Pemerintah Diminta Relaksasi Sejumlah Kebijakan Konstruksi

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E.

15 Juli 2022, 15.33

Ilustrasi (Tribun News)

Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) meminta pemerintah memberikan sejumlah relaksasi kebijakan yang berkaitan dengan sektor konstruksi.

Gapensi menilai terbitnya Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta turunannya, memberatkan pelaku jasa konstruksi.

Hal ini disampaikan Ketua BPP Gapensi Iskandar Z Hartawi dalam acara Musyawarah Nasional Khusus (Munasus) dan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Gapensi (M2G) 2022, Sabtu (22/01/2022).

"Kendala dari anggota kami yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, memberatkan pelaku jasa konstruksi," ujar Iskandar.

Hal ini mengingat selama hampir dua tahun ini pelaksana jasa konstruksi nasional mengalami perlambatan yang berakibat pada turunnya pendapatan.

Gapensi juga berharap pemerintah dapat mempertimbangkan untuk membuka ruang kebijakan lain dalam rangka penurunan peserta sertifikasi badan usaha.

"Pemenuhan sertifikasi badan usaha ini juga tentang PP No 5 tahun 2021," ucapnya.

Khususnya bagi UMKM konstruksi sekaligus memberikannya porsi pada proyek-proyek pemerintah, karena akan menjadi salah satu faktor pertumbuhan perekonomian nasional.

"Bagi anggota semua yang terlambat mengurus sertifikasi ini menjerit seluruh Indonesia, kenapa sudah lama, kenapa tidak seperti Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang lalu," imbuh Iskandar.

Kendati demikian, Gapensi tetap berupaya semaksimal mungkin, salah satunya sertifikasi badan usaha yakni Lembaga Sertifikasi Badan Usaha (LSBU) Gamana Krida Bhakti.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum VI Gapensi Ruslan Rivai mengatakan, dalam Mukernas 2022 ini ada beberapa pokok pikiran yang selama ini menjadi tantangan bagi para kontraktor di daerah dan pusat.

Pokok pikiran tersebut antara lain mengenai relaksasi perizinan persyaratan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Kemudian, relaksasi kebijakan pemerintah yang menetapkan harga terendah untuk proyek infrastuktur pemerintah.

Lalu, perlindungan bagi pangsa pasar usaha kecil dan menengah dengan melarang Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) yang memiliki subklasifikasi usaha dengan kualifikasi besar melakukan aktivitas usaha pada pangsa pasar kecil dan menengah.

Serta bantuan pembiayaan bagi pelaku jasa kontruksi nasional baik bank maupun non bank.

"Selain itu, kami juga menyatakan dukungan terkait sertifikasi para kontraktor untuk meningkatkan kompetensi pelaku usaha sektor jasa konstruksi," cetus Ruslan.

Pertimbangan relaksasi yang dimaksud Gapensi sejalan yang disampaikan oleh Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid.

Bahwa pemerintah perlu menerbitkan relaksasi terhadap persyaratan yang diatur dalam PP 5 tahun 2021 di sektor PUPR.

"Yaitu dengan menetapkan relaksasi persyaratan kemampuan pelaku usaha jasa kontruksi terhadap penjualan tahunan dari tiga tahun menjadi 10 tahun," ujar Arsjad.

Kemudian, ekuitas dari semula persubkalsifikasi usaha menjadi equitas badan usaha, sementara untuk tenaga kerja tetap per subklasifikasi menjadi tenaga kerja tetap per klasifikasi.

Selain itu, dia juga menilai perlu adanya perubahan penetapan harga penawaran penyedia jasa agar tidak berdasarkan harga terendah saja.

"Tetapi juga harus mempertimbangkan syarat dan mutu barang dan jasa," imbuhnya.


Sumber Artikel: tribunnews.com