Pendekatan Alternatif dalam Pendidikan Vokasi di Tiongkok dan Korea Selatan

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana

30 September 2025, 10.46

Pendahuluan

Pendidikan vokasi (TVET/Technical and Vocational Education and Training) menjadi salah satu pilar penting dalam pembangunan ekonomi dan ketahanan tenaga kerja. Laporan Crossing the River by Touching the Stones dari Asian Development Bank (ADB, 2022) menyoroti pengalaman Tiongkok dan Korea Selatan dalam mengembangkan model TVET yang berbeda dari sistem Eropa, khususnya Jerman dan Inggris.

Kedua negara Asia Timur ini menunjukkan bahwa tidak ada model TVET yang bersifat one-size-fits-all. Faktor sejarah, budaya, dan kebijakan publik sangat menentukan keberhasilan implementasi TVET.

Artikel ini membahas relevansi temuan tersebut dengan konteks Indonesia, serta pentingnya belajar dari pengalaman Tiongkok dan Korea Selatan.

Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?

Sistem TVET yang berhasil terbukti berperan besar dalam meningkatkan keterampilan tenaga kerja, mendukung industrialisasi, serta memperkuat daya saing global.

Korea Selatan, misalnya, berhasil membangun sekolah kejuruan unggulan yang melahirkan tenaga kerja berkompeten di era industrialisasi tahun 1970-an. Sementara Tiongkok mengembangkan kemitraan sekolah-industri yang mendorong lulusan lebih siap kerja.

Hal ini sejalan dengan artikel Pendidikan Vokasi 2024: 5 Program Utama, 3 Kunci Sukses & 1.000 Pengusaha Mengajar, yang menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia mempercepat transformasi pendidikan vokasi lewat program-program utama, termasuk bantuan sertifikasi kompetensi dan model pembelajaran berbasis industri. 

Juga relevan adalah inisiatif Uji Sertifikasi Kompetensi: Strategi Kebijakan Publik untuk Meningkatkan Kesiapan Kerja Lulusan SMK, yang menegaskan bahwa sertifikasi menjadi instrumen penting di Indonesia agar lulusan vokasi diakui secara formal dan praktis oleh industri. 

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

Implementasi model TVET membawa dampak positif berupa:

  • Peningkatan keterampilan tenaga kerja yang relevan dengan kebutuhan industri.

  • Daya saing internasional bagi produk dan jasa yang berbasis tenaga kerja terampil.

  • Pengurangan pengangguran terutama di kalangan generasi muda.

Namun, ada hambatan yang kerap muncul:

  1. Stigma sosial terhadap sekolah vokasi yang dianggap kurang bergengsi dibandingkan jalur akademik.

  2. Keterbatasan fasilitas dan instruktur yang membuat kualitas pendidikan vokasi tidak merata.

  3. Koordinasi yang lemah antara pemerintah pusat, daerah, dan industri.

Meski demikian, peluang besar terbuka dengan hadirnya digitalisasi pembelajaran, program link and match dengan dunia usaha, serta peningkatan investasi pemerintah.

Relevansi untuk Indonesia

Indonesia masih menghadapi tantangan serupa dengan Tiongkok dan Korea Selatan pada masa awal industrialisasi. Banyak lulusan vokasi belum terserap optimal di dunia kerja karena ketidaksesuaian keterampilan dengan kebutuhan industri.

Laporan ini memberikan pelajaran penting:

  • Indonesia harus mendorong public–private partnership (PPP) dalam pengembangan pendidikan vokasi.

  • Kurikulum berbasis kompetensi harus terus diperkuat.

  • Pemerintah perlu memberikan insentif bagi industri yang berkontribusi aktif dalam melatih tenaga kerja.

Hal ini sesuai dengan artikel “Link and Match Pendidikan Vokasi dengan Dunia Industri” dari DiklatKerja, yang menekankan urgensi penyelarasan pendidikan vokasi dengan kebutuhan dunia kerja.

Rekomendasi Kebijakan

  1. Penguatan sistem kualifikasi nasional untuk memastikan keterampilan lulusan vokasi diakui industri.

  2. Kemitraan strategis dengan industri agar siswa mendapat pengalaman kerja nyata.

  3. Digitalisasi TVET melalui platform pembelajaran daring, virtual labs, dan sertifikasi digital.

  4. Penguatan kapasitas guru/instruktur vokasi agar mampu mengajar sesuai perkembangan teknologi.

  5. Kampanye publik untuk menghapus stigma negatif terhadap sekolah vokasi.

Kritik terhadap Potensi Kegagalan

Jika kebijakan TVET hanya menyalin mentah-mentah model dari luar negeri tanpa menyesuaikan dengan konteks Indonesia, kegagalan bisa terjadi. Lulusan mungkin tidak relevan dengan kebutuhan pasar kerja, sementara sertifikasi hanya menjadi formalitas.

Penutup

Resensi ini menegaskan bahwa pengalaman Tiongkok dan Korea Selatan dalam mengembangkan TVET memberikan inspirasi berharga bagi Indonesia. Kunci keberhasilan terletak pada kontekstualisasi kebijakan, sinergi pemerintah-industri, serta adaptasi budaya lokal.

Dengan demikian, Indonesia tidak perlu menyalin seluruh sistem asing, tetapi bisa mengadopsi elemen-elemen terbaik yang sesuai dengan kondisi nasional.

Sumber

Asian Development Bank (2022). Crossing the River by Touching the Stones: Alternative Approaches in Technical and Vocational Education and Training in the People’s Republic of China and the Republic of Korea.