Pascapandemi, Pelaku Jasa Konstruksi Minta Relaksasi

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E.

15 Juli 2022, 15.47

Gapensi meminta pemerintah memberikan relaksasi kepada pelaku Jasa Kontruksi Nasional terkait persyaratan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di sektor PUPR dalam kurun waktu dua tahun.

Hampir dua tahun sejak pandemi Covid melanda negeri ini kontraktor nasional mengalami pelambatan yang berakibat pada penurunan pendapatan. Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) meminta keberpihakan pemerintah melalui regulasi yang dapat membangkitkan industri kontruksi pasca pandemi Covid-19.

Gapensi meminta pemerintah memberikan relaksasi kepada pelaku jasa kontruksi nasional terkait persyaratan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di sektor PUPR dalam kurun waktu dua tahun. Permintaan itu disampaikan menjelang Musyawarah Umum Khusus (Munasus) dan Musyarawah Kerja Nasional (Mukernas) Gapensi pada 21-22 Januari 2022.

"Gapensi meminta pemerintah menetapkan relaksasi persyaratan kemampuan pelaku usaha jasa kontruksi terhadap penjualan tahunan dari tiga tahun menjadi sepuluh tahun, terhadap equitas persubkalsifikasi usaha menjadi equitas badan usaha, terhadap tenaga kerja tetap per subklasifikasi menjadi tenaga kerja tetap per klasifikasi,” ujar Ketua Umum BPP Gapensi, Iskandar Z Hartawi, Senin (17/1/2022).

Iskandar menjelaskan dasar pertimbangan permintaan regulasi relaksasi adalah bahwa selama pandemi kegiatan usaha pelaku usaha konstruksi mengalami penurunan tajam. Kondisi itu berpengaruh langsung terhadap perolehan penjualan tahunan. Nilai ekuitas juga menurun, lalu muncul ketidakmampuan berinvestasi pada peralatan, serta terkendala dalam penambahan jumlah tenaga kerja tetap. 

"Relaksasi dapat memberikan kesempatan bagi para pelaku usaha jasa kontruksi nasional untuk meningkatkan daya saing dengan produk pekerjaan konstruksi berkualitas dan berkelanjutan," kata Iskandar.

Selain relaksasi, Gapensi menyoroti kebijakan penetakan harga terendah untuk proyek infrastuktur pemerintah. Pasalnya, dalam penawaran yang diberikan pihak kontrakator lokal sudah mempertimbangkan syarat mutu untuk setiap proyek.  

“Dalam setiap penawaran, kami sudah memperhitungkan nilai keekonomian dan syarat mutu kerja sesuai yang diharapkan, kalau terikat dengan harga terendah, kami akan kesulitan untuk memenuhi syarat mutu tersebut,” ujar dia.

Wakil Ketua Umum IX Gapensi, Didi Aulia menyebutkan para pelaku jasa konstruksi lokal dan nasional juga mengalami tantangan terkait proyek-proyek infrastruktur pemerintah. Menurutnya, ada konglomerasi konstruksi sehingga sangat sulit bagi kontraktor lokal dan nasional terlibat dalam proyek infrastruktur tersebut.

Padahal, menurut Didi, jasa konstruksi memberikan multiplier effect kepada sektor lainnya dan memberikan lapangan pekerjaan kepada sekitar 8 juta pekerja jasa konstruksi. Selain itu, dengan keterlibatan kontraktor lolal, ekonomi daerah juga dapat terangkat.

Didi mengatakan saat ini proyek infrastruktur di daerah sangat marak dan mendapat dukungan penuh dari pemerintahan Presiden Joko Widodo. Proyek tersebut seharusnya dapat melibatkan kontraktor lokal dalam pengerjaannya. ”Pemerintah dapat menerbitkan regulasi yang berpihak kepada badan usaha konstruksi swasta kecil dan menengah," katanya.

Menurut Didi, di Indonesia ada sekitar 150 ribu pelaksana jasa konstruksi. Dengan keberpihakan pemerintah, diharapkan dapat memberikan angin segar bagi kontraktor lokal untuk meningkatkan daya saing dan kualitas kerja. ”Kalau jasa konstruksi nasional maju, maka sektor pendukung lainnya tentu akan turut berkembang dan dapat memberikan kontribusi positif bagi perekonomian Indonesia,” ucap dia.


Sumber Artikel: republika.co.id