Pelajaran K3 dari Industri Konstruksi Jeddah dan Implikasinya bagi Indonesia

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana

06 Oktober 2025, 08.52

Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?

Riset Occupational Accidents and Injuries in Construction Industry in Jeddah City (2020) oleh Abukhashabah, Summan, dan Balkhyour mengungkap pola kecelakaan kerja konstruksi yang sangat relevan: kejadian jatuh dari ketinggian, sengatan listrik, paparan panas ekstrem, seringkali disebabkan oleh kombinasi kelemahan pengawasan, pelatihan yang kurang memadai, dan ketidakpatuhan terhadap standar K3. Temuan ini memperkuat argumen bahwa regulasi keselamatan kerja saja tidak cukup tanpa mekanisme implementasi, pengawasan, dan perubahan budaya kerja yang nyata.

Bagi kebijakan publik, hal ini menunjukkan bahwa intervensi harus multipihak: tidak cukup membuat undang-undang atau standar keamanan; pelaksanaan di lapangan, edukasi pekerja, pengawasan rutin, dan akuntabilitas harus dijadikan elemen penting. Di Indonesia, konteks ini sangat relevan karena industri konstruksi menyumbang angka kecelakaan kerja tinggi.

Sebagai contoh lokal, kursus Peran Keselamatan Konstruksi dalam Mewujudkan Konstruksi Berkelanjutan (AK3L), yang menekankan bahwa penerapan K3 konstruksi mampu mengurangi risiko, menjamin kepatuhan regulasi, dan melindungi tenaga kerja serta lingkungan.

Juga, artikel Menulis Rencana Keselamatan Konstruksi: Yang Perlu Anda Ketahui memaparkan bahwa rencana keselamatan konstruksi (site-specific safety plan) adalah dokumen penting yang harus disusun sedari awal proyek agar bahaya bisa teridentifikasi dan mitigasi diterapkan. Intinya: kebijakan K3 harus menyertakan persyaratan rencana keselamatan proyek sebagai bagian integral regulasi.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

Dampak

Implementasi sistem K3 yang buruk berdampak langsung pada keselamatan pekerja, biaya proyek, dan reputasi industri konstruksi. Dalam studi Jeddah, insiden seperti jatuh dari tinggi dan sengatan listrik menyebabkan cedera berat dan kerugian finansial bagi perusahaan. Jika proyek di Indonesia mengalami kegagalan serupa, biaya rekompensasi, litigasi, maupun penangguhan proyek bisa sangat besar.

Di samping itu, dampak tidak langsung muncul lewat turunnya kepercayaan masyarakat terhadap proyek pemerintah, terutama proyek yang bersinggungan dengan publik (jalan tol, jembatan, infrastruktur kota). Bila masyarakat merasa proyek pembangunan membahayakan, resistensi sosial bisa meningkat.

Hambatan

  1. Pelatihan K3 yang tidak memadai & formalitas
    Banyak pekerja konstruksi di lapangan belum mendapatkan pelatihan yang benar-benar aplikatif. Dalam artikel Mengungkap 6 Kunci Sukses Pelatihan Keselamatan Konstruksi menyebut bahwa efektivitas pelatihan bergantung pada faktor keberhasilan kritis (CSF), seperti keterlibatan manajemen, konteks lokal, dan relevansi materi terhadap bahaya nyata di lapangan. 

  2. Kesenjangan persepsi antara manajemen dan pekerja
    Artikel Manajemen Keselamatan Konstruksi: Perspektif Pekerja dan Implikasi Kebijakan menunjukkan bahwa meskipun manajemen menganggap sistem K3 sudah ada, banyak pekerja merasakan bahwa itu sekadar formalitas yang jarang diterapkan secara konsisten. 

  3. Peralatan kerja berisiko tinggi yang rusak atau tidak sesuai standar
    Dalam konstruksi, penggunaan alat seperti tangga, perancah, dan alat pelindung jatuh (fall protection) sangat kritis. Artikel K3 Konstruksi: 3 Peralatan Penting Bekerja di Ketinggian menjelaskan pentingnya pemeliharaan dan penggunaan alat tersebut secara tepat agar tidak menjadi sumber kecelakaan. 

  4. Lemahnya penegakan regulasi dan audit lapangan
    Pengawasan proyek swasta seringkali lemah atau sporadis. Banyak perusahaan kecil yang lolos dari inspeksi atau tidak terjangkau pengawasan regulasi.

  5. Tekanan target waktu dan biaya proyek
    Dalam praktik, manajemen proyek sering memberikan tekanan untuk memenuhi tenggat waktu dan menekan biaya, yang bisa menyebabkan pengabaian prosedur keselamatan demi percepatan.

Peluang

  • Integrasi sistem K3 ke dalam kontrak proyek
    Pemerintah bisa membuat regulasi bahwa setiap proyek yang dibiayai publik wajib menyertakan klausul penalti bila standar keselamatan diabaikan.

  • Platform online dan aplikasi pengawasan K3
    Penerapan sistem digital untuk verifikasi pelatihan pekerja, laporan insiden real-time, audit lapangan berbasis data, dan dashboard pemantauan keselamatan.

  • Kolaborasi dengan asosiasi kontraktor dan serikat pekerja
    Menyertakan pekerja langsung dalam desain kebijakan K3 agar praktik aman bukan sekadar beban tambahan, tetapi bagian dari budaya kerja.

  • Program subsidi pelatihan dan alat keselamatan untuk kontraktor kecil
    Untuk menjangkau sektor informal atau sub-kontraktor kecil, pemerintah bisa memberikan dukungan agar mereka mampu mematuhi standar K3.

  • Audit independen berkala
    Menugaskan lembaga eksternal (audit keselamatan profesional) untuk memantau pelaksanaan K3 di proyek berskala menengah dan besar.

Relevansi untuk Indonesia

Konteks Indonesia sangat paralel dengan situasi di Jeddah. Sektor konstruksi di Indonesia terus berkembang pesat di berbagai pulau dan kota. Namun data menunjukkan bahwa kecelakaan kerja terus terjadi, terutama di proyek-perkotaan dan pembangunan infrastruktur publik.

Beberapa hal spesifik relevan:

  • Requirement proyek publik mewajibkan K3
    Di Indonesia, proyek-proyek publik sudah mewajibkan sistem manajemen K3 (SMK3) sebagai syarat tender. Namun, implementasi di lapangan masih jauh dari ideal karena sebaik apapun regulasi, bila tidak diawasi, akan menjadi formalitas.

  • Pendidikan dan pelatihan K3 di sekolah vokasi & politeknik
    Pemerintah perlu memasukkan materi praktik K3 konstruksi di kurikulum SMK teknik sipil, bangunan, dan pekerjaan umum agar lulusan memasuki dunia kerja dengan kesadaran keselamatan awal. Ini relevan dengan kursus Peran Keselamatan Konstruksi dalam Mewujudkan Konstruksi Berkelanjutan

  • Standarisasi dan audit lokal K3
    Penerapan audit lokal dan penegakan standar K3 minimal (seperti 10 aturan keselamatan di proyek konstruksi) yang dijelaskan dalam artikel 10 Aturan Keselamatan di Lokasi Konstruksi menjadi landasan praktis untuk proyek di Indonesia. 

  • Komponen regulator lokal & daya keterjangkauan alat keselamatan
    Projek di daerah terpencil sering menghadapi tantangan distribusi alat keselamatan, biaya logistik, dan minimnya pengawasan dari instansi pemerintah. Kebijakan nasional harus mempertimbangkan subsidi atau bantuan logistik alat keselamatan ke wilayah terpencil.

  • Budaya keselamatan proyek besar sebagai contoh
    Artikel Menggali Budaya Keselamatan di Proyek Konstruksi Besar (kasus proyek Jokeri Finlandia) menekankan bahwa budaya keselamatan harus dibangun dari top-down dan bottom-up. Proyek besar yang menerapkan budaya kuat bisa menjadi model untuk proyek nasional di Indonesia.

Dengan memperhatikan konteks Indonesia, adaptasi kebijakan K3 dari riset Jeddah harus memperhitungkan diversitas geografis, kondisi pekerja, kapasitas pengawasan, dan kultur lokal.

Rekomendasi Kebijakan Praktis

  1. Kewajiban Rencana Keselamatan Konstruksi (Safety Plan) sejak Pra-konstruksi
    Regulasi tender harus mengharuskan setiap kontraktor menyertakan rencana keselamatan proyek (site-specific safety plan) sesuai pedoman lokal.

  2. Pelatihan K3 Mandiri & Sertifikasi Wajib bagi Semua Pekerja
    Pemerintah pusat/daerah dan LPJK bisa menyediakan modul pelatihan K3 konstruksi wajib dan sertifikasi berbasis digital yang bisa diakses pekerja di mana pun.

  3. Posisi Safety Officer Bersertifikat di Proyek Konstruksi
    Menetapkan peraturan bahwa proyek publik minimal harus memiliki satu petugas K3 bersertifikat per 50 atau 100 pekerja, tergantung skala.

  4. Insentif & Sanksi dalam Tender Publik
    Kontraktor yang memiliki catatan K3 baik mendapatkan nilai tambah dalam evaluasi tender. Sementara yang melanggar harus dikenakan penalti atau diskualifikasi.

  5. Audit K3 Independen & Teknologi Pengawasan
    Gunakan auditor eksternal untuk inspeksi K3 berkala, dan teknologi seperti kamera CCTV, sensor alamiah, dan aplikasi pelaporan real-time agar pengawasan lebih efektif.

  6. Subsidi & Bantuan Peralatan Keselamatan untuk Kontraktor Kecil
    Pemerintah harus menyiapkan paket alat keselamatan (APD, alat pelindung jatuh) untuk kontraktor kecil atau daerah terpencil agar mereka tidak tertinggal dari standar.

  7. Kampanye Keselamatan dan Pemberdayaan Budaya Keselamatan
    Jalankan kampanye berkelanjutan tentang pentingnya K3 di kalangan pekerja, kontraktor, dan publik—termasuk penggunaan kaidah “Zero Harm?” secara kritis berdasarkan data lokal

Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan

  • Jika kebijakan difokuskan terlalu tekstual dan formal tanpa adaptasi lokal, banyak kontraktor di daerah tertinggal akan kesulitan memenuhinya.

  • Tanpa regulasi pelaksana dan audit nyata, kebijakan akan menjadi beban administratif tanpa efek nyata.

  • Biaya pelatihan, sertifikasi, dan alat bisa menjadi hambatan besar jika tidak diimbangi subsidi atau dukungan khusus bagi kontraktor kecil.

  • Teknologi pengawasan mungkin tidak tersedia di proyek kecil atau daerah terpencil sehingga pemerataan implementasi sulit.

  • Resistensi dari manajemen proyek yang melihat K3 sebagai tambahan biaya dan hambatan waktu dapat menghambat penerapan.

Penutup

Penelitian di Jeddah menegaskan: sektor konstruksi adalah sektor rawan kecelakaan, dan akar penyebabnya tak hanya faktor teknis—tapi budaya, pelatihan, pengawasan, dan regulasi. Bagi Indonesia, riset ini menjadi cermin bahwa kebijakan K3 harus bersinergi secara menyeluruh: regulasi, pelatihan, pengawasan, implementasi teknologi, dan budaya keselamatan. Dengan demikian, pembangunan bisa berjalan cepat tanpa mengorbankan keselamatan manusia.

Sumber

Abukhashabah, E., Summan, A., & Balkhyour, M. (2020). Occupational Accidents and Injuries in Construction Industry in Jeddah City. Saudi Journal of Biological Sciences.