Pekerjaan Rumah yang Belum Selesai di Timur

Dipublikasikan oleh Nurul Aeni Azizah Sari

08 Juni 2024, 08.28

Sumber: stratsea.com

Pendahuluan

Dalam satu dekade terakhir, Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah mengubah wilayah timur Indonesia dari daerah terpencil menjadi wilayah strategis untuk pembangunan ekonomi di bawah pemerintahannya. Dengan menekankan kebutuhan mendesak akan kebijakan hilirisasi komoditas untuk nikel dan tembaga, Jokowi telah menjalankan visi ambisiusnya untuk memperluas investasi dari sektor swasta dan memperkuat sektor manufaktur di wilayah timur.

Sebagai contoh, pada akhir tahun 2023, Jokowi mengunjungi Kabupaten Fakfak di Papua Barat untuk upacara peletakan batu pertama yang akan segera menjadi pabrik produksi pupuk terbesar di kawasan Asia Pasifik. Selain itu, Pulau Halmahera di Provinsi Maluku Utara diresmikan sebagai lokasi pertambangan nikel pada tahun 2018, yang memperkuat visi Jokowi tentang strategi pembangunan ekonomi berbasis komoditas. 

Selain itu, pada tahun 2015, sebuah area seluas lebih dari 3.000 hektar di Kabupaten Morowali di Sulawesi Tengah dialokasikan untuk industri manufaktur nikel untuk memproduksi komponen penting untuk baterai kendaraan listrik. Meskipun Jokowi telah menghadapi kritik tajam dari masyarakat sipil dan akademisi selama masa jabatannya yang kedua, terutama karena kebijakannya yang pro-investasi, pendekatannya untuk mendorong pembangunan di wilayah timur Indonesia telah menghasilkan beberapa pencapaian.

Sebagai contoh, Maluku Utara - sebuah kabupaten yang tadinya hanya bergantung pada hasil pertanian dan kelautan - kini telah menunjukkan kinerja yang sangat baik. Tingkat pertumbuhannya mencapai 24,85% (YoY) pada kuartal ketiga tahun 2022 - pertumbuhan ekonomi tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain dalam periode waktu yang sama.

Selain itu, provinsi Sulawesi Tengah juga mempertahankan kinerja ekonomi yang stabil selama pandemi Covid-19 bahkan ketika provinsi lain mengalami kontraksi. Pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi provinsi ini hampir mencapai 5%, berkat sektor manufaktur nikel yang dibangun di bawah pemerintahan Jokowi.

Namun, bukti menunjukkan bahwa beberapa tantangan dalam pemerintahan Jokowi akan terus berlanjut hingga pemerintahan berikutnya, yang diproyeksikan akan dipimpin oleh Prabowo Subianto berdasarkan hasil pemilu terakhir. Beberapa tantangan ini diuraikan di bawah ini.

Kesenjangan kepemilikan lahan: cerita dari Nusa Tenggara Timur (NTT)

Bukti menunjukkan bahwa pembangunanisme Jokowi telah membawa masalah baru, seperti ketimpangan kepemilikan lahan, ke permukaan. Ketimpangan kepemilikan lahan yang parah terlihat jelas, misalnya, di NTT, di mana sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) didirikan. NTT juga menjadi lokasi Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), khususnya di Labuan Bajo dan Pulau Rinca.

Namun, alih-alih mengatasi kemiskinan yang melanda masyarakat NTT, proyek-proyek pembangunan yang digagas pemerintah tersebut justru menimbulkan ketimpangan kepemilikan lahan antara investor dan masyarakat lokal. Proyek-proyek ini seringkali menjadi dasar bagi praktik perampasan tanah oleh pemerintah. Sebagai contoh, hal ini terjadi di Pulau Komodo di mana masyarakat setempat harus direlokasi karena pemukiman mereka akan diubah menjadi KSPN pada tahun 2020.

Pada tahun 2022, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) melaporkan bahwa lebih dari 700.000 hektar lahan di NTT telah menjadi milik pemerintah dan investor. Sementara itu, setiap rumah tangga dari 775.100 petani kecil di NTT hanya memiliki kurang dari setengah hektar. Kesenjangan lahan yang parah ini terjadi di tahun yang sama ketika ekonomi NTT dilaporkan mengalami pertumbuhan sebesar 3,05%.

Selain itu, terdapat juga sejumlah konflik agraria yang menyiratkan keengganan masyarakat setempat untuk menyambut proyek-proyek nasional di daerah tersebut. KPA juga melaporkan bahwa jumlah konflik agraria di provinsi ini meningkat cukup drastis dari 17 kasus di tahun 2020 menjadi 38 kasus di tahun 2021. Tahun lalu, jumlah ini meningkat menjadi 61 kasus.

Tingkat pertumbuhan tinggi, kesejahteraan rendah

Meskipun pembangunanisme Jokowi yang ketat terlihat mempesona dari jauh, distribusi kesejahteraan masih menjadi masalah bagi masyarakat lokal. Hal ini merupakan isu utama di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara, dua provinsi yang telah mendapatkan keuntungan ekonomi dari industri manufaktur nikel.

Bukti menunjukkan bahwa keuntungan ini belum mampu menghasilkan kesejahteraan yang merata bagi masyarakat setempat. Faktanya, meskipun Maluku Utara mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa pada tahun 2022, ironisnya, rasio gini provinsi tersebut juga mengalami peningkatan di tahun yang sama dari 0,279 pada bulan Maret menjadi 0,309 pada bulan September.

Fenomena serupa juga terjadi di Sulawesi Tengah. Kabupaten-kabupaten di provinsi ini mengalami kesenjangan yang besar di antara mereka sendiri dalam hal produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita pada tahun 2020 meskipun PDRB provinsi sedikit meningkat dari sekitar 61 juta rupiah menjadi hampir 64 juta rupiah dalam kurun waktu satu tahun berkat sektor manufaktur.

Sebagai contoh, Morowali yang disebutkan di atas memperoleh lebih dari 500 juta rupiah dari PDRB per kapita sementara kabupaten tetangga seperti Morowali Utara bahkan tidak memperoleh seperempat dari angka ini. Selain itu, kabupaten-kabupaten yang lebih terpencil seperti Banggai Kepulauan dan Banggai Laut memiliki PDRB per kapita terendah pada periode yang sama.

Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa dorongan industrialisasi Jokowi tidak memberikan manfaat yang menetes ke bawah bagi masyarakat. Kegiatan yang menguntungkan dari pabrik nikel hanya memberikan kontribusi pertumbuhan bagi daerah industri seperti Morowali, namun tidak mampu mendistribusikan kesejahteraan bagi masyarakat lokal di sekitarnya.

Ancaman kekurangan gizi

Sumber daya manusia juga terpukul. Meskipun Jokowi telah berjanji untuk fokus pada program-program pengembangan sumber daya manusia di periode keduanya, hal ini masih menjadi masalah di Indonesia bagian timur. Sebagai contoh, indeks Prevalensi Kekurangan Gizi (PoU) yang tinggi tidak ditangani secara komprehensif. PoU menunjukkan keterjangkauan pangan di setiap wilayah. Peningkatan angka PoU berarti ancaman serius kekurangan gizi pada populasi.

Faktanya, indeks PoU di Sulawesi, Maluku, dan Papua relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa dari tahun 2017 hingga 2023 seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Sebagai contoh, pada tahun 2022, indeks PoU di wilayah Maluku dan Maluku Utara mencapai 30%, atau tiga kali lipat dari angka rata-rata nasional. Paradoksnya, tingginya angka kekurangan gizi di provinsi-provinsi tersebut masih bertahan bahkan ketika angka nasional menurun pada tahun 2023. Grafik ini menyiratkan bahwa pembangunanisme Jokowi di Indonesia Timur belum membawa manfaat sosial-ekonomi, seperti penurunan angka kekurangan gizi, ke wilayah tersebut.

Prabowo-Gibran: Jokowi?

Meskipun penghitungan resmi masih berlangsung, pemilihan presiden yang baru saja diselenggarakan hampir secara pasti menentukan bahwa Prabowo Subianto akan menggantikan Jokowi sebagai presiden. Prabowo telah berkali-kali berjanji untuk melanjutkan visi Jokowi untuk negara ini dan, dengan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dalam pencalonan dirinya dan dukungan diam-diam dari Jokowi, hal ini mungkin akan terjadi di masa depan.

Pasangan Prabowo-Gibran telah berulang kali mengartikulasikan kesinambungan dan kemajuan ekonomi sebagai pesan-pesan utama kampanye mereka. Mereka telah mengisyaratkan keinginan mereka untuk melanjutkan keberhasilan industri hilir di bawah pemerintahan Jokowi dan kebijakan-kebijakan pro-pertumbuhan lainnya. Mereka juga mengindikasikan bahwa kebijakan-kebijakan pembangunan Jokowi akan digunakan sebagai fondasi untuk melanjutkan pembangunan di bawah visi besar Indonesia Maju.

Purnawirawan jenderal ini bahkan berencana untuk memperluas kebijakan-kebijakan era Jokowi dengan rencananya untuk meneruskan proyek-proyek hilirisasi pada 21 komoditas alam potensial yang tersedia di Indonesia, mulai dari batu bara hingga produk perikanan.

Dari komoditas-komoditas potensial tersebut, beberapa di antaranya dapat ditemukan di wilayah Indonesia Timur, seperti nikel di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara, tembaga di Papua, aspal di Sulawesi Tenggara, dan hasil laut di kepulauan Maluku. Proyek-proyek ambisius ini diharapkan dapat menghasilkan kesejahteraan melalui pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat lokal.

Namun demikian, pengalaman dari developmentalisme Jokowi menunjukkan bahwa meskipun kebijakan hilirisasi komoditas memang telah memicu pertumbuhan ekonomi, masyarakat lokal tidak serta merta diuntungkan olehnya. Selain itu, program-program pembangunan Jokowi telah menciptakan masalah-masalah serius di Indonesia timur seperti perampasan lahan, stagnasi ekonomi bagi penduduk setempat dan tingginya prevalensi kekurangan gizi. Penting bagi pemerintahan yang akan datang untuk mengenali masalah-masalah yang harus diatasi, bukan hanya berjanji untuk melanjutkan kebijakan yang telah berjalan selama hampir satu dekade.

Kesimpulan

Pemerintahan Jokowi telah mewujudkan sejumlah proyek pembangunan di Indonesia bagian timur melalui investasi besar-besaran di sektor manufaktur, pertambangan, dan pariwisata. Jokowi telah berhasil mengalihkan proyek-proyek pembangunan nasional yang sebelumnya terkonsentrasi di Jawa ke wilayah timur Indonesia. Namun, pendekatan pembangunan Jokowi di Indonesia timur belum secara signifikan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Jika tidak diatasi, kesenjangan yang terjadi antara masyarakat di Jawa dan Indonesia timur akan terus menghambat pembangunan Indonesia secara keseluruhan. Oleh karena itu, hal ini merupakan masalah serius yang harus ditangani oleh pemerintahan selanjutnya. Jika Prabowo-Gibran menganggap diri mereka sebagai penerus Jokowi, maka sudah menjadi kewajiban mereka untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan pro-pertumbuhan Jokowi. 

Kebijakan-kebijakan ini harus dibarengi dengan komitmen untuk memastikan redistribusi kesejahteraan bagi masyarakat lokal di Indonesia bagian timur, mengingat di situlah letak kesenjangannya saat ini. Dengan menempatkan “redistribusi” sebagai fokus utama dalam rencana kebijakan mereka, bukan tidak mungkin bagi Prabowo-Gibran untuk mencapai Indonesia Maju yang diimpikan oleh Jokowi.

Disadur dari: stratsea.com