Tantangan Kualitas Air di Danau Toba
Danau Toba, danau vulkanik terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, memiliki peranan penting sebagai sumber daya ekologis dan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Namun, aktivitas manusia seperti limbah domestik, pertanian, perikanan, industri, dan pariwisata memberikan tekanan besar terhadap kualitas air danau ini. Penurunan kualitas air yang terjadi mengancam ekosistem dan kenyamanan masyarakat serta wisatawan. Oleh karena itu, pemantauan kualitas air secara kontinyu dan real-time sangat dibutuhkan untuk mendukung pengelolaan yang berkelanjutan.
Penelitian oleh Damayanti et al. (2022) memanfaatkan teknologi ONLIMO (Online Monitoring) yang dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memantau kualitas air Danau Toba secara online dan real-time. Studi ini bertujuan mengukur dan menganalisis status mutu air di dua stasiun pengamatan di Kabupaten Toba, yaitu di Desa Marom (STO11) dan Desa Pardamean Ajibata (STO12).
Teknologi ONLIMO dan Parameter Pengukuran
Pemantauan dilakukan pada bulan Desember 2017 dengan pengambilan data setiap satu jam selama 24 jam penuh. Teknologi ONLIMO menggunakan multiprobe sensor yang mampu mengukur berbagai parameter penting kualitas air, yaitu:
- Suhu
- Daya Hantar Listrik (DHL)
- Total Dissolved Solid (TDS)
- Kekeruhan (Turbidity)
- pH
- Dissolved Oxygen (DO)
- Nitrat
- Amonia
Data yang dikumpulkan oleh sensor disimpan dalam data logger dan dikirim secara otomatis ke server pusat melalui jaringan GSM untuk dianalisis menggunakan metode STORET. Metode ini membandingkan data kualitas air dengan baku mutu sesuai Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990.
Status Mutu Air di Dua Stasiun
Suhu dan pH
- Suhu rata-rata di stasiun 1 (Marom) berkisar antara 23,8°C hingga 26,8°C, sedangkan di stasiun 2 (Ajibata) antara 25,2°C hingga 25,9°C. Kedua lokasi memenuhi standar baku mutu kelas 1.
- pH di stasiun 1 berkisar 8,12–8,21 dan di stasiun 2 antara 7,77–8,29, menunjukkan kondisi air yang cenderung basa dan masih sesuai dengan standar mutu air.
Dissolved Oxygen (DO)
- DO di stasiun 1 berkisar 5,50–6,47 mg/L, beberapa nilai belum memenuhi baku mutu kelas 1, namun masih sesuai kelas 2.
- DO di stasiun 2 berkisar 5,35–7,60 mg/L, sebagian besar memenuhi baku mutu kelas 1.
Kekeruhan (Turbidity)
- Kekeruhan di stasiun 1 berkisar 4,5–27,4 NTU.
- Kekeruhan di stasiun 2 sangat bervariasi, dari 0,8 hingga 584,1 NTU, dengan nilai tertinggi di dekat pelabuhan Ajibata yang didominasi aktivitas pariwisata dan transportasi air. Nilai ini jauh melebihi batas baku mutu (<5 NTU).
Daya Hantar Listrik (DHL) dan Total Dissolved Solids (TDS)
- DHL di kedua stasiun termasuk rendah, berkisar 15,6–21,5 µS/cm.
- TDS di kedua stasiun sekitar 100 mg/L, masih jauh di bawah batas baku mutu 1000 mg/L, menunjukkan perairan belum tercemar oleh padatan terlarut.
Nitrat dan Amonia
- Nitrat di stasiun 1 berkisar 0,13–2,79 mg/L, dan di stasiun 2 0–0,05 mg/L, keduanya memenuhi baku mutu.
- Amonia di stasiun 1 antara 0–0,04 mg/L (memenuhi baku mutu), namun di stasiun 2 mencapai 5,04 mg/L, jauh melebihi batas 0,5 mg/L, mengindikasikan pencemaran akibat aktivitas manusia di sekitar Ajibata.
Analisis Status Mutu Air Menggunakan Metode STORET
Berdasarkan skor STORET, status mutu air di stasiun 1 (Marom) tergolong kelas B (cemar ringan) dengan skor antara -10 hingga -5, tanpa perubahan signifikan selama pengamatan. Sedangkan di stasiun 2 (Ajibata) status mutu air bervariasi antara kelas A (baik), B (cemar ringan), dan C (cemar sedang) dengan skor antara 0 hingga -15, menunjukkan penurunan kualitas air selama periode pengamatan.
Parameter yang paling berkontribusi terhadap pencemaran di stasiun 1 adalah DO dan kekeruhan, sementara di stasiun 2 adalah kekeruhan, DO, dan amonia.
Studi Kasus dan Implikasi
Stasiun 2 yang berada di kawasan pariwisata dan pelabuhan Ajibata menunjukkan kualitas air yang lebih buruk dibandingkan stasiun 1 di Marom. Tingginya kekeruhan dan amonia di Ajibata kemungkinan besar disebabkan oleh aktivitas manusia seperti limbah domestik, pariwisata, dan transportasi air. Kondisi ini mengancam ekosistem dan kenyamanan wisatawan, serta berpotensi merusak habitat biota air.
Nilai Tambah dan Kritik
Penelitian ini menawarkan pendekatan modern dengan teknologi ONLIMO yang memungkinkan pemantauan kualitas air secara online, real-time, dan kontinyu. Hal ini mengatasi kendala pemantauan manual seperti jarak lokasi ke laboratorium, biaya tinggi, dan keterlambatan pelaporan.
Namun, keterbatasan penelitian adalah cakupan waktu yang hanya satu bulan dan hanya dua stasiun, sehingga belum menggambarkan dinamika musiman dan spasial secara menyeluruh. Penambahan titik pengamatan dan periode monitoring yang lebih panjang akan meningkatkan representasi data.
Hubungan dengan Tren Global dan Industri
Pemanfaatan teknologi telemetri dan sensor multiparameter untuk monitoring kualitas air sesuai dengan tren global dalam pengelolaan sumber daya air berkelanjutan. Sistem seperti ONLIMO mendukung tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) terutama target air bersih dan sanitasi. Selain itu, data real-time membantu pengambil kebijakan dan pengelola lingkungan dalam mengambil tindakan cepat untuk mencegah pencemaran lebih lanjut.
Kesimpulan
Kualitas air Danau Toba di Kabupaten Toba pada bulan Desember 2017 secara umum tergolong tercemar ringan, terutama di kawasan Ajibata yang dipengaruhi aktivitas manusia dan pariwisata. Parameter DO, kekeruhan, dan amonia menjadi indikator utama pencemaran. Teknologi ONLIMO terbukti efektif untuk monitoring kualitas air secara online dan real-time, memberikan data yang akurat dan cepat. Pengembangan dan perluasan sistem ini sangat direkomendasikan untuk pengelolaan dan konservasi Danau Toba yang lebih baik.
Sumber Asli Artikel
Damayanti, A. A., Wahjono, H. D., & Santoso, A. D. (2022). Pemantauan Kualitas Air Secara Online dan Analisis Status Mutu Air di Danau Toba, Sumatera Utara. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 9(3), 113-120.