Partisipasi Komunitas dalam Pengawasan Pembuangan Sampah di Pasar Perkotaan: Pembacaan Empiris, Dinamika Kelembagaan, dan Efektivitas Pendekatan Partisipatif di Blantyre, Malawi

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

31 Desember 2025, 19.36

1. Pendahuluan

Pengelolaan sampah di kawasan pasar tradisional kerap menghadirkan persoalan yang berbeda dibanding ruang perkotaan lain. Aktivitas perdagangan yang padat, timbulan sampah organik yang tinggi, serta keterbatasan pengawasan formal menciptakan situasi di mana praktik pembuangan sering kali berlangsung tanpa kendali. Studi di Blantyre, Malawi, menempatkan persoalan ini dalam kerangka partisipasi komunitas — sebuah pendekatan yang berupaya melibatkan warga, pedagang, dan pemangku kepentingan lokal sebagai aktor pengawas sekaligus penggerak perubahan perilaku.

Pendekatan partisipatif diposisikan bukan hanya sebagai strategi teknis untuk menambah kapasitas pengawasan, tetapi sebagai upaya membangun rasa memiliki terhadap ruang publik. Melalui pelibatan komunitas, pengawasan atas pembuangan sampah tidak lagi dipahami sebagai kewajiban pemerintah semata, melainkan sebagai tanggung jawab kolektif yang dinegosiasikan melalui interaksi sosial, aturan lokal, dan praktik keseharian para pengguna pasar. Dari sinilah studi ini membaca efektivitas partisipasi: apakah ia benar-benar mampu memperbaiki kondisi lingkungan, atau justru terhambat oleh struktur kelembagaan dan dinamika sosial yang tidak selalu mendukung.

Blantyre menjadi konteks yang menarik karena menghadirkan kombinasi antara tantangan kota berkembang dan kuatnya peran ekonomi informal. Pasar bukan hanya ruang transaksi, tetapi juga ruang sosial tempat relasi kekuasaan, kepentingan ekonomi, dan praktik keseharian bertemu. Dengan memeriksa pendekatan partisipatif di ruang semacam ini, studi memberikan gambaran yang lebih realistis mengenai batas dan potensi partisipasi dalam pengelolaan sampah perkotaan.

 

2. Kerangka Partisipasi Komunitas dalam Pengawasan Pembuangan Sampah di Pasar

Pelibatan komunitas dalam pengawasan pembuangan sampah di pasar dibangun melalui interaksi antara pedagang, tokoh komunitas, otoritas pasar, dan pemerintah kota. Pengawasan tidak hanya dilakukan melalui mekanisme formal, tetapi juga melalui norma sosial, pengaruh kepemimpinan lokal, dan kesepakatan bersama mengenai perilaku yang dianggap dapat diterima dalam ruang pasar.

a. Partisipasi sebagai instrumen pembentukan tanggung jawab kolektif

Pendekatan partisipatif mendorong warga dan pedagang untuk melihat pembuangan sampah bukan sebagai urusan individu, tetapi sebagai praktik yang berdampak pada kualitas lingkungan bersama. Melalui diskusi komunitas, kesepakatan aturan, dan aktivitas pengawasan sukarela, rasa tanggung jawab kolektif mulai dibentuk. Di titik ini, partisipasi berfungsi sebagai proses sosialisasi nilai, bukan sekadar alat pengawasan.

b. Peran struktur sosial dan kepemimpinan lokal dalam menggerakkan kepatuhan

Efektivitas pengawasan partisipatif sangat dipengaruhi oleh keberadaan figur-figur lokal yang dihormati — seperti ketua asosiasi pedagang atau tokoh masyarakat sekitar pasar. Mereka berperan sebagai jembatan antara aturan formal dan praktik lapangan, sekaligus sebagai penguat legitimasi tindakan pengawasan. Tanpa dukungan kepemimpinan sosial, partisipasi cenderung melemah dan kehilangan daya dorong.

c. Ketegangan antara kepentingan ekonomi dan kepatuhan lingkungan

Di ruang pasar, keputusan pedagang sering dipandu oleh pertimbangan ekonomi jangka pendek — misalnya efisiensi waktu berdagang atau minimnya fasilitas pembuangan. Dalam kondisi seperti ini, kepatuhan terhadap aturan pembuangan sampah bisa berbenturan dengan kebutuhan praktis. Pendekatan partisipatif kemudian bekerja di tengah ketegangan tersebut: berupaya menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan tanggung jawab lingkungan, namun tidak selalu mampu menghilangkan dilema yang melekat pada praktik keseharian.

 

5. Refleksi Strategis: Membaca Pendekatan Partisipatif sebagai Proses Negosiasi Sosial, Bukan Instrumen Teknis Semata

Temuan studi di Blantyre memperlihatkan bahwa pendekatan partisipatif dalam pengawasan pembuangan sampah bekerja melalui proses negosiasi sosial yang kompleks. Partisipasi tidak langsung menghasilkan kepatuhan, melainkan menciptakan ruang interaksi di mana norma, kepentingan ekonomi, dan struktur kekuasaan lokal saling bertemu. Di titik ini, efektivitas partisipasi bergantung pada kemampuan aktor-aktor lokal untuk membangun keseimbangan antara harapan kebijakan dan realitas lapangan.

a. Partisipasi sebagai proses membangun legitimasi, bukan sekadar menambah aktor pengawas

Keterlibatan komunitas memberi legitimasi sosial pada aturan pengelolaan sampah karena ia lahir dari proses dialog dan kesepakatan bersama. Namun, legitimasi tersebut tidak otomatis menjelma menjadi kepatuhan jika tidak ditopang oleh fasilitas memadai dan dukungan kelembagaan. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi lebih tepat dipahami sebagai proses pembentukan legitimasi bertahap, bukan sebagai solusi instan.

b. Keterkaitan erat antara kekuatan jaringan sosial dan daya transformasi partisipasi

Ketika jejaring sosial di pasar kuat, partisipasi memiliki ruang untuk bekerja melalui mekanisme kedekatan, kepercayaan, dan sanksi sosial. Sebaliknya, di lingkungan yang relasi sosialnya lemah atau terfragmentasi, partisipasi kehilangan daya dorong. Ini menegaskan bahwa keberhasilan pendekatan partisipatif tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial yang melingkupinya.

c. Batas partisipasi ketika persoalan menyentuh ranah struktural layanan publik

Warga mungkin mampu mengawasi perilaku pembuangan sampah, tetapi tidak dapat menggantikan fungsi negara dalam penyediaan armada, fasilitas, atau sistem pengangkutan. Ketika persoalan berakar pada keterbatasan layanan publik, partisipasi mencapai batasnya. Kesadaran atas batas ini penting agar beban tanggung jawab tidak secara berlebihan dialihkan ke komunitas.

6. Implikasi Kebijakan: Menguatkan Partisipasi melalui Dukungan Kelembagaan, Fasilitas, dan Tata Kelola Kolaboratif

Dari pembacaan empiris tersebut, sejumlah implikasi kebijakan dapat dirumuskan untuk memperkuat efektivitas pendekatan partisipatif dalam pengawasan pembuangan sampah di pasar perkotaan.

a. Menyandingkan partisipasi komunitas dengan perbaikan layanan dasar dan fasilitas pendukung

Partisipasi hanya dapat bekerja efektif jika disertai penyediaan fasilitas pembuangan, pengangkutan terjadwal, dan infrastruktur kebersihan yang memadai. Tanpa fondasi ini, partisipasi berisiko berubah menjadi aktivitas simbolik yang tidak mampu mengatasi akar persoalan.

b. Mengembangkan mekanisme tata kelola kolaboratif yang memberi ruang kewenangan bagi komunitas

Efektivitas partisipasi meningkat ketika komunitas tidak hanya berperan sebagai pengawas, tetapi juga sebagai mitra dalam perumusan aturan, penentuan mekanisme sanksi, dan evaluasi program. Tata kelola kolaboratif memberi rasa kepemilikan sekaligus mendorong tanggung jawab bersama yang lebih seimbang.

c. Memperkuat kapasitas kepemimpinan lokal dan jejaring organisasi pedagang

Dukungan pelatihan kepemimpinan, fasilitasi organisasi pedagang, serta penguatan jejaring sosial pasar dapat meningkatkan stabilitas partisipasi. Kebijakan yang berfokus pada penguatan kapasitas sosial ini membantu memastikan bahwa partisipasi tidak bergantung pada figur tertentu saja, tetapi tertanam dalam struktur komunitas.

 

7. Nilai Tambah Analitis: Partisipasi sebagai Cermin Relasi Kekuasaan, Keterbatasan Sistem, dan Ruang Transformasi Sosial

Pendekatan partisipatif dalam pengawasan pembuangan sampah di pasar Blantyre membuka pemahaman bahwa kebijakan lingkungan di ruang urban tidak pernah berdiri di atas ranah teknis semata. Partisipasi justru memperlihatkan konfigurasi relasi kekuasaan, distribusi tanggung jawab, dan struktur kelembagaan yang membingkai perilaku aktor di lapangan. Dari sini, partisipasi dapat dibaca sebagai alat diagnosis sosial sekaligus sebagai ruang potensial bagi transformasi.

a. Partisipasi mengungkap ketimpangan beban antara komunitas dan institusi formal

Ketika komunitas diminta berperan besar dalam pengawasan, sementara dukungan fasilitas dan layanan publik belum memadai, beban pengelolaan lingkungan berpindah secara tidak proporsional ke warga dan pedagang. Kondisi ini menunjukkan bahwa partisipasi sering kali berjalan di atas ketidakseimbangan struktural — di mana tanggung jawab diperluas, namun kapasitas sistem tidak selalu mengikuti.

b. Praktik partisipatif menyoroti pentingnya kepercayaan dan legitimasi kelembagaan

Keberhasilan pengawasan tidak hanya bergantung pada aturan tertulis, tetapi pada rasa percaya bahwa pemerintah dan pengelola pasar turut memikul tanggung jawab yang sama. Ketika komunitas melihat respons kebijakan lambat atau inkonsisten, legitimasi partisipasi melemah. Hal ini menegaskan bahwa efektivitas partisipasi bertumpu pada hubungan timbal balik, bukan sekadar instruksi dari atas.

c. Ruang transformasi muncul ketika partisipasi dipadukan dengan perubahan struktural

Studi menunjukkan bahwa potensi transformasi paling kuat hadir ketika partisipasi diiringi reformasi kelembagaan: perbaikan layanan, kejelasan kewenangan, serta forum bersama yang memungkinkan komunitas memengaruhi keputusan. Dalam konfigurasi tersebut, partisipasi tidak lagi menjadi pelengkap, tetapi bagian integral dari tata kelola lingkungan perkotaan.

 

8. Kesimpulan

Pengalaman Blantyre memberikan gambaran realistis tentang bagaimana pendekatan partisipatif bekerja dalam pengawasan pembuangan sampah di pasar perkotaan. Partisipasi terbukti mampu meningkatkan kesadaran, memperkuat solidaritas sosial, dan menciptakan mekanisme pengawasan berbasis komunitas. Namun, capaian tersebut berjalan dalam batas-batas tertentu, terutama ketika persoalan pengelolaan sampah berakar pada keterbatasan fasilitas dan kelemahan struktural layanan publik.

Studi ini menegaskan bahwa partisipasi komunitas paling efektif ketika ditempatkan dalam kerangka tata kelola kolaboratif, di mana tanggung jawab, kewenangan, dan dukungan kelembagaan dibangun secara lebih seimbang. Dengan cara pandang tersebut, partisipasi tidak sekadar menjadi strategi pelibatan warga, tetapi berfungsi sebagai fondasi pembentukan sistem pengelolaan sampah pasar yang lebih adil, adaptif, dan berkelanjutan.

 

Daftar Pustaka
Chidothi, F., & Ghosh, S. K. (2023). Evaluating the Participatory Approaches of the Community in Monitoring Waste Disposal Practices in Urban Markets: Evidence from Blantyre, Malawi. Dalam S. K. Ghosh (Ed.), Circular Economy Adoption. Springer Singapore

UN-Habitat. (2020). Waste Wise Cities: Tools for Urban Waste Governance.

World Bank. (2018). What a Waste 2.0: A Global Snapshot of Solid Waste Management.

Ellen MacArthur Foundation. (2021). Urban Circular Economy: Rethinking Waste and Citizenship.