Wilayah pesisir di Indonesia, seperti Kecamatan Tarumajaya di Kabupaten Bekasi, menghadapi tantangan serius terkait akses air bersih. Sumber air permukaan tercemar dan air tanah cenderung payau akibat intrusi air laut. Sementara itu, distribusi air perpipaan (PDAM) dan bantuan pemerintah belum merata, sehingga sebagian besar masyarakat terpaksa membeli air dengan harga mahal. Dalam konteks inilah, paper karya Dira Amanda dan Desiree Marlyn Kipuw (2022) menjadi sangat relevan, menawarkan pemanenan air hujan (SPAH) sebagai solusi alternatif yang murah, mudah, dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat pesisir.
Studi Kasus: Tarumajaya, Bekasi—Potret Krisis dan Peluang
Kondisi Eksisting Sumber Air
- Sumber air permukaan (Sungai Jingkem) kotor, keruh, dan tercampur air laut, sehingga tidak layak konsumsi.
- Air tanah di wilayah pesisir umumnya payau, tidak memenuhi standar air bersih.
- Distribusi PDAM dan bantuan air bersih belum merata; hanya sebagian kecil warga yang mendapat suplai air bersih secara rutin.
- Sebagian besar warga membeli air dari pedagang keliling seharga Rp 4.000/20 liter, dengan pengeluaran bulanan untuk air mencapai Rp 151.000–Rp 200.000/KK, melebihi 4% dari pendapatan rata-rata (Rp 1–3 juta/bulan).
Data Kebutuhan dan Ketersediaan Air
- Empat desa pesisir: Samudrajaya, Segarajaya, Pantai Makmur, Segara Makmur.
- Kebutuhan air bersih: 60 liter/jiwa/hari (standar SNI 6728.1:2015).
- Total kebutuhan harian 2022:
- Samudrajaya: 495.030 liter
- Segarajaya: 1.175.075 liter
- Pantai Makmur: 681.254 liter
- Segara Makmur: 944.943 liter
- Sumber air baku utama: Sumur bor (kapasitas hanya 1,5 L/detik) dan saluran sekunder dari Bogor serta Pondok Ungu (total 151,1 L/detik), namun distribusi tidak merata dan kualitas air sering tidak layak.
Analisis Kuantitas Air Hujan: Apakah Bisa Memenuhi Kebutuhan?
Data Curah Hujan
- Rata-rata curah hujan tahunan Tarumajaya (2010–2020): 1.842 mm/tahun.
- Puncak hujan: Januari–April dan November–Desember, dengan bulan-bulan kering pada Mei–Oktober.
Perhitungan Potensi Air Hujan
- Metode:
Supply=Rainfall×Area×Runoff Coefficient\text{Supply} = \text{Rainfall} \times \text{Area} \times \text{Runoff Coefficient}Supply=Rainfall×Area×Runoff Coefficient - Koefisien limpasan atap: 0,9 (artinya 90% air hujan di atap bisa ditampung).
- Hasil:
- Pada musim hujan, air hujan yang tertampung jauh melebihi kebutuhan air bersih bulanan.
- Pada musim kering, Desa Samudrajaya dan Segara Makmur masih bisa memenuhi kebutuhan air bersih dari air hujan yang disimpan saat musim hujan.
- Untuk Segarajaya dan Pantai Makmur, air hujan saja tidak cukup di musim kering, sehingga perlu kombinasi dengan sumber lain (sumur bor, air keliling, PDAM).
Grafik Supply vs Demand
- Musim hujan: Kelebihan air (surplus), dapat disimpan untuk musim kering.
- Musim kering: Kekurangan air di beberapa desa, tapi bisa diatasi dengan manajemen penyimpanan dari surplus musim hujan.
Partisipasi dan Persepsi Masyarakat: Kunci Keberlanjutan SPAH
Temuan Survei
- 81% responden bersedia berpartisipasi dalam SPAH.
- Bentuk partisipasi:
- 55% siap terlibat dalam pembangunan (tenaga, pikiran, keahlian).
- 45% siap terlibat dalam perawatan dan operasional.
- Kesediaan membayar investasi awal:
- 55% bersedia membayar Rp 101.000–Rp 150.000
- 33% bersedia membayar Rp 50.000–Rp 100.000
- 12% bersedia membayar Rp 151.000–Rp 200.000
- 91% responden siap melakukan perawatan mandiri atau gotong royong.
- Kekhawatiran: Beberapa warga khawatir air hujan hanya cukup di musim hujan dan ada risiko jentik nyamuk jika penampungan tidak dikelola baik.
Rancangan Sistem Pemanenan Air Hujan (SPAH)
Rekomendasi Sistem
- Jenis: Instalasi di atas permukaan tanah (lebih murah, mudah diawasi, dan sesuai kemampuan masyarakat).
- Biaya instalasi: Rp 8.650.000 untuk satu unit kapasitas 5.000 liter (cukup untuk 83 jiwa/21 KK).
- Biaya per orang: Rp 105.000 (sekali investasi).
- Biaya pemeliharaan tahunan: Rp 848.000/unit, atau Rp 41.000/KK/tahun.
Komponen Sistem
- Tangki penampungan: 5.000 liter
- Filter: Zeolit, GAC, pasir, kapas, ijuk, kerikil
- Pipa dan kran: Untuk distribusi ke hidran umum
- Sistem gravitasi: Mengalirkan air dari atap ke penampungan dan ke hidran umum
Lokasi dan Distribusi
- Lokasi ideal: Lahan kosong dekat pemukiman atau fasilitas umum (misal masjid), mudah dijangkau dan diawasi.
- Sistem distribusi: Hidran umum komunal, melayani 21 KK per unit.
Dampak Sosial-Ekonomi dan Lingkungan
Penghematan dan Efisiensi
- Penghematan biaya air: Dengan SPAH, biaya air turun signifikan dibanding membeli air keliling.
- Akses air bersih meningkat: Terutama untuk kelompok rentan seperti nelayan dan petani.
- Kemandirian air: Mengurangi ketergantungan pada PDAM dan air keliling.
- Konservasi air tanah: Menekan eksploitasi air tanah dan memperlambat intrusi air laut.
Tantangan dan Solusi
- Musim kering: Perlu manajemen penyimpanan air hujan dan kombinasi dengan sumber air lain.
- Perawatan: Edukasi penting agar masyarakat rutin membersihkan penampungan dan filter.
- Kualitas air: Filter sederhana cukup untuk kebutuhan domestik, tapi untuk air minum perlu pengolahan tambahan.
Studi Banding: Tren Nasional dan Global
Penelitian di kawasan pesisir lain di Jakarta Utara dan Muara Angke juga menunjukkan efektivitas SPAH dalam meningkatkan akses air bersih, menurunkan biaya air, dan mendukung konservasi lingkungan56. Negara-negara seperti Vietnam, Bangladesh, dan Meksiko telah lama mengadopsi rainwater harvesting sebagai solusi urban water security.
Kelembagaan dan Model Pengelolaan
- Model kelembagaan: Unit Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAM BM), dikelola oleh warga dengan dana desa untuk pembangunan dan iuran swadaya untuk operasional.
- Keberlanjutan: Kunci keberhasilan adalah partisipasi aktif masyarakat dan dukungan pemerintah desa.
Opini dan Kritik
Paper ini sangat komprehensif dalam menggabungkan analisis teknis, sosial ekonomi, dan kelembagaan. Namun, beberapa hal perlu diperkuat:
- Kualitas air: Perlu uji laboratorium berkala untuk memastikan air hujan aman dikonsumsi, terutama jika akan digunakan sebagai air minum.
- Replikasi dan scaling up: Perlu strategi agar SPAH bisa diterapkan lebih luas, misal dengan insentif pemerintah atau integrasi dalam program pembangunan desa.
- Inovasi teknologi: Filter dan tangki murah, sensor kualitas air, serta sistem otomatisasi dapat meningkatkan efisiensi dan keamanan.
Relevansi dengan SDGs dan Adaptasi Iklim
SPAH mendukung SDG 6 (air bersih dan sanitasi) dan SDG 13 (aksi iklim), serta menjadi strategi adaptasi perubahan iklim di kawasan pesisir yang rentan banjir dan kekeringan.
Kesimpulan: SPAH, Pilar Kemandirian Air Bersih Pesisir
Pemanenan air hujan terbukti secara teknis, sosial, dan ekonomi mampu menjadi solusi air bersih di pesisir Tarumajaya. Dengan investasi terjangkau, partisipasi masyarakat tinggi, dan dukungan kelembagaan, SPAH dapat direplikasi di banyak kawasan pesisir Indonesia. Kuncinya adalah edukasi, inovasi, dan kolaborasi lintas sektor agar sistem ini benar-benar berkelanjutan dan berdampak luas.
Sumber Artikel
Dira Amanda, Desiree Marlyn Kipuw. (2022). Potensi Pemanfaatan Air Hujan Sebagai Alternatif Penyediaan Air Bersih di Wilayah Pesisir Kecamatan Tarumajaya. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota ITSB.