih memiliki banyak ruang untuk menampung lebih banyak kendaraan sebelum mencapai titik kritis.
  • Jalan Bethesda Satu Arah: Secara mengejutkan, kinerjanya lebih buruk dengan rapor D. Kategori ini menandakan arus mulai tidak stabil, kecepatan menurun drastis, dan kondisi lalu lintas sangat sensitif terhadap gangguan. Yang lebih mengkhawatirkan, tingkat kepenuhannya mencapai 0,813 (atau 81,3%).1

Angka 0,813 ini adalah sebuah alarm bahaya. Menurut standar MKJI 1997, nilai DS di atas 0,75 menandakan bahwa jalan tersebut sudah berada di ambang kolaps.4 Sedikit saja ada gangguan tambahan—seperti mobil mogok atau angkot berhenti mendadak—dapat memicu kemacetan total yang merambat dengan cepat. Dengan kata lain, segmen jalan satu arah di Bethesda hidup di tepi jurang kemacetan setiap saat, sementara "saudaranya" yang dua arah justru bernapas lebih lega. Temuan ini secara telak mematahkan mitos bahwa sistem satu arah secara otomatis lebih unggul.

 

Bukan Arah Jalannya, Tapi Aktivitas di Tepiannya

Lalu, apa yang menyebabkan anomali ini? Jika secara teori jalan satu arah seharusnya lebih efisien, mengapa di Jalan Bethesda justru sebaliknya? Para peneliti menemukan "tersangka utamanya" bukan pada desain arah jalan itu sendiri, melainkan pada faktor yang sering kali terabaikan: hambatan samping.

Hambatan samping adalah istilah teknis untuk segala aktivitas di tepi jalan yang mengganggu kelancaran arus lalu lintas. Ini mencakup pejalan kaki yang menyeberang sembarangan, kendaraan yang parkir di badan jalan, angkutan umum yang berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, serta kendaraan yang keluar-masuk dari properti seperti toko atau rumah makan.1

Dalam studi ini, kedua segmen Jalan Bethesda—baik yang satu arah maupun dua arah—diklasifikasikan memiliki tingkat hambatan samping Sangat Tinggi (VH). Data menunjukkan lebih dari 2.000 "insiden" pengganggu terjadi setiap harinya di masing-masing segmen, menciptakan "gesekan" konstan yang memperlambat laju kendaraan.1

Namun, dampak dari gesekan ini ternyata berbeda secara signifikan antara kedua sistem:

  • Kerentanan Sistem Satu Arah: Peneliti menemukan bahwa sistem satu arah, yang secara teoretis mendorong kecepatan lebih tinggi, justru menjadi lebih rapuh terhadap hambatan samping. Ketika sebuah mobil tiba-tiba mengerem karena ada motor keluar dari gang, efek "gelombang kejut" pengereman ini merambat ke belakang dengan sangat cepat di lajur yang searah, menyebabkan antrean panjang dalam sekejap.
  • Ketangguhan Sistem Dua Arah: Sebaliknya, jalan dua arah, dengan kecepatan yang secara alami lebih terkontrol karena adanya lalu lintas dari arah berlawanan, terbukti lebih "tangguh" atau resilien. Gangguan-gangguan kecil di tepi jalan tidak serta-merta memicu kemacetan parah karena kecepatan rata-rata kendaraan yang lebih rendah memberikan lebih banyak waktu bagi pengemudi lain untuk bereaksi dan beradaptasi.

Dengan kata lain, jalan satu arah ibarat seorang pelari cepat yang bisa dengan mudah tersandung oleh kerikil kecil, sementara jalan dua arah lebih seperti seorang pejalan yang stabil, yang meskipun lebih lambat, tidak mudah jatuh saat menghadapi rintangan serupa.

 

Kritik dan Konteks: Seberapa Luas Dampak Temuan Ini?

Tentu saja, penting untuk melihat temuan ini dengan kacamata yang jernih. Seperti yang diakui oleh para peneliti, ini adalah potret mendalam dari satu ruas jalan di satu kota.1 Kondisi geometrik, komposisi kendaraan, dan perilaku pengemudi di kota lain mungkin akan menghasilkan dinamika yang berbeda. Namun, pelajaran yang diungkap sangat universal.

Satu kritik yang bisa diajukan, bukan terhadap penelitiannya tetapi pada standar yang digunakan, adalah ketergantungan pada MKJI 1997. Panduan ini dirilis lebih dari seperempat abad yang lalu, jauh sebelum ledakan populasi sepeda motor dan kemunculan fenomena ojek dan taksi online yang kini mendominasi jalanan Indonesia.6 Karakteristik lalu lintas modern yang jauh lebih cair dan acak mungkin tidak sepenuhnya terwakili oleh model-model lama. Pertanyaan yang diajukan oleh studi ini, meskipun secara tidak langsung, menjadi sangat relevan: Apakah standar yang kita gunakan untuk merancang kota kita masih sesuai dengan kekacauan lalu lintas abad ke-21?

 

Pelajaran dari Manado untuk Seluruh Indonesia

Pada akhirnya, penelitian di Jalan Bethesda ini memberikan sebuah pesan yang kuat dan jelas: solusi untuk kemacetan perkotaan tidak sesederhana mengubah panah arah di rambu lalu lintas. Mengubah jalan menjadi satu arah tanpa mengatasi masalah fundamental di tepiannya—yaitu hambatan samping—sering kali hanya akan memindahkan masalah atau bahkan memperburuknya.

Temuan ini adalah panggilan bagi para perencana kota dan pembuat kebijakan di seluruh Indonesia untuk berpikir lebih holistik. Penegakan aturan parkir, penyediaan fasilitas pejalan kaki yang aman, desain halte yang efisien, dan penataan aktivitas ekonomi informal di pinggir jalan bukan lagi sekadar "pelengkap", melainkan elemen krusial dalam manajemen lalu lintas yang efektif.

Jika pemerintah kota di seluruh Indonesia mulai mengaudit ulang sistem jalan satu arah mereka dengan mempertimbangkan faktor hambatan samping yang dominan, temuan dari Manado ini bisa menjadi kunci untuk merancang ulang jalanan yang tidak hanya lebih lancar, tetapi juga lebih hidup, aman, dan ekonomis bagi warganya dalam lima tahun ke depan. Ini bukan lagi soal memilih antara satu atau dua arah, tetapi tentang memilih untuk merancang kota bagi manusia, bukan hanya untuk kendaraan.

 

Bagian II: Debat Global Sistem Satu Arah vs. Dua Arah: Perspektif Internasional

Temuan mengejutkan dari Jalan Bethesda di Manado bukanlah sebuah anomali yang terisolasi. Sebaliknya, ia merupakan bagian dari percakapan global yang lebih besar dan perdebatan sengit dalam dunia perencanaan kota yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Keputusan untuk menerapkan sistem jalan satu arah atau mengembalikannya menjadi dua arah mencerminkan pergeseran fundamental dalam filosofi tentang untuk siapa sebenarnya jalanan kota dirancang.

Sejarah Singkat Rekayasa Lalu Lintas: Dari Arus Kendaraan ke Kualitas Hidup

Pada pertengahan abad ke-20, terutama di era pasca-Perang Dunia II, kota-kota di seluruh dunia, khususnya di Amerika Serikat, menghadapi tantangan baru: ledakan kepemilikan mobil pribadi. Jalanan yang dirancang untuk kereta kuda dan pejalan kaki tiba-tiba dipenuhi oleh kendaraan bermotor. Respons dari para insinyur lalu lintas saat itu adalah pragmatis dan berfokus pada satu tujuan tunggal: memaksimalkan kecepatan dan volume kendaraan.7 Dalam paradigma ini, sistem jalan satu arah dianggap sebagai sebuah inovasi brilian. Dengan menghilangkan konflik belok kiri dan lalu lintas dari arah berlawanan, kapasitas jalan dapat ditingkatkan secara dramatis, dan sinyal lalu lintas dapat disinkronkan untuk menciptakan "gelombang hijau" yang melancarkan arus.9

Namun, kebijakan yang sangat berorientasi pada mobil ini secara tidak sengaja melahirkan serangkaian "efek samping" yang merusak. Jalan-jalan di pusat kota berubah menjadi "jalan raya urban" (urban highways), yang mendorong kecepatan berbahaya, memutus konektivitas antar lingkungan, dan menciptakan lingkungan yang tidak ramah bagi pejalan kaki serta mematikan bisnis lokal yang bergantung pada lalu lintas pejalan kaki.10 Efisiensi yang dicapai dalam pergerakan kendaraan harus dibayar mahal dengan penurunan kualitas hidup perkotaan.

Menjelang akhir abad ke-20 dan memasuki abad ke-21, sebuah paradigma baru mulai muncul sebagai respons atas kegagalan model lama. Konsep seperti "Livable Streets" (Jalan yang Layak Huni) dan "Complete Streets" (Jalan Lengkap) mulai mendapatkan perhatian.13 Filosofi baru ini mengubah pertanyaan fundamental dari "Bagaimana cara memindahkan mobil secepat mungkin?" menjadi "Bagaimana cara menciptakan jalan yang aman, nyaman, dan produktif untuk semua orang—termasuk pejalan kaki, pesepeda, pengguna transportasi publik, anak-anak, dan lansia?". Dalam kerangka berpikir baru ini, sistem jalan satu arah yang dirancang semata-mata untuk kecepatan mulai dipertanyakan secara serius.

Studi Kasus Internasional: Ketika Kota-Kota Memilih "Putar Balik"

Pergeseran paradigma ini bukan hanya sekadar wacana teoretis. Banyak kota di seluruh dunia telah mulai mengambil langkah nyata untuk mengkonversi kembali jalan-jalan satu arah mereka menjadi dua arah, dan hasilnya didokumentasikan dengan baik, memberikan bukti empiris yang kuat.

Salah satu contoh paling menonjol adalah Louisville, Kentucky. Pada tahun 2011, kota ini mengembalikan dua jalan utama, 1st Street dan Brook Street, menjadi sistem dua arah. Sebuah studi komprehensif yang membandingkan kondisi sebelum dan sesudah konversi mengungkapkan hasil yang menakjubkan. Meskipun volume lalu lintas di kedua jalan tersebut justru meningkat (karena menjadi rute yang lebih logis dan langsung), total angka kecelakaan lalu lintas menurun drastis sebesar 49%. Lebih dari itu, angka kejahatan di sepanjang koridor tersebut juga turun sebesar 23%. Penurunan ini membantah argumen klasik bahwa jalan satu arah lebih aman dan menunjukkan bahwa kecepatan yang lebih terkontrol di jalan dua arah menciptakan lingkungan yang lebih aman secara keseluruhan.12 Dari sisi ekonomi, konversi ini juga memicu peningkatan nilai properti dan vitalitas bisnis di sekitarnya, membuktikan adanya hubungan langsung antara desain jalan yang ramah manusia dan kemakmuran ekonomi.16

Kisah serupa juga terjadi di kota-kota lain. Di Vine Street, Cincinnati, sebuah studi mencatat bahwa 40% bisnis di jalan tersebut tutup setelah diubah menjadi sistem satu arah, karena aksesibilitas dan visibilitas bagi pelanggan menurun drastis.17 Sebaliknya, di Vancouver, jalanan utama yang dikembalikan ke sistem dua arah dilaporkan kembali "hidup" hampir dalam semalam, dengan peningkatan aktivitas pejalan kaki dan bisnis.17 Analisis ekonomi yang dilakukan untuk kota Fargo, North Dakota, bahkan memproyeksikan bahwa konversi kembali ke dua arah dapat menghasilkan peningkatan penjualan ritel jangka pendek sebesar 10% hingga 13%.17

Data-data ini secara kolektif membangun sebuah argumen yang kuat: efisiensi yang ditawarkan oleh jalan satu arah adalah efisiensi yang didefinisikan secara sempit dari sudut pandang pergerakan kendaraan. Ketika metrik efisiensi diperluas untuk mencakup keselamatan publik, kesehatan ekonomi lokal, dan kualitas hidup secara umum, sistem jalan dua arah sering kali terbukti jauh lebih unggul di lingkungan perkotaan yang padat.

Dampak Tersembunyi: Ekonomi Lokal, Pejalan Kaki, dan Keadilan Spasial

Debat antara sistem satu dan dua arah pada dasarnya adalah perdebatan tentang dampak orde kedua dan ketiga dari sebuah desain infrastruktur. Dampak-dampak ini sering kali tidak terlihat dalam analisis lalu lintas konvensional, namun sangat dirasakan oleh penduduk kota.

Ekonomi Skala Mikro: Jalan dua arah secara inheren lebih menguntungkan bagi bisnis kecil dan ritel. Kecepatan kendaraan yang lebih lambat memberikan pengemudi lebih banyak waktu untuk mengamati etalase toko dan membuat keputusan impulsif untuk berhenti. Akses yang mudah dari kedua arah juga menghilangkan hambatan bagi calon pelanggan yang mungkin enggan untuk berputar-putar satu blok hanya untuk mengunjungi sebuah toko.8 Jalan satu arah, dengan fokusnya pada kecepatan, mengubah jalanan dari "destinasi" menjadi sekadar "koridor transit", yang merugikan bisnis yang bergantung pada visibilitas dan aksesibilitas.

Keselamatan Pejalan Kaki: Jalan satu arah terbukti lebih berbahaya bagi pejalan kaki. Desainnya yang sering kali lebih lebar dan lurus mendorong pengemudi untuk melaju lebih cepat. Selain itu, pengemudi yang berbelok ke jalan satu arah cenderung hanya melihat ke satu arah sumber datangnya lalu lintas kendaraan, sering kali mengabaikan pejalan kaki yang mungkin menyeberang dari arah yang tidak terduga.11 Lingkungan yang didominasi oleh kendaraan berkecepatan tinggi ini menciptakan rasa tidak aman dan mengintimidasi, yang pada akhirnya mengurangi keinginan orang untuk berjalan kaki.

Keadilan Spasial dan Transportasi Publik: Dampak sistem satu arah juga sangat dirasakan oleh operator dan pengguna transportasi publik. Sebuah studi kasus dari Bogor, Indonesia, memberikan gambaran yang jelas. Penerapan sistem satu arah memaksa angkutan kota (angkot) untuk menempuh rute yang lebih panjang dan berputar-putar. Hal ini tidak hanya meningkatkan konsumsi bahan bakar, tetapi juga mengurangi jumlah perjalanan pulang-pergi (Round Trip Time - RTT) yang dapat diselesaikan dalam sehari. Akibatnya, pendapatan harian para supir angkot terpangkas hingga 25-50%.18 Ini adalah contoh nyata bagaimana sebuah keputusan rekayasa lalu lintas dapat memiliki implikasi keadilan sosial dan ekonomi yang signifikan, membebani kelompok masyarakat yang paling bergantung pada efisiensi rute transportasi publik.

Secara keseluruhan, pengalaman internasional menunjukkan bahwa konversi kembali ke jalan dua arah bukanlah sebuah langkah mundur, melainkan sebuah langkah maju menuju pemahaman yang lebih matang tentang fungsi jalan dalam ekosistem perkotaan. Ini adalah pengakuan bahwa jalan bukanlah sekadar saluran untuk kendaraan, tetapi ruang publik multifungsi yang harus menyeimbangkan kebutuhan mobilitas, ekonomi, dan interaksi sosial. Temuan dari Manado, oleh karena itu, sangat sejalan dengan narasi global ini, memperkuat argumen bahwa evaluasi ulang terhadap sistem jalan satu arah yang ada adalah langkah yang mendesak dan perlu.

 

Bagian III: Arah Baru Perencanaan Transportasi Urban di Indonesia

Studi kasus di Jalan Bethesda, Manado, dan pelajaran dari berbagai kota di dunia memberikan momentum krusial untuk mengevaluasi kembali arah perencanaan transportasi perkotaan di Indonesia. Temuan-temuan ini bukan lagi sekadar data akademis, melainkan sebuah peringatan keras sekaligus peta jalan menuju kota-kota yang lebih efisien, aman, dan manusiawi. Pertanyaannya bukan lagi apakah kita perlu berubah, tetapi bagaimana kita harus berubah.

Relevansi Studi Manado dalam Konteks Indonesia: Sebuah Peringatan Keras

Keunikan dan kekuatan utama dari penelitian di Manado adalah relevansinya yang luar biasa bagi konteks perkotaan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Faktor "hambatan samping" yang menjadi biang keladi penurunan kinerja jalan satu arah di Manado adalah cerminan dari realitas sehari-hari di jalanan kota-kota Indonesia.1

Konteks "Hambatan Samping" yang Unik: Aktivitas ekonomi informal yang meluber hingga ke badan jalan, budaya parkir liar yang sulit ditertibkan, perilaku angkutan umum dan ojek online yang berhenti di sembarang tempat, serta arus keluar-masuk kendaraan dari properti komersial adalah karakteristik endemik lalu lintas kita.19 Karakteristik ini menciptakan tingkat "gesekan" yang sangat tinggi dan tidak terduga, yang sering kali membuat model-model rekayasa lalu lintas teoretis yang diadopsi dari negara maju menjadi tidak efektif. Studi Manado secara empiris membuktikan bahwa dalam kondisi gesekan tinggi seperti ini, sistem satu arah yang seharusnya cepat justru menjadi sangat rapuh.

Dominasi Sepeda Motor: Faktor lain yang membuat konteks Indonesia berbeda adalah dominasi sepeda motor dalam komposisi lalu lintas. Standar lama seperti MKJI 1997 tidak sepenuhnya dirancang untuk mengakomodasi perilaku lalu lintas campuran dengan proporsi sepeda motor yang sangat tinggi.6 Kelincahan sepeda motor dalam mengisi setiap celah kosong dan melakukan manuver menyalip yang agresif dapat memperburuk "gelombang kejut" kemacetan pada sistem satu arah yang sudah terganggu oleh hambatan samping. Kecepatan tinggi yang difasilitasi oleh jalan satu arah justru meningkatkan risiko kecelakaan fatal yang melibatkan pengendara sepeda motor.

Studi Manado sebagai "Canary in the Coal Mine": Dengan demikian, penelitian ini dapat dipandang sebagai "burung kenari di tambang batu bara"—sebuah peringatan dini tentang bahaya yang tersembunyi. Jika di Manado, di mana sistem satu arah diterapkan secara berdampingan dengan dua arah, kinerjanya terbukti lebih buruk, maka ada kemungkinan yang sangat besar bahwa banyak sistem jalan satu arah lain di kota-kota besar Indonesia juga tidak seefektif yang diasumsikan. Kebijakan tersebut mungkin hanya berhasil memindahkan titik kemacetan dari satu ruas jalan ke ruas jalan lain di dalam jaringan, tanpa benar-benar menyelesaikan masalah kapasitas secara keseluruhan, persis seperti yang terjadi dalam studi kasus di Depok dan Semarang.4

Rekomendasi Kebijakan: Menuju "Jalan Lengkap" (Complete Streets) ala Indonesia

Berangkat dari pemahaman ini, diperlukan sebuah pergeseran paradigma dalam kebijakan transportasi perkotaan di Indonesia. Fokus harus beralih dari solusi rekayasa tunggal (seperti mengubah arah jalan) ke pendekatan yang lebih holistik dan berpusat pada manusia.

1. Audit Nasional Sistem Satu Arah: Langkah pertama yang paling mendesak adalah melakukan audit komprehensif terhadap efektivitas semua sistem jalan satu arah yang ada di kota-kota besar. Audit ini harus melampaui metrik tradisional seperti volume dan kecepatan kendaraan. Ia harus mencakup analisis dampak ekonomi terhadap bisnis lokal, evaluasi tingkat kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki dan pesepeda, serta pengukuran efisiensi dan aksesibilitas transportasi publik. Penggunaan alat modern seperti simulasi mikro PTV Vissim, seperti yang dilakukan dalam studi Manado, harus menjadi standar untuk mendapatkan gambaran yang akurat dan dinamis.1

2. Prioritaskan Manajemen Hambatan Samping: Studi Manado dengan jelas menunjukkan bahwa akar masalah sering kali bukan terletak pada arah arus, melainkan pada kekacauan di tepi jalan.1 Oleh karena itu, sebelum mempertimbangkan rekayasa lalu lintas yang mahal dan disruptif, prioritas utama pemerintah kota seharusnya adalah manajemen hambatan samping. Ini adalah "buah yang menggantung rendah" yang dapat memberikan perbaikan signifikan dengan biaya yang relatif lebih kecil. Langkah-langkah konkret meliputi:

  • Penegakan hukum yang tegas dan konsisten terhadap parkir liar.
  • Penyediaan kantong-kantong parkir off-street yang memadai di dekat pusat-pusat kegiatan.
  • Desain ulang halte bus dan titik penjemputan ojek online agar tidak mengganggu lajur lalu lintas utama.
  • Penataan pedagang kaki lima (PKL) secara manusiawi namun teratur, yang memisahkan aktivitas komersial dari jalur pergerakan kendaraan.19

3. Adopsi Formal Prinsip "Jalan Lengkap" (Complete Streets): Indonesia perlu secara formal mengadopsi kebijakan "Jalan Lengkap" (Complete Streets) dan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan yang mengikat, seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan panduan desain infrastruktur nasional dan daerah.13 Prinsip ini menegaskan bahwa jalan harus dirancang untuk melayani semua pengguna secara aman dan nyaman. Implementasinya dapat berupa:

  • Aksi Kebijakan: Mewajibkan setiap proyek pembangunan atau perbaikan jalan untuk secara eksplisit mempertimbangkan dan menyediakan fasilitas bagi pejalan kaki, pesepeda, dan pengguna transit.
  • Alokasi Ruang: Mengalokasikan sebagian dari lebar jalan (right-of-way) untuk trotoar yang lebar, jalur sepeda terproteksi, dan jalur khusus bus (jika memungkinkan).
  • Penerapan Traffic Calming: Mengintegrasikan elemen "penenang lalu lintas" (traffic calming) sebagai standar desain. Ini termasuk penyempitan lajur kendaraan, pembangunan pulau median, chicanes (jalur berliku), dan speed humps (polisi tidur yang dirancang dengan baik) untuk mengontrol kecepatan kendaraan secara alami, bukan hanya mengandalkan rambu batas kecepatan.14

4. Pembaruan Standar Nasional: Ketergantungan pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 sudah tidak dapat dipertahankan lagi.1 Pemerintah, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perhubungan, harus mempercepat adopsi dan implementasi penuh dari Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI) versi terbaru (misalnya PKJI 2023).6 Standar baru ini harus secara eksplisit mencakup:

  • Parameter yang lebih akurat untuk lalu lintas campuran dengan dominasi sepeda motor.
  • Faktor penyesuaian yang lebih realistis untuk dampak hambatan samping yang tinggi, sesuai dengan kondisi khas Indonesia.
  • Metrik kinerja yang lebih luas, yang tidak hanya mengukur Derajat Kejenuhan (DS) tetapi juga memasukkan indikator keselamatan, aksesibilitas multi-moda, dan kualitas lingkungan jalan.

Kesimpulan: Bukan Sekadar Mengatur Lalu Lintas, Tetapi Membangun Kota untuk Manusia

Studi di Jalan Bethesda, Manado, meskipun berskala kecil, memberikan pelajaran yang sangat besar bagi Indonesia. Ia menjadi bukti empiris bahwa solusi teknokratis yang diimpor tanpa penyesuaian terhadap konteks sosial, ekonomi, dan perilaku lokal akan menemui kegagalan. Ia menunjukkan bahwa jalanan yang paling efisien bukanlah jalanan yang paling cepat, melainkan jalanan yang paling seimbang dalam melayani berbagai fungsi dan pengguna.

Pada akhirnya, pilihan antara sistem satu arah atau dua arah, atau antara standar MKJI 1997 dan PKJI 2023, bukanlah sekadar pilihan teknis. Ini adalah pilihan fundamental tentang visi masa depan kota-kota kita. Apakah kita ingin terus membangun kota yang dirancang untuk memindahkan kotak-kotak logam (mobil) secepat mungkin dari titik A ke B, dengan mengorbankan keselamatan, vitalitas ekonomi lokal, dan kualitas ruang publik? Ataukah kita ingin mulai membangun kota yang dirancang sebagai tempat tinggal, berinteraksi, berjalan kaki, dan berbisnis bagi manusia?

Jawaban atas pertanyaan itu akan menentukan kualitas hidup jutaan warga perkotaan Indonesia untuk dekade-dekade yang akan datang. Pelajaran dari Manado sudah ada di depan mata; sekarang saatnya untuk bertindak.

 

Sumber Artikel:

  1. Wa'Bone, G., Rumayar, A. L. E., & Pandey, S. V. (2023). Analisis pemanfaatan manajemen lalu lintas sistem dua arah dan satu arah terhadap efektifitas kinerja ruas jalan (Studi kasus: Jalan Bethesda, Kec. Sario, Kota Manado). TEKNO, 21(83), 147-156.
  2. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Simpang Menggunakan Simulasi PTV Vissim 9.0 (Studi Kasus - Iptek ITS, diakses Oktober 22, 2025, https://iptek.its.ac.id/index.php/jats/article/download/20596/9384
  3. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan memuat landasan teori berupa rangkuman teori-teori yang diambil dari pustaka y, diakses Oktober 22, 2025, http://eprints.itenas.ac.id/1198/5/05%20Bab%202%20222015162.pdf
  4. Efektifitas Pemberlakuan Sistem Satu Arah pada ... - E-Journal UNDIP, diakses Oktober 22, 2025, https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mkts/article/download/11230/8819
  5. PENENTUAN KAPASITAS JALAN DUA LAJUR DUA ARAH TIDAK TERBAGI DENGAN METODE MKJI, KONSEP PKJI, DAN SURVEI - Journal Untar, diakses Oktober 22, 2025, https://journal.untar.ac.id/index.php/jmts/article/view/5675/3779
  6. Perbandingan Metode MKJI 1997 Dengan PKJI 2023 Pada Analisis Kinerja Simpang Bersinyal (Studi Kasus - ETD UGM, diakses Oktober 22, 2025, https://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/234071
  7. Two-way conversions - Cedar-Rapids.org, diakses Oktober 22, 2025, https://www.cedar-rapids.org/local_government/departments_g_-_v/public_works/two-way_conversions.php
  8. One-Way or the Other? Two-Way Traffic Conversion Requires Study - Ayres Associates, diakses Oktober 22, 2025, https://www.ayresassociates.com/one-way-or-the-other-two-way-traffic-conversion-requires-study/
  9. Should Cities Convert One-Way Streets to Two Way? - The Thoreau Institute, diakses Oktober 22, 2025, https://ti.org/vaupdate30.html
  10. Apakah Jalan Satu Arah Menyelesaikan Masalah? | by Nefertari ..., diakses Oktober 22, 2025, https://medium.com/kolektif-agora/apakah-jalan-satu-arah-menyelesaikan-masalah-330ea1c69e4b
  11. 3 Reasons to Turn These One-Way Streets into Two-Ways - Strong Towns Archive, diakses Oktober 22, 2025, https://archive.strongtowns.org/journal/2016/8/4/farwell-prospect-one-way-two-way-streets
  12. Cities benefit from restoring two-way traffic - CNU.org, diakses Oktober 22, 2025, https://www.cnu.org/publicsquare/2019/07/09/cities-benefit-one-way-two-way-conversions
  13. Complete Streets: A Primer | Congress.gov, diakses Oktober 22, 2025, https://www.congress.gov/crs-product/R47947
  14. Module 2: Traffic Calming Basics | FHWA - Department of Transportation, diakses Oktober 22, 2025, https://highways.dot.gov/safety/speed-management/traffic-calming-eprimer/module-2-traffic-calming-basics
  15. Livable Streets - SFMTA, diakses Oktober 22, 2025, https://www.sfmta.com/units/livable-streets
  16. (PDF) Two-Way Street Conversion - ResearchGate, diakses Oktober 22, 2025, https://www.researchgate.net/publication/281892163_Two-Way_Street_Conversion
  17. One Way to Two Way Street Conversion Benefits | City of Dallas, diakses Oktober 22, 2025, https://dallascityhall.com/government/citycouncil/district14/DCH%20documents/McKinney-Cole%20Two-Way/One-way%20to%20Two-way%20Benefits.pdf
  18. ANALISIS DAMPAK PENERAPAN SISTEM SATU Terhadap ..., diakses Oktober 22, 2025, https://www.journal.lppmunindra.ac.id/index.php/JABE/article/download/2717/pdf
  19. pengaruh aktivitas pedagang kaki lima (pkl) terhadap kemacetan lalu lintas di jalan kh - Repository UNISSULA, diakses Oktober 22, 2025, https://repository.unissula.ac.id/24460/1/31201700045_fulltextpdf.pdf
  20. Analisis Pengaruh Hambatan Samping Terhadap Kinerja Lalu Lintas Pada Jalan Satu Arah (Studi Kasus: Jalan Walanda Maramis) | TEKNO - E-Journal UNSRAT, diakses Oktober 22, 2025, https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/tekno/article/view/60790
  21. EVALUASI PERUBAHAN LALU – LINTAS AKIBAT SISTEM SATU ARAH (STUDI KASUS JL. ARIF RAHMAN HAKIM, DEPOK), diakses Oktober 22, 2025, https://journal.istn.ac.id/index.php/cline/article/view/702/510
  22. PTV VISSUM : Optimalisasi Transportasi Untuk Kota Masa Depan - Akademi Sipil, diakses Oktober 22, 2025, https://akademisipil.com/2025/03/21/ptv-vissum-optimalisasi-transportasi-untuk-kota-masa-depan/
  23. Planning for Whole Communities toolkit - Complete Streets, diakses Oktober 22, 2025, https://www.psrc.org/sites/default/files/2022-03/complete_streets.pdf
  24. Complete Streets Policy Action Guide - CityHealth, diakses Oktober 22, 2025, https://www.cityhealth.org/resource-center/complete-streets-action-guide/
  25. 3.12 Traffic Calming - Streets Illustrated - Seattle.gov, diakses Oktober 22, 2025, https://streetsillustrated.seattle.gov/design-standards/trafficcalming/
  26. (PDF) Comparison Analysis of Road Performance Method Between MKJI 1997 and PKJI 2023 using Case Study at Jalan Jendral Ahmad Yani - ResearchGate, diakses Oktober 22, 2025, https://www.researchgate.net/publication/388799016_Comparison_Analysis_of_Road_Performance_Method_Between_MKJI_1997_and_PKJI_2023_using_Case_Study_at_Jalan_Jendral_Ahmad_Yani