Pendampingan Pemanfaatan Air Hujan sebagai Sumber Air Bersih di Bantaran Sungai Code Kelurahan Wirogunan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

05 Juni 2025, 17.09

pixabay.com

Air bersih merupakan kebutuhan dasar yang semakin sulit didapatkan di daerah perkotaan yang padat penduduk, termasuk Kota Yogyakarta. Meskipun Indonesia memiliki curah hujan yang cukup tinggi, pemanfaatan air hujan sebagai sumber air bersih masih belum optimal. Artikel berjudul Pendampingan Pemanfaatan Air Hujan Sebagai Sumber Air Bersih di Bantaran Sungai Code Kelurahan Wirogunan yang ditulis oleh Widati dan rekan-rekan (2023) membahas upaya pengabdian masyarakat untuk mengatasi krisis air bersih melalui pemanenan air hujan di wilayah padat penduduk yang sulit mendapatkan air bersih, khususnya di bantaran Sungai Code, Kelurahan Wirogunan, Yogyakarta1.

Latar Belakang dan Permasalahan

Kota Yogyakarta memiliki curah hujan tahunan antara 2000-3000 mm³, dengan kualitas air hujan yang layak konsumsi berdasarkan pH sekitar 7,2-7,4. Namun, di Kelurahan Wirogunan, terutama RT 13 dan RT 14 RW 04 yang merupakan wilayah bantaran Sungai Code, masyarakat menghadapi kesulitan akses air bersih. Wilayah ini padat penduduk (13.289 jiwa/km²), bekas penimbunan sampah, dan sulit untuk membuat sumur karena kondisi tanah yang tidak memungkinkan. Selain itu, biaya langganan PDAM dianggap mahal oleh warga yang mayoritas berprofesi sebagai buruh lepas dengan pendapatan tidak tetap. Sebagian besar warga masih mengandalkan sumur bersama yang kualitas airnya buruk dan tercemar bakteri E-Coli dari sungai1.

Permasalahan utama yang diidentifikasi adalah:

  • Tidak adanya sosialisasi dan pemahaman tentang pemanfaatan air hujan.
  • Sulitnya pengadaan air bersih karena keterbatasan lahan dan sumber air tanah.
  • Biaya langganan PDAM yang mahal.
  • Kepadatan penduduk yang tinggi meningkatkan kebutuhan air bersih1.

Tujuan dan Metode Pelaksanaan

Tujuan utama kegiatan pengabdian ini adalah meningkatkan pemahaman masyarakat tentang potensi dan manfaat air hujan sebagai sumber air bersih serta mengimplementasikan teknologi sederhana pemanen air hujan yang dapat dikelola secara mandiri oleh masyarakat.

Metode pelaksanaan meliputi:

  1. Assesment potensi dan masalah melalui observasi dan wawancara dengan perangkat kelurahan dan tokoh masyarakat.
  2. Sosialisasi dan workshop mengenai potensi air hujan dan teknologi penampung air hujan (PAH) bekerja sama dengan Fakultas Vokasi Teknik Sipil UGM.
  3. Pemasangan instalasi pemanen air hujan sederhana secara gotong royong menggunakan peralatan yang mudah didapat dan biaya sekitar Rp 2.650.000,-.
  4. Pengorganisasian kembali pengelola air hujan dengan pembentukan divisi khusus dan komunikasi melalui grup WhatsApp untuk monitoring dan evaluasi berkelanjutan1.

Hasil dan Diskusi

Pemahaman dan Ketertarikan Masyarakat

Workshop yang diadakan berhasil meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap manfaat pemanfaatan air hujan dengan 78% peserta menyatakan paham dan 22% sangat paham terhadap materi yang disampaikan. Ketertarikan untuk memanfaatkan air hujan dan kebutuhan akan teknologi pemanen air hujan juga tinggi, dengan 61% peserta menyatakan tertarik dan setuju terhadap penerapan teknologi sederhana ini1.

Pemasangan Instalasi dan Partisipasi Gotong Royong

Instalasi pemanen air hujan dipasang di lokasi strategis bekas tumpukan sampah di RT 14, yang juga dapat dimanfaatkan oleh warga RT 13. Pemasangan dilakukan secara gotong royong oleh warga sekitar, menunjukkan antusiasme dan solidaritas komunitas dalam mengatasi krisis air bersih. Alat yang digunakan berupa drum penampung 1.050 liter, pipa, talang air, dan perlengkapan sambungan yang sederhana namun efektif1.

Pengorganisasian dan Keberlanjutan

Pengelolaan air hujan diintegrasikan dalam struktur pengelola air yang sudah ada dengan membentuk divisi khusus air hujan yang bertugas mengatur distribusi dan perawatan alat. Komunikasi dan koordinasi dilakukan melalui grup WhatsApp yang melibatkan perangkat kelurahan, ketua RT/RW, dan tim pengabdian. Monitoring menunjukkan bahwa masyarakat aktif memperbaiki instalasi secara gotong royong jika terjadi kerusakan. Meskipun masyarakat belum berani mengonsumsi air hujan secara langsung, air tersebut sudah digunakan untuk pertanian urban dan perikanan sebagai alternatif pemanfaatan1.

Studi Kasus dan Angka Penting

  • Kepadatan penduduk di Kelurahan Wirogunan: 13.289 jiwa/km² dengan total penduduk 11.296 jiwa dan 3.880 kepala keluarga.
  • Biaya instalasi pemanen air hujan: Rp 2.650.000,- untuk peralatan sederhana.
  • Persentase pemahaman masyarakat terhadap materi workshop: 78% paham, 22% sangat paham.
  • Persentase ketertarikan dan kebutuhan teknologi pemanen air hujan: 61% tertarik dan setuju, 39% sangat setuju.
  • Jumlah sumur yang layak konsumsi di wilayah tersebut: hanya 2 sumur bersama untuk seluruh warga RT 13 dan RT 141.

Nilai Tambah dan Kritik

Artikel ini memberikan kontribusi penting dalam upaya pemecahan masalah krisis air bersih di daerah perkotaan padat penduduk melalui pendekatan partisipatif dan teknologi sederhana. Pendekatan pengabdian masyarakat yang melibatkan sosialisasi, pemasangan alat, dan pengorganisasian komunitas menjadi model yang dapat direplikasi di wilayah lain dengan permasalahan serupa.

Namun, ada beberapa hal yang dapat dikembangkan lebih lanjut:

  • Pengujian kualitas air hujan secara lebih mendalam dan edukasi terkait keamanan konsumsi air hujan untuk mendorong pemanfaatan langsung sebagai air minum.
  • Pendanaan berkelanjutan dari pemerintah atau swasta agar instalasi dapat diperbanyak dan diperbaiki tanpa bergantung pada dana pengabdian.
  • Pengembangan teknologi pemanen air hujan yang lebih efisien dan mudah dipelihara oleh masyarakat dengan latar belakang ekonomi terbatas.

Hubungan dengan Tren Lebih Luas

Pemanfaatan air hujan sebagai sumber air bersih sejalan dengan tren global dalam pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Krisis air bersih yang diprediksi akan semakin parah di masa depan menuntut inovasi lokal yang dapat mengurangi ketergantungan pada sumber air tanah dan PDAM. Model pengabdian masyarakat ini juga mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) khususnya target penyediaan air bersih dan sanitasi yang layak1.

Kesimpulan

Pemanfaatan air hujan di bantaran Sungai Code, Kelurahan Wirogunan, menunjukkan bahwa dengan pendekatan sosialisasi, teknologi sederhana, dan pengorganisasian komunitas, krisis air bersih di daerah perkotaan padat dapat diatasi secara efektif. Masyarakat menunjukkan antusiasme tinggi dan partisipasi aktif dalam kegiatan ini, meskipun tantangan seperti keamanan konsumsi air hujan dan pendanaan berkelanjutan masih perlu perhatian lebih lanjut.

Program ini menjadi contoh nyata yang dapat diadopsi oleh daerah lain di Indonesia yang menghadapi masalah serupa, dengan dukungan pemerintah dan pihak swasta agar pemanfaatan air hujan menjadi kebiasaan dan solusi jangka panjang dalam penyediaan air bersih.

Sumber Artikel:
Widati, F., Sulistyowati, F., Saptaning Tyas, B. H., & Puspitasari, C. (2023). Pendampingan Pemanfaatan Air Hujan Sebagai Sumber Air Bersih di Bantaran Sungai Code Kelurahan Wirogunan. SHARE: Journal of Service Learning, 9(2), 122-128.